Sabtu, 10 Mei 2014

download materi Sejarah Perekonomian Indonesia



Sejarah Perekonomian
Indonesia
Pendahuluan
Perekonomian negara-negara berkembang seperti Indonesia, India, Malaysia dan Hongkong  banyak dipengaruhi oleh:
        Sistem perekonomian/orientasi pembangunan ekonomi yang diterapkan
        Pembangunan infrastruktur fisik dan sosial (pendidikan dan kesehatan) yang dilakukan
        Tingkat pembangunan yang telah dicapai pada masa lampau yakni pada zaman penjajahan (kolonialisasi), walaupun sebenarnya “Warisan” dari negara penjajah bukan penentu utama keberhasilan pembangunan ekonomi.
Pembabakan perekonomian Indonesia
VOC hanya memonopoli komoditi-komoditi ekspor sesuai permintaan pasar di Eropa, yaitu rempah-rempah.
Peraturan-peraturan yang ditetapkan VOC seperti verplichte leverentie (kewajiban meyerahkan hasil bumi pada VOC) dan contingenten (pajak hasil bumi) dirancang untuk mendukung monopoli itu
Disamping itu, VOC juga menjaga agar harga rempah-rempah tetap tinggi, antara lain dengan diadakannya pembatasan jumlah tanaman rempah-rempah yang boleh ditanam penduduk, pelayaran Hongi dan hak extirpatie (pemusnahan tanaman yang jumlahnya melebihi peraturan)
Pasca Kemerdekaan
Orde Lama (1945 -1950)
Keadaan ekonomi pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara lain disebabkan oleh :
        Inflasi yang sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali.
        Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negri RI yang menyebabkan kas negara kosong, sehingga mendorong beberapa kebijakan yang diambil :
                 Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman dengan persetujuan BP-KNIP (Badan Pekerja-komite Nasional Indonesia Pusat), dilakukan pada bulan Juli 1946.




              Upaya menembus blokade dengan diplomasi beras ke India, mangadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia.
              Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
              Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947.


              Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948 mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
              Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian akan membaik (Mazhab Fisiokrat : sektor pertanian merupakan sumber kekayaan).


Masa Demokrasi Liberal (1950 – 1957)
Pada masa ini terjadi penerapan prinsip liberal dalam politik maupun sistem ekonominya, namun justru memperburuk kondisi perekonomian Indonesia yang baru merdeka, dikarenakan pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan pengusaha non pribumi.
Beberapa kebijakan yang diambil pada periode ini adalah :
        Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950, untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.
        Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank  sirkulasi.


        Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menumbuhkan wiraswastawan pribumi dan mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing dengan jalan membatasi impor barang tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya pada importir pribumi serta memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional.
        Sistem ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr. Iskak Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha non pribumi dan pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi diwajibkan memberikan latihan-latihan pada pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional.




        Pembatalan sepihak atas hasil-hasil KMB, termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut.
Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, Indonesia menjalankan sistem demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme (segala-galanya diatur oleh pemerintah). Beberapa kebijakan yang diambil :
        Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang sebagai berikut : Uang kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas pecahan Rp 1000 menjadi Rp 100, dan semua simpanan di bank yang melebihi 25.000 dibekukan.



        Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Bahkan pada 1961-1962 harga barang-baranga naik 400%.
        Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000 menjadi Rp 1. Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat uang rupiah lama, tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih tinggi. Maka tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah meningkatkan angka inflasi.
Kegagalan-kegagalan dalam berbagai tindakan moneter itu diperparah akibat politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara Barat.

Orde Baru
Stabilisasi ekonomi dan stabilisasi politik menjadi prioritas utama. Program pemerintah berorientasi pada usaha pengendalian inflasi, penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat
Dipilihlah sistem ekonomi campuran dalam kerangka sistem ekonomi demokrasi Pancasila. Ini merupakan praktek dari salah satu teori Keynes tentang campur tangan pemerintah dalam perekonomian secara terbatas. Jadi, dalam kondisi-kondisi dan masalah-masalah tertentu, pasar tidak dibiarkan menentukan sendiri, (misalnya UMR dan perluasan kesempatan kerja
Pelaksanaan pola umum pembangunan jangka panjang (25-30 tahun) secara periodik lima tahunan yang disebut Pelita (Pembangunan lima tahun).
        Kebijakan ekonominya diarahkan pada pembangunan di segala bidang, tercermin dalam 8 jalur pemerataan : kebutuhan pokok, pendidikan dan kesehatan, pembagian pendapatan, kesempatan kerja, kesempatan berusaha, partisipasi wanita dan generasi muda, penyebaran pembangunan, dan peradilan.
        Pemerintah juga menggalakkan preventive checks untuk menekan jumlah kelahiran lewat KB dan pengaturan usia minimum orang yang akan menikah.
Namun sayangnya pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang adil. Sehingga meskipun berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tapi secara fundamental pembangunan nasional sangat rapuh.


Masa Transisi (BJ Habibie)
        Pemerintahan presiden BJ. Habibie yang mengawali masa reformasi belum melakukan manuver-manuver yang cukup tajam dalam bidang ekonomi, kebijakan konkrit yang diambil hanya untuk mengatasi krisis :
            Penundaan proyek Rp 39 trilyun untuk mengimbangi keterbatasan anggaran Negara
            BI melakukan intervensi ke bursa valas
            Meminta bantuan IMF dengan memperoleh paket bantuan keuangan US$ 23 Milyar pada bulan Nopember 1997.
            Mencabut ijin usaha 16 bank swasta yang tidak sehat
        Kebijakan-kebijakan pada masa transisi ini lebih diutamakan untuk mengendalikan stabilitas politik (referendum timor timur).

Orde Reformasi (Gus Dur)
        Demikian juga pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid, belum ada tindakan yang cukup berarti untuk menyelamatkan negara dari keterpurukan ekonomi. Walaupun sebenarnya  pada periode ini, Gus Dur telah banyak melakukan lobby-lobby kepada negara Timur Tengah.
        Kondisi perekonomian Indonesia pada orde reformasi ini :
        Tahun 1999 pertumbuhan ekonomi positif (mendekati 0)
        Tahun 2000 pertumbuhan ekonomi 5%
        Kondisi moneter stabil (inflasi dan suku bunga rendah)
        Tahun 2001, pelaku bisnis dan masyarakat kurang percaya kepada pemerintahan sebagai akibat dari pernyataan presiden yang kontroversial dan diperparah adanya perseteruan presiden dengan DPR

          Hubungan dengan IMF menjadi tidak baik sebagai akibat dari: penundaan pelaksanaan amandemen UU No. 23 tahun 1999 mengenai Bank Indonesia; penerapan otonomi daerah (terutama kebebasan untuk hutang pemerintah daerah dari LN); dan revisi APBN 2001.
          Tahun 2001, pertumbuhan ekonomi cenderung negative, IHSG merosot lebih dari 300 poin, dan nilai tukar rupiah melemah dari Rp 7000 menjadi Rp 10.000 per US$.
          Kebijakan-kebijakan pada orde reformasi ini lebih diutamakan untuk mengendalikan stabilitas Hankam akibat pisahnya Timor Timur pada pemerintahan sebelumnya.

Periode Megawati Sukarnoputri
Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi persoalan-persoalan ekonomi antara lain :
        Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun.
        Kebijakan privatisasi BUMN. (Menjual perusahaan negara di dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara). Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi justru dijual ke perusahaan asing.

Periode Susilo Bambang Yudhoyono
Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi persoalan-persoalan ekonomi antara lain :
        Melunasi seluruh sisa utang pada IMF sebesar 3,2 miliar dolar AS padap bulan Oktober 2006. Dengan ini, maka Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam menentukan kebijakan dalam negeri.
        Pengurangan subsidi BBM, dimana anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan kesehatan serta bidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan masy.
        Adanya program Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Dimana realitasnya kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.


        Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah dengan mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Hal ini didasari oleh teori Keynes yang menyebutkan bahwa investasi merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja.
        Penanggulangan korupsi yang dilakukan oleh KPK sedikit banyak berdampak pada birokrasi dan pelaku investasi, pengucuran kredit perbankan ke sektor riil masih sangat kurang (perbankan lebih suka menyimpan dana di SBI) yang berimbas pada turunnya investasi. Selain itu, birokrasi pemerintahan terlalu kental, yang menyebabkan kecilnya daya serap dan realisasi belanja negara karena kehati-hatian dalam pengelolaan anggaran.



Periode ……. ???


0 komentar:

Posting Komentar

Posting Kami