Selasa, 17 Desember 2013

Nilai Tukar Petani dan Keterkaitan Pertanian dengan Sektor Lain

clip_image002

- Bagus Radyan H. 10510121

- Abd Aziz 11510103

- Ahmad David D. 11510121

JURUSAN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

UIN MAULANA MALIK IBRAHIM

MALANG

PENDAHULUAN

Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir ini, perkembangan sektor pertanian dalam menopang perekonommian Indonesia mengalami penurunan yang cukup signifikan. Penurunan ini disebabkan oleh banyak faktor, yang membuat daya saingnya menjadi turun. Berbeda dengan era Orde Baru, dimana sektor pertanian menjadi andalan negara kita, pada saat ini sektor pertanian tidak mendapat perhatian yang cukup serius. Dan hal ini, akan berdampak pada pergerakan ekonomi Indonesia, dimana Indonesia merupakan negara dengan mayoritas penduduknya petani.

Dalam tulisan ini, kami ingin sedikit membahas tentang nilai tukar petani sebagai tolok ukur tingkat daya saing, dan keterkaitannya dengan sektor-sektor lain dalam menggerakkan perekonomian Indonesia.

NILAI TUKAR PETANI (NTP)

PENGERTIAN

Nilai Tukar Petani merupakan salah satu indikator untuk mengukur tingkat kondisi kesejahteraan petani. Nilai Tukar Petani (NTP) adalah rasio antara indeks harga yang diterima petani (IT) dengan indeks harga yang dibayar petani (IB) yang dinyatakan dalam persentase. Secara konsepsional NTP adalah pengukur kemampuan tukar barang-barang (produk) pertanian yang dihasilkan petani dengan barang atau jasa yang diperlukan untuk konsumsi rumah tangga dan keperluan dalam memproduksi produk pertanian.

Secara umum NTP menghasilkan 3 pengertian:

a. NTP > 100 berarti NTP pada suatu periode tertentu lebih baik dibandingkan dengan NTP pada tahun dasar.

b. NTP = 100 berarti NTP pada suatu periode tertentu sama dengan NTP pada tahun dasar.

c. NTP < 100 berarti NTP pada suatu periode tertentu menurun dibandingkan NTP pada tahun dasar.

Indeks harga yang diterima petani (IT) adalah indeks harga yang menunjukkan perkembangan harga produsen atas hasil produksi petani. Sedangkan Indeks harga yang dibayar petani (IB) adalah indeks harga yang menunjukkan perkembangan harga
kebutuhan rumah tangga petani, baik kebutuhan untuk konsumsi rumah tangga maupun kebutuhan untuk proses produksi pertanian.

Sebenarnya petani yang dimaksudkan adalah orang yang mengusahakan usaha pertanian (tanaman bahan makanan dan tanaman perkebunan rakyat) atas resiko sendiri dengan tujuan guna dijual, baik sebagai petani pemilik maupun petani penggarap (sewa/kontrak/bagi hasil). Ataupun orang yang bekerja di sawah/ladang orang lain dengan mengharapkan upah (buruh tani) bukan termasuk petani.

Harga yang diterima petani adalah rata-rata harga produsen dari hasil produksi petani sebelum ditambahkan biaya transportasi/pengangkutan dan biaya pembungkusan (packaging) ke dalam harga penjualannya atau disebut farm gate (harga di sawah/ladang setelah pemetikan). Pengertian harga rata-rata adalah harga yang bila dikalikan dengan volume penjualan petani akan mencerminkan total uang yang diperoleh petani. Selanjutnya, data harga tersebut dikumpulkan dari hasil wawancara langsung dengan petani produsen. Sedangkan harga yang dibayar petani adalah rata-rata harga eceran barang/jasa yang dikonsumsi atau dibeli petani, baik untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya sendiri maupun untuk keperluan biaya produksi pertanian. Data harga barang untuk keperluan produksi pertanian dikumpulkan dari hasil wawancara langsung dengan petani, sedangkan harga barang/jasa untuk keperluan konsumsi rumah tangga dicatat dari hasil wawancara langsung dengan pedagang atau penjual jasa di pasar terpilih.

Kita tahu bahwa pasar adalah tempat berlangsungnya transaksi antara penjual dengan pembeli atau tempat yang biasanya terdapat penawaran dan permintaan. Pada kecamatan yang sudah terpilih sebagai sampel, pasar yang dicatat haruslah pasar yang mewakili dengan syarat antara lain: paling besar, banyak pembeli dan penjual jenis barang yang diperjualbelikan cukup banyak dan terjamin kelangsungan pencatatan harganya.

Harga eceran pedesaan adalah harga transaksi antara penjual dan pembeli secara eceran di pasar setempat untuk tiap jenis barang yang dibeli dengan tujuan untuk dikonsumsi sendiri, bukan untuk dijual kepada pihak lain. Harga yang dicatat adalah harga modus (harga yang paling banyak muncul) atau harga rata-rata biasa (mean) dari beberapa pedagang/penjual yang memberikan datanya.

PERKEMBANGAN NTP DI INDONESIA

Pada bulan November 2010, Nilai Tukar Petani Padi dan Palawija (NTPP) tercatat sebesar 93,25; Nilai Tukar Petani Hortikultura (NTPH) 91,58; Nilai Tukar Petani Tanaman Perkebunan Rakyat (NTPR) 110,99; Nilai Tukar Petani Peternakan (NTPPT) 95,29; dan untuk Nilai Tukar Nelayan (NTN) 99,14. Secara gabungan, Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Maluku Utara sebesar 99,673 atau mengalami kenaikan yang sangat kecil yaitu 0,002 % bila dibandingkan dengan bulan sebelumnya (Oktober) yang sebesar 99,671 %.

Dari 10 Provinsi yang berada di kawasan timur Indonesia, NTP November 2010 terhadap NTP Oktober 2010 mengalami kenaikan di 6 provinsi, sedangkan di  4 provinsi lainnya telah terjadi penurunan. Kenaikan NTP tertinggi berada pada November 2010 terjadi di provinsi Sulawesi Selatan yaitu sebesar 0,83 %, sedangkan penurunan drastisi terjadi di Maluku yaitu 0,46 %. Hal ini merupakan dampak Maluku Utara yang pada November 2010 mengalami inflasi sebesar 0,22 % dikarenakan perubahan indeks harga kelompok pengeluaran, masing-masing yaitu: kelompok bahan makanan 0,33 %, makanan jadi, minuman dan rokok 0,19 %, perumahan 0,08 %; pendidikan, rekreasi dan olahraga 0,13 %, sedangkan kesehatan 0,03 % sedangkan sandang dan transportasi dan komunikasi tidak mengalami perubahan. Secara Nasional, NTP mengalami kenaikan 0,27 % yaitu dari 102,61 pada Oktober 2010 menjadi 102,89 pada November 2010. Adapun inflasi pedesaan Nasional pada bulan November 2010 adalah 0,79 % yakni saat mengalami kenaikan indeks dari 130,76 menjadi 131,79.

Nilai Tukar Petani yang diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani (dalam persen), merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani di pedesaan. NTP juga menunjukkan daya tukar (term of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. Semakin tinggi NTP, secara relatif mengidentifikasikan semakin kuatnya tingkat kemampuan/daya beli petani.

Berdasarkan hasil survei harga-harga pedesaan di Kabupaten se-provinsi Maluku Utara pada November 2010 NTP mengalami kenaikan sebesar 0,002 % dibanding bulan Oktober 2010, yaitu dari 99,671 menjadi 99,673. Hal ini disebabkan oleh adanya kenaikan indeks harga hasil produksi pertanian dan penurunan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga maupun untuk keperluan produksi pertanian. Indeks harga hasil produksi pertanian (IT) mengalami kenaikan sebesar 0,163 % sedangkan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga mengalami kenaikan sebesar 0,161 %.

Indeks Harga yang Diterima Petani (IT)

Indeks Harga yang Diterima Petani (IT) dari ke-5 subsektor menunjukkan fluktuasi harga beragam komoditas pertanian yang dihasilkan petani. Pada November 2010, di Maluku Utara indeks harga yang diterima petani (IT) mengalami kenaikan 0,163 % dibandingkan dengan IT Oktober 2010, yaitu dari 127,50 menjadi 127,71. Dan terjadi kenaikan Indeks Harga yang diterima Petani (IT) pada 3 sub sektor yaitu subsektor tanaman pangan sebesar 0,60 %, subsektor holtikultura sebesar 0,49 %, subsektor perternakan sebesar 0,68 %. Sedangkan 2 subsektor lainnya mengalami penurunan yaitu subsektor perkebunan rakyat sebesar (0,04) % dan subsektor perikanan sebesar (0,24) %.

Indeks Harga yang Dibayar Petani (IB)

Melalui indeks harga yang dibayar petani (IB) dapat dilihat fluktuasi harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat pedesaan, khususnya petani yang merupakan bagian terbesar, serta fluktuasi harga barang dan jasa yang diperlukan untuk memproduksi hasil pertanian. Pada November 2010 di Maluku Utara, indeks harga yang dibayar (IB) petani mengalami kenaikan sebesar 0,161 % bila dibandingkan dengan Oktober 2010. Terjadi kenaikan IB pada ke-5 subsektor yaitu subsektor tanaman pangan sebesar 0,04 %, subsektor holtikultura sebesar 0,06 subsektor tanaman perkebunan rakyat sebesar 0,26 %, subsektor perternakan sebesar 0,31 % dan subsektor perikanan sebesar 0,20 %.

PENYEBAB LEMAHNYA NTP

Penyebab lemahnya nilai tambah petani (NTP) dapat dilihat dari dua (2) sisi faktor penyebab, yaitu :

1. Perubahan dari sisi IT

Misalnya: Komoditas beras dan jeruk berbeda dalam pola persaingannya. Di Indonesia, petani beras di dalam negeri mengalami persaingan yang sangat ketat termasuk dengan beras impor. Karena beras merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia, yang artinya selalu ada permintaan dalam jumlah yang besar, maka semua petani berusaha untuk menanam padi atau memproduksi beras saja. Hal ini membuat harga beras di pasar domestic cenderung menurun hingga pada titik equilibrium jangka panjang sama dengan biaya marjinal atau sama dengan biaya rata-rata per unit output.

Ini artinya IT akan sama dengan IB dan berarti keuntungan petani nol. Sedangkan jeruk bukan merupakan bahan kebutuhan pokok sepenting beras sehingga walaupun harganya naik, tidak semua petani ingin menanam jeruk. Jadi jelas diversifikasi output di sector pertanian sangat menentukan baik tidaknya NTP di Indonesia.

Selain itu, karena beras adalah makanan pokok, maka permintaan beras lebih dipengaruhi oleh jumlah manusia dan pendapatan masyarakat (pembeli) bukan oleh harga. Oleh karena itu , permintaan beras tidak elastic. Akibatnya jika penawaran beras terlalu besar (pada saat musim panen), sementara permintaan relative sama atau berkembang dengan laju yang tidak terlalu tinggi, maka harga beras bisa jatuh drastis.

2. Perubahan dari sisi IB

Faktor utama adalah harga pupuk yang bagi banyak petani padi terlalu mahal. Hal ini tidak terlalu disebabkan oleh volume produksi atau suplai pupuk (termasuk pupuk impor) di dalam negeri yang terbatas, tetapi oleh adanya distorsi di dalam system pendistribusiannya. Harga pupuk yang mahal bisa juga merupakan salah satu instrument pemerintah untuk mengalihkan surplus di sector pertanian ke sector industry.

Di dalam studi mereka dijelaskan bahwa tingginya harga input untuk pertanian (misalnya pupuk) dikarenakan pemerintah menerapkan tariff impor untuk melindungi industry pupuk dalam negeri. Selain itu, belakangan ini naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) dan tariff listrik juga mempunyai suatu kontribusi yang besar terhadap peningkatan biaya produksi petani, sementara harga gabah atau beras di pasar bebas rendah.

INVESTASI DI SEKTOR PERTANIAN

Salah satu faktor penting yang sangat menentukan investasi di sector pertanian bukan hanya laju pertumbuhan output, melainkan juga tingkat daya saing global dan komoditas-komoditas pertanian yang merupakan modal investasi yang dapat digunakan untuk berbagai tujuan yang sifatnya bisa langsung atau tidak langsung terkait dengan proses produksi.

Faktor yang secara langsung, misalnya untuk membeli mesin baru atau peralatan-peralatan modern dan input –input lainnya untuk keperluan kegiatan produksi pertanian. Sedangkan faktor tidak langsung , misalnya untuk kegiatan penelitian dan pengembangan (R&D) proses produksi maupun output atau input, dan untuk menyelenggarakan pelatihan-pelatihan bagi petani (peningkatan sumber daya manusia), misalnya manajemen, quality control, cara-cara yang baik dalam membajak tanah, bercocok tanam dan penanganan pascapanen, dan sebagainya.

Sedangkan modal untuk investasi sector pertanian bersumber dari investasi dari luar negeri (PMA) dan atau dalam negeri (PMDN) dan dana pinjaman (kredit) dari bank. Berikut ini beberapa pendapat yang menyimpulkan tentang rendahnya laju pertumbuhan sector pertanian, khususnya subsector bahan makanan, yang dikemukakan oleh Supranto (1998). Hal ini disebabkan oleh kurangnya PMA dan PMDN di sector tersebut dan kredit yang mengalir ke sector itu relative lebih kecil jika dibanding ke sector lain, misalnya industry manufaktur.

Adapun alasan para investor lebih tertarik menanamkan modalnya di sector nonpertanian adalah kegiatan pertanian mempunyai risiko, misalnya gagal panen lebih tinggi dibanding kegiatan industry karena kegiatan sector pertanian sangat tergantung kepada iklim. Selain itu, kegiatan industry manufaktur memiliki nilai tambah atau keuntungan jauh lebih tinggi dibanding sector pertanian.

KETERKAITAN SEKTOR PERTANIAN DENGAN SEKTOR-SEKTOR LAIN

Tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu penyebab krisis ekonomi di Indonesia adalah karena kesalahan industrialisasi selama pemerintahan orde baru yang tidak berbasis pada pertanian. Selama krisis juga terbukti bahwa sector pertanian masih mampu mengalami laju pertumbuhan yang positif, walaupun dalam persentase yang kecil, sedangkan sector industry manufaktur mengalami laju pertumbuhan yang negative di atas satu digit. Banyak pengalaman di Negara-negara maju di Eropa dan Jepang menunjukkan bahwa mereka memulai industrialisasi setelah atau bersamaan dengan pembangunan di sector pertanian.

Ada beberapa alasan kenapa sector pertanian yang kuat sangat esensial dalam proses industrialisasi di negara Indonesia, yakni sebagai berikut :

1. Sektor pertanian yang kuat berarti ketahanan pangan terjamin dan ini merupakan salah satu prasyarat penting agar proses industrialisasi pada khususnya dan pembangunan ekonomi pada umumnya bisa berlangsung dengan baik. Ketahanan pangan berarti tidak ada kelaparan dan ini menjamin kestabilan social dan politik.

2. Dari sisi permintaan agregat, pembangunan sector pertanian yang kuat membuat tingkat pendapatan riil per kapita di sector tersebut tinggi yang merupakan salah satu sumber permintaan terhadap barang-barang nonfood, khususnya manufaktur (keterkaitan konsumsi atau pendapatan), khususnya di Indonesia dimana sebagian penduduk berada di pedesaan dan mempunyai sumber pendapatan langsung maupun tidak langsung dari kegiatan pertanian, jelas sector ini merupakan motor penggerak industrialisasi.

3. Dari sisi penawaran, sector pertanian merupakan salah satu sumber input bagi sector industry yang mana Indonesia memiliki keunggulan komparatif, misalnya industry makanan dan minuman, industry tekstil dan pakaian jadi, industry kulit, dan sebagainya.

4. Masih dari sisi penawaran, pembangunan yang baik di sector pertanian bisa menghasilkan surplus di sector tersebut dan ini bisa menjadi sumber investasi di sector industry, khususnya industry skala kecil di pedesaan (keterkaitan investasi).

PERTANIAN SEBAGAI SEKTOR UNGGULAN

Pembangunan pertanian menempati prioritas utama pemba-ngunan dalam pembangunan ekonomi nasional. Karena itu sektor pertanian merupakan sektor utama pembangunan ekonomi nasional.

Dalam pendekatan perhitungan pendapatan nasional, sektor pertanian terdiri dari sub-sektor tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan. Selain sektor pertanian, terdapat delapan sektor ekonomi lainnya yang secara bersama menentukan besarnya pertumbuhan ekonomi bangsa melalui pendapatan domestik (GDP) dan pendapatan nasional (GNP).

Kedudukan sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi nasi-onal adalah cukup nyata, dilihat dari proporsinya terhadap pendapatan nasional. Pada tahun 1993, sumbangan sektor pertanian terhadap GDP adalah 18%, kemudian turun menjadi 15% pada tahun 1997. Namun dengan adanya krisis ekonomi, kembali sektor pertanian menunjukkan peranannya yang lebih besar yaitu sumbangannya sebesar 17% pada GDP pada tahun 1998. Lihat Statistik Indonesia 1994, 1997, dan 1998, BPS, Jakarta

Selain kontribusinya melalui GDP, peran sektor pertanian dalam pembangunan nasional dapat dilihat dari peran sektor pertanian yang sangat luas, mencakup beberapa indikator antara lain:

1. Pertama, pertanian sebagai penyerap tenaga kerja yang terbesar. Data Sakernas menunjukkan bahwa pada tahun 1997, dari sekitar 87 juta jumlah tenaga kerja yang bekerja, sekitar 36 juta diantaranya bekerja di sektor pertanian. Lihat Sakernas 1986 dan 1997, BPS, Jakarta.

2. Kedua, pertanian merupakan penghasil makanan pokok pendu-duk. Peran ini tidak dapat disubstitusi secara sempurna oleh sektor ekonomi lainnya, kecuali apabila impor pangan menjadi pilihan.

3. Ketiga, komoditas pertanian sebagai penentu stabilitas harga. Harga produk-produk pertanian memiliki bobot yang besar dalam indeks harga konsumen sehingga dinamikanya sangat berpengaruh terhadap inflasi.

4. Keempat, akselerasi pembangunan pertanian sangat penting untuk mendorong ekspor dan mengurangi impor. Pembangunan per-tanian mencakup pemasaran dan perdagangan komoditas.

Dalam sis-tem rantai agribisnis, pemasaran dan perdagangan komoditas pertanian sangat penting dalam menentukan nilai tambah produk. Dengan pemasaran baik di dalam maupun ke luar negeri maka harga dan nilai tambah pertanian yang diterima oleh petani produsen akan semakin tinggi. Sebaliknya dengan adanya impor maka produk dalam negeri akan bersaing dalam merebut pasar domestik. Dengan produk domestik yang berdaya saing tinggi maka ekspor dapat dipacu dan akhirnya menghasilkan devisa bagi pembangunan. Namun dengan rendahnya daya saing maka barang impor akan masuk ke dalam negeri, dan devisa negara harus dibelanjakan ke luar negeri.

Ke lima, komoditas pertanian merupakan bahan industri manu-faktur pertanian. Masih dalam suatu sistem rantai agribisnis, industri manufaktur (pengolahan) pertanian, baik yang mengolah komoditas pertanian maupun yang menghasilkan input pertanian menduduki tempat yang penting. Kegiatan industri manufaktur pertanian hanya bisa berjalan apabila memang ada kegiatan produksi yang sinergis. Dengan demikian kehadiran sektor pertanian adalah prasyarat bagi adanya sektor industri manufaktur pertanian yang berlanjut.

Ke enam, pertanian memiliki keterkaitan sektoral yang tinggi. Keterkaitan antara sektor pertanian dengan sektor lain dapat dilihat dari aspek keterkaitan produksi, keterkaitan konsumsi, keterkaitan investasi, dan keterkaitan fiskal. Berdasarkan sifat keterkaitan maka dikenal keterkaitan ke belakang (backward linkage) dan keterkaitan ke depan (forward linkage). Di Indonesia, sektor pertanian mempunyai keterkaitan ke belakang yang kuat dalam menciptakan titik temu antarsektor yang lebih efektif dari pada keterkaitan ke depan.

KESIMPULAN

Nilai Tukar Petani merupakan salah satu indikator untuk mengukur tingkat kondisi kesejahteraan petani. Nilai Tukar Petani (NTP) adalah rasio antara indeks harga yang diterima petani (IT) dengan indeks harga yang dibayar petani (IB) yang dinyatakan dalam persentase yang secara konsepsional NTP adalah pengukur kemampuan tukar barang-barang (produk) pertanian yang dihasilkan petani dengan barang atau jasa yang diperlukan untuk konsumsi rumah tangga dan keperluan dalam memproduksi produk pertanian.

Berhasilnya pembangunan ekonomi negara maju dimulai dengan industrialisasi dengan menciptakan produk untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Setelah subtitusi berhasil, sebagian hasilnya diekspor ke luar negeri dan ditukarkan dengan barang kebutuhan pembangunan.

Kebanyakan negara berkembang memajukan industrialisasi di negaranya dengan harapan akan meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Industrialisasi dilakukan melalui dua cara, yaitu substitusi impor dan diversifikasi impor. Penyelenggaraan industrialisasi membutuhkan banyak perlengkapan kapital (modal), akan tetapi kebanyakan negara berkembang belum mampu membuat perlengkapan kapital secara mandiri.

Untuk memenuhi kebutuhan perlengkapan kapital, negara akan mengekspor barang primernya agar dapat mengimpor dengan barang kapital. Jadi perekonomian negara berkembang dibangun atas dasar ekspor produksi barang impornya. Kebutuhan negara berkembang akan barang kapital berkesinambungan dengan kebutuhan negara maju untuk memelihara kelangsungan produksi barang-barang primer. Karena terlalu fokus pada produksi primer untuk diekspor, negara berkembang mengalami ketidakstabilan pendapatan dalam pembangunan ekonominya.

DAFTAR PUSTAKA

Dumairy, 1996,. Perekonomian Indonesia. Jakarta : Penerbit Erlangga

Tambunan, Tulus T.H., 2003. Perekonomian Indonesia. Jakarta : Penerbit Ghalia Indonesia

Sukirno, Sadono. 2006. Makroekonomi Teori Pengantar. Jakarta : PT  Raja Grafindo Persada.

--http://faidzothman.blogspot.com/2013/02/pertanian-sebagai-sektor-unggulan.html--

»»  Baca Lebih Lanjut...

Definisi Hukum Syariah

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hukum yang diturunkan oleh Allah SWT kepada manusia, pasti memiliki tujuan untuk kemaslahatan manusia, karena hukum diciptakan oleh Allah tentu bukan untuk Allah sebagai Syari’ (Lawgiver) karena Allah tidak membutuhkan suatu hukum untuk diri-Nya, dan tentu bukan pula diciptakan untuk hukum itu sendiri karena kalau demikian maka keberadaan hukum itu akan sia-sia, akan tetapi hukum diciptakan untuk kehidupan manusia di dunia.[1] Dengan demikian, hukum yang terkandung dalam ajaran agama Islam memiliki dinamika yang tinggi. Dan dapat dikatakan bahwa hukum Islam berakar pada prinsip-prinsip universal yang mencakup atau meliputi sasaran atau keadaan yang sangat luas, dapat menampung perubahan-perubahan sesuai dengan kebutuhan ummat manusia yang terus berkembang mengikuti perubahan tanpa bertentangan dengan nilai-nilai yang digariskan oleh Allah SWT.

Kita sebagai seorang ekonom muslim, tentunya sedikit banyak harus memahami dasar-dasar tentang hukum syari’ah. Terlebih yang berkaitan dengan hukum-hukum yang mengatur tentang bisnis. Karena yang demikian itu akan menjadi dasar dan pegangan kita, agar apa yang kita lakukan dalam berbisnis tidak menyalahi aturan, dan tentunya selalu diridhoi Allah SWT.

Fokus Pembahasan

1. Definisi hukum syar’iah

2. Tujuan dari hukum syari’ah

3. Sumber hukum syari’ah

4. Ciri-ciri dan watak hukum syari’ah

5. Perbedaan hukum syar’ah dengan bentuk hukum lainnya

6.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Hukum Syari’ah

Hukum adalah segala peraturan-peraturan atau kaedah-kaedah dalam kehidupan bersama yang dapat dipaksakan dengan suatu sanksi dalam pelaksanaannya[2]. Pandangan tiap-tiap orang ataupun tiap ahli hukum tentang pengertian hukum itu berbeda-beda. Berikut pendapat para tokoh mengenai definisi hukum[3]:

1. Plato, dilukiskan dalam bukunya Republik. Hukum adalah sistem peraturan-peraturan yang teratur dan tersusun baik yang mengikat masyari’ahat.

2. Aristoteles, hukum hanya sebagai kumpulan peraturan yang tidak hanya mengikat masyari’ahat tetapi juga hakim. Undang-undang adalah sesuatu yang berbeda dari bentuk dan isi konstitusi; karena kedudukan itulah undang-undang mengawasi hakim dalam melaksanakan jabatannya dalam menghukum orang-orang yang bersalah.

3. Mr. E.M. Mayers, hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan ditinjau kepada tingkah laku manusia dalam masyari’ahat dan yang menjadi pedoman penguasa-penguasa negara dalam melakukan tugasnya.

Dalam istilah Islam, dikenal dengan nama Syari’ah. Menurut etimologi, kata Syari’ah berakar pada kata ش ر ع yang berarti مورد الماء الذي يقصد للشرب yang artinya “Sumber air yang dituju untuk minum”. Sedangkan menurut terminologi adalah kumpulan perintah dan hukum-hukum yang diadakan oleh Allah untuk umatNya yang dibawa oleh seorang Nabi, baik yang bersifat i’tiqadiyah maupun ‘amaliyah yang diwajibkan oleh Islam untuk diterapkan guna merealisasikan tujuannya yakni kebaikan dalam masyari’ahat.”[4]

Jadi, pembahasan syari’ah meliputi segala hukum, baik yang berhubungan dengan aqidah, akhlak, dan yang berhubungan dengan perilaku manusia yang berupa perkataan, perbuatan, dan tindakan-tindakan lainnya yang tidak termasuk dalam masalah aqidah dan akhlaq.

Hukum syari’ah menurut ulama ushul ialah doktrin (kitab) syari’ yang bersangkutan dengan perbuatan orang-orang mukallaf yang bersangkutan dengan perbuatan orang-orang mukallaf secara perintah atau diperintahkan memilih atau berupa ketetapan (taqrir).Sedangkan menurut ulama fiqh hukum syara ialah efek yang dikehendaki oleh kitab syari’ dalam perbuatan seperti wajib, haram dan mubah.

Dari definisi tersebut, syariat meliputi:

1. Ilmu Aqoid (keimanan)

2. Ilmu Fiqih (pemahan manusia terhadap ketentuan-ketentuan Allah)

3. Ilmu Akhlaq (kesusilaan)

B. Tujuan dari Hukum Syari’ah

Dalam setiap bahasan usul fiqih, topik hukum selalu dikaitkan dengan Hakim (musyari’), hukum itu sendiri (mahkum fih), dan obyek hukum (mahkum bih) yang berkaitan dengan taklif (perbuatan dan nilainya) dan mahkum alaih (mukallaf). Dalam leksiologi usuliyah, term musyari’ pada lazimnya disebut sebagai “hakim” yakni yang membuat hukum. Muhammad Abu Zahrah menyatakan bahwa jumhur ulama Islam sepakat bahwasannya Allah SWT adalah satu-satunya Hakim dalam Islam, dan tiada syari’ah tanpa Allah SWT.

Oleh karena Allah SWT sebagai Dzat yang membuat syari’ah, maka dengan demikian yang dimaksud dengan musyari’ adalah Allah SWT itu sendiri. Sedangkan fungsi Nabi SAW hanyalah sebagai penyampai hukum-hukum-Nya yang telah diciptakan. Dengan demiukian, ia bukanlah sebagai pencipta hukum, sebagaimana seringkali disalah artikan oleh kalangan tertentu. Hnya saja tugas nubuwah itu tidak lepas dari control Allah SWT, apalagi apa yang disampaikan oleh Rosul SAW itu pada hakikatnya adalah wahyu juga.[5]

Yang jelas, bahwa Allah SWT dalam memberikan taklif (beban tanggung jawab) kepada mukallaf sudah barang tentu mengandung makna kemaslahatan yang akan mendatangkan kebaikan (khoir) dan menolak kerusakan bagi manusia. Suatu pembebanan diciptakan bukan untuk kepentingan Allah sendiri, melainkan untuk mukallaf semata. Karena itu Allah menetapkan hukum akan memperoleh pahala bagi yang berbuat kebajikan, di samping menetapkan hukum kan memikul dosa bagi yang berbuat keburukan (kejahatan).

Justru karena itu, jelas sekali tujuan-tujuan yang akan diraih dengan diberlakukannya hukum Islam, yakni untuk kemaslahatan, kerahmatan dan keadilan serta kebahagiaan dan terpeliharanya individu dan masyari’ahat dalamkehidupan peradaban dunianya. Untuk mencapai tujuan tersebut menurut Ar-Rokhili-Islam meletakkan undang-undang atas dasar prinsip menghilangkan kesulitan dan kemadharatan, terwujudnya keadilan dan musyawarah, pemeliharaan hak-hak individu dan masyari’ahat, melaksanakan amanah, dan kreatifitas ulama dalam memecahkan masalah fiqhiyah di mana prinsip-prinsip tersebut diikuti dengan akhlak yang mulia. Selain itu hikum yang ditetapkan Islam yang berpijak pada kemaslahatan itu diharapkan terjadi sepanjang hayat manusia.

Seperti yang telah banyak dibahas sebelumnya bahwa bentuk maslahah yang dijadikan sebagai dasar dalam menakar Maqashid Syari’ah terdiri dari dua bentuk, yaitu:   

1. Mewujudkan manfaat, kebaikan, dan kesenangan untuk manusia, yang disebut dengan ”jalb al-manafi’/ al-mashalih”;

2. Menghindarkan manusia dari kerusakan dan keburukan, yang disebut dengan ”daf’u al-mafasid”. Untuk menentukan baik-buruknya (manfaat atau mafasadah) suatu perbuatan dan guna mewujudkan tujuan pokok pembentukan dan pembinaan hukum, maka tolak ukurnya adalah apa yang menjadi kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia.[6]

Ibnu Qayyim menjelaskan bahwa Tujuan Hukum Islam adalah untuk mewujudkan kemashlahatan hamba dunia dan akhirat. Menurutnya, seluruh hukum itu mengandung keadilan, rahmat, kemashlahatan dan Hikmah, jika keluar dari keempat nilai yang dikandungnya, maka hukum tersebut tidak dapat dinamakan Hukum Islam.[7] Hal senada juga dikemukakan oleh al-syatibi, Ia menegaskan bahwa semua kewajiban diciptakan dalam rangka merealisasikan kemashlahatan hamba. Tak satupun hukum Allah yang tidak mempunyai tujuan. Hukum yang tidak mempunyai tujuan sama juga dengan taklif ma la yutaq’ (membebankan sesuatu yang tidak dapat dilaksanakan).[8] Dalam rangka mewujudkan kemashlahatan dunia dan akhirat itulah, maka para ulama Ushul Fiqh merumuskan tujuan hukum Islam tersebut kedalam lima misi, semua misi ini wajib dipelihara untuk melestarikan dan menjamin terwujudnya kemashlahatan. Kelima misi (Maqashid al-Syari’ah / Maqashid al-Khamsah) dimaksud adalah memelihara Agama, Jiwa, Aqal, Keturunan dan Harta.[9]

Lebih jauh pabila diklasifikasikan, tujuan hukum Islam dibagi menjadi tiga, yakni tujuan syari’ah mensyariatkan hukum Islam, tujuan pembebanan hukum Islam bagi mukallaf dan tujuan mukallaf dalam menerima hukum Islam.

a. Tujuan syari’ah mensyariatkan hukum Islam

Tujuan macam ini terbagi atas tiga tingkatan, yaitu tingkatan al-Dlaruriyah, al-Hijaiyah, dan al-Tahsiniyah. Tingkatan al-Dlaruriyah, yaitu tingkatan esensi dalam kehidupan manusia, baik kehisupan diniyah (agama) maupun dunyawiyah (keduniaan). Adapun yang dimaksud dengan tingkatan Hajiyah adalah segala sesuatu yang dibutuhkan manusia untuk menghilangkan kesulitan dan menolak masyaqat.[10] Sedangkan yang dimaksud tingkatan al-tashiniyah, dalah segala sesuatu yang berhubungan dengan kewibawaan dan keutamaan akhlak sekadar untuk memenuhi keindahan tradisi, baik dalam bidang ibadah, muamalah, kebiasaan maupun uqubat.[11]

  1. Tujuan pewmbenaan hukum Islam bagi mukallaf

Setiap taklif yang diberikan pada manusia selalu selaras dengan kemampuannya. Allah swt membuat hukum adalah untuk kepentingan manusia, karena itu semua yang dibebankan dapat dilakukan. Adapun tujuan syari’ah dalam pembebanan hukum terhadap mukallaf, antara lain adalah:

· Agar mukallaf tidak menuruti hawa nafsunya dan selalu menjadi hamba Allah swt yang baik (‘abd)

· Menjadikan mukallaf sebagai orang yang subtantif falam beramal, seperti bersifat ikhlas dalam beramal agar hasilnya berkualitas

· Dan menjadikan mukallaf sebagai orang yang menjaga tabi’iyah atau keotentikan syari’ah agar menghasilkan ibadah yang sesuai tuntunan dan menghasilkan tujuan ditaklifkannya syari’ah, seperti perolehan maslahah dan trerhindar dari mafsadah.

  1. Tujuan mukallaf dalam menerima hukum Islam

Tidak semua perbuatan mukallaf mempunyai nilai ibadah, karena hal itu ditentukan oleh niatnya. Bisa jadi perbuatan mujkallaf sebagian ada yang dikategorikan hanya sebagai adat atau tradisi sehari-hari yang sudah lama dipraktikkan dan ada pula yang dikataegorikan sebagai perbuatan ibadah.

Adapun tujuan-tujuan mukallaf dalam penerimaan hgukum antara lain:

· Pelaksanaan taklif merupakan daya ikhtiar dan kemauan mukallaf, artinya bukan karena paksaan agar mendapat pahala

· Pelaksanaan syari’ah harus sesuai dengan yang disyariatkan, karena jika tidak maka amalan itu bukan merupakan amalan syari’ah dan tidak mendapat pahala

· Pelaksanaan syari’ah harus sesuai dengan tujuan diciptakannya syari’ah, jika tidak maka akan batal

· Pelaksanaan syari’ah harus mendatangkan manfaat dan menolak madlarat (mara bahaya)

· Pelaksanaan syari’ah merupakan manifestasi dari pemenuhan hak Allah

· Pelaksanaan syari’ah bagi mukallaf tidak boleh direkayasa

Hukum Islam pada prinsipnya merupakan ajaran Ilahi (Rabb) yang harus dipatuhi oleh manusia tanpa kecuali, sebagai rasa ketundukan hanya kepada-Nya. Dalam hal ini manusia berfungsi sebagai objek, sekaligus sebagai subjek pelaku hukum itu sendiri. Hal ini bias terjadi, karena dengan akalnya manusia mampu membedakan antara hak dan kewajiban, antara halal dan haram, mana wilayah yang boleh dikerjakan dan mana wilayah yang dilarang. Bagi selain manusia, semua ini mustahil bias dikerjakan. Justru karena itu istilah mukallaf yakni orang yang dikanai aturan hukum hanyalah manusia, setelah ia menjadi mumayyiz, yakni cukup akal yang mampu membedakan mana yang wajib dikerjakan dan mana yang haram dierjakan, mana yang benar dan mana yang batil.

Orang yang mumayyiz dalam Islam dipakai sebagai standar kedewasaan yang cakap hukum dan mampu membedakan mana hak dan mana kewajiban. Dengan demikian, didalam Islampun, sama halnya dengan didalam ketentuan hukum positif, di mana anak-anak yang belum dewasa atau yang masih di dalam pengampuan dianggap belum cakap hukum sehingga dianggap tidak sah dalam melakukan tindakan (hubungan) hukum.

Dalam sistematika ajaran Islam, hubungan manusia dengan Tuhan (verrtikal) dikenal dengan istilah ibadah. Sedangkan dalam kaitan hubungan antara manusia dengan sesamanya, tau makhluk lain dan lingkungannya (horizontal) dikenal dan diatur dalam ketentuan muamalah. Dalam ketentuan-ketentuan muamalah inilah segala aktifitas bisnis (ekonomi) yang dilakukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya diatur secara rinci.

C. Sumber Hukum Syari’ah

Dengan pengertian hukum seperti dijelaskan pada poin A, maka tidaklah berarti bahwa hukum syari’ah hanyalah berupa firman (wahyu/nas) yang datang dari pembuat syari’ah semata-mata, tanpa memasukkan dalil-dalil syari’ah lain yang tidak berupa nas, seperti ijma’, qiyas dan lain-lain. Dalil syari’ah ini kendati tidak berupa nas, namun apabila kita teliti adalah berasal dari nas juga. Dengan demikian dalil-dalil tersebut termasuk firman dari pembuat syari’ah, sekalipun tidak secara langsung. Dan berikut sumber-sumber yang dijadikan oleh para ulama dalam mengkaji hukum-hukum syar’iat.[12]

1. Al Qur’an

Al Qur’an merupakan sumber hukum Islam yang utama. Setiap muslim berkewajiban untuk berpegang teguh kepada hukum-hukum yang terdapat di dalamnya agar menjadi manusia yang taat kepada Allah SWT, yaitu menngikuti segala perintah Allah dan menjauhi segala larangnannya
Al Qur’an memuat berbagai pedoman dasar bagi kehidupan umat manusia.

  1. Tuntunan yang berkaitan dengan keimanan/akidah, yaitu ketetapan yantg berkaitan dengan iman kepada Allah SWT, malaikat-malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul, hari akhir, serta qadha dan qadar
  2. Tuntunan yang berkaitan dengan akhlak, yaitu ajaran agar orang muslim memilki budi pekerti yang baik serta etika kehidupan.
  3. Tuntunan yang berkaitan dengan ibadah, yakni shalat, puasa, zakat dan haji.
  4. Tuntunan yang berkaitan dengan amal perbuatan manusia dalam masyari’ahat

2. Hadits

Hadits merupakan segala tingkah laku Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan.[13] Hadits merupakan sumber hukum Islam yang kedua setelah Al Qur’an. Allah SWT telah mewajibkan untuk menaati hukum-hukum dan perbuatan-perbuatan yang disampaikan oleh nabi Muhammad SAW dalam haditsnya. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Hasyr ayat 7:

!$¨B uä!$sùr& ª!$# 4’n?tã ¾Ï&Î!qß™u‘ ô`ÏB È@÷dr& 3“tà)ø9$# ¬Tsù ÉAqß™§=Ï9ur “Ï%Î!ur 4’n1öà)ø9$# 4’yJ»tGuŠø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur Èûøó$#ur È@‹Î6¡¡9$# ö’s1 Ÿw tbqä3tƒ P's!rߊ tû÷üt/ Ïä!$uŠÏYøîF{$# öNä3ZÏB 4 !$tBur ãNä39s?#uä ãAqß™§9$# çnrä‹ã‚sù $tBur öNä39pktX çm÷Ytã (#qßgtFR$$sù 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ߉ƒÏ‰x© É>$s)Ïèø9$# ÇÐÈ

“Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.”

Perintah meneladani Rasulullah SAW ini disebabkan seluruh perilaku Nabi Muhammad SAW mengandung nilai-nilai luhur dan merupakan cerminan akhlak mulia. Apabila seseorang bisa meneladaninya maka akan mulia pula sikap dan perbutannya. Hal tersebut dikarenakan Rasulullah SAW memilki akhlak dan budi pekerti yang sangat mulia. Hadits sebagai sumber hukum Islam yang kedua, juga dinyatakan oleh Rasulullah SAW:

Artinya: “Aku tinggalkan dua perkara untukmu seklian, kalian tidak akan sesat selama kalian berpegangan kepada keduanya, yaitu kitab Allah dan sunah rasulnya”. (HR Imam Malik)

Hadits merupakan sumber hukum Islam yang kedua memilki kedua fungsi sebagai berikut.

  • Memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Al Qur’an, sehingga kedunya (Al Qur’an dan Hadits) menjadi sumber hukum untuk satu hal yang sama.
  • Memberikan rincian dan penjelasan terhadap ayat-ayat Al Qur’an yang masih bersifat umum.
  • Menjadi rujukan dasar suatu masalah, apabila masalah tersebut penyelesaiaannya tidak dalam Al-Quran

3. Ijtihad

Ijtihad ialah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memecahkan suatu masalah yang tidak ada ketetapannya, baik dalam Al Qur’an maupun Hadits, dengan menggunkan akal pikiran yang sehat dan jernih, serta berpedoman kepada cara-cara menetapkan hukum-hukum yang telah ditentukan. Hasil ijtihad dapat dijadikan sumber hukum yang ketiga. [14]

Hasil ini berdasarkan dialog Nabi Muhammad SAW dengan sahabat yang bernama muadz bin jabal, ketika Muadz diutus ke negeri Yaman. Nabi SAW, bertanya kepada Muadz,” bagaimana kamu akan menetapkan hukum kalau dihadapkan pada satu masalah yang memerlukan penetapan hukum?”, Muadz menjawab, “Saya akan menetapkan hukumdengan Al Qur’an, Rasul bertanya lagi, “Seandainya tidak ditemukan ketetapannya di dalam Al Qur’an?” Muadz menjawab, “Saya akan tetapkan dengan Hadits”. Rasul bertanya lagi, “seandainya tidak engkau temukan ketetapannya dalam Al Qur’an dan Hadits”, Muadz menjawab” saya akan berijtihad dengan pendapat saya sendiri” kemudian, Rasulullah SAW menepuk-nepukkan bahu Muadz bi Jabal, tanda setuju. Kisah mengenai Muadz ini menjadikan ijtihad sebagai dalil dalam menetapkan hukum Islam setelah Al Qur’an dan hadits.[15]

Untuk melakukan ijtihad (mujtahid) harus memenuhi beberapa syarat berikut ini:

  1. Mengetahui isi Al Qur’an dan Hadits, terutama yang bersangkutan dengan hukum
  2. Memahami bahasa arab dengan segala kelengkapannya untuk menafsirkan Al Qur’an dan hadits
  3. Mengetahui soal-soal ijma
  4. Menguasai ilmu ushul fiqih dan kaidah-kaidah fiqih yang luas.

Islam menghargai ijtihad, meskipun hasilnya salah, selama ijtihad itu dilakukan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan. Dalam hubungan ini Rasulullah SAW bersabda :

اِذَا حَكَمَ الْحَاكِمَ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ اَصَابَ فَلَهُ اَجَرَانِ وَ اِذَا حَكَمَ وَاجْتَهَدَ ثُمَّ اَخْطَأَ فَلَهُ اَجْرٌ ( رواه البخارى و مسلم (

“Apabila seorang hakim dalam memutuskan perkara melakukan ijtihad dan ternyata hasil ijtihadnya benar, maka ia memperoleh dua pahala dan apabila seorang hakim dalam memutuskan perkara ia melakukan ijtihad dan ternyata hasil ijtihadnya salah, maka ia memperoleh satu pahala.” (HR Bukhari dan Muslim)

Islam bukan saja membolehkan adanya perbedaan pendapat sebagai hasil ijtihad, tetapi juga menegaskan bahwa adanya beda pendapat tersebut justru akan membawa rahmat dan kelapangan bagi umat manusia. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda:

اِخْتِلاَ فِ اُمَّتِيْ رَحْمَةٌ (رواه نصر المقدس(

”… Perbedaan pendapat di antara umatku akan membawa rahmat” (HR Nashr Al muqaddas)

Dalam berijtihad seseorang dapat menempuhnya dengan cara ijma’ dan qiyas. Ijma’ adalah kesepakatan dari seluruh imam mujtahid dan orang-orang muslim pada suatu masa dari beberapa masa setelah wafat Rasulullah SAW. Berpegang kepada hasil ijma’ diperbolehkan, bahkan menjadi keharusan.[16] Dalilnya dipahami dari firman Allah SWT dalam surat An-Nisa’ ayat 59 :

$pkš‰r'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãè‹ÏÛr& ©!$# (#qãè‹ÏÛr&ur tAqß™§9$# ’Í<'ré&ur ͐öDF{$# óOä3ZÏB (

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.

Dalam ayat ini ada petunjuk untuk taat kepada orang yang mempunyai kekuasaan dibidangnya, seperti pemimpin pemerintahan, termasuk imam mujtahid. Dengan demikian, ijma’ ulama dapat menjadi salah satu sumber hukum Islam. Contoh ijma ialah mengumpulkan tulisan wahyu yang berserakan, kemudian membukukannya menjadi mushaf Al Qur’an, seperti sekarang ini.

Sedangkan Qiyas (analogi) adalah menghubungkan suatu kejadian yang tidak ada hukumnya dengan kejadian lain yang sudah ada hukumnya karena antara keduanya terdapat persamaan illat atau sebab-sebabnya. Contohnya, mengharamkan minuman keras, seperti bir dan wiski. Haramnya minuman keras ini diqiyaskan dengan khamar yang disebut dalam Al Qur’an karena antara keduanya terdapat persamaan illat (alasan), yaitu sama-sama memabukkan. Jadi, walaupun bir tidak ada ketetapan hukmnya dalam Al Qur’an atau hadits tetap diharamkan karena mengandung persamaan dengan khamar yang ada hukumnya dalam Al Qur’an.[17]

Sebelum mengambil keputusan dengan menggunakan qiyas maka ada baiknya mengetahui Rukun Qiyas, yaitu:

  1. Dasar (dalil)
  2. Masalah yang akan diqiyaskan
  3. Hukum yang terdapat pada dalil
  4. Kesamaan sebab/alasan antara dalil dan masalah yang diqiyaskan

Dan Bentuk Ijtihad yang lain, diantaranya :[18]

  • Istihsan/Istislah, yaitu mentapkan hukum suatu perbuatan yang tidak dijelaskan secara kongret dalam Al Qur’an dan hadits yang didasarkan atas kepentingan umum atau kemashlahatan umum atau unutk kepentingan keadilan
  • Istishab, yaitu meneruskan berlakunya suatu hukum yang telah ada dan telah ditetapkan suatu dalil, sampai ada dalil lain yang mengubah kedudukan dari hukum tersebut
  • Istidlal, yaitu menetapkan suatu hukum perbuatan yang tidak disebutkan secara kongkret dalam Al Qur’an dan hadits dengan didasarkan karena telah menjadi adat istiadat atau kebiasaan masyari’ahat setempat. Termasuk dalam hal ini ialah hukum-hukum agama yang diwahyukan sebelum Islam. Adat istiadat dan hukum agama sebelum Islam bisa diakui atau dibenarkan oleh Islam asalkan tidak bertentangan dengan ajaran Al Qur’an dan hadits
  • Maslahah mursalah, ialah maslahah yang sesuai dengan maksud syari’ah yang tidak diperoleh dari pengajaran dalil secara langsung dan jelas dari maslahah itu. Contohnya seperti mengharuskan seorang tukang mengganti atau membayar kerugian pada pemilik barang, karena kerusakan diluar kesepakatan yang telah ditetapkan.[19]
  • Al ‘Urf, ialah urursan yang disepakati oelh segolongan manusia dalam perkembangan hidupnya
  • Zara’i, ialah pekerjaan-pekerjaan yang menjadi jalan untuk mencapai mashlahah atau untuk menghilangkan mudarat.

D. Ciri-Ciri dan Watak Hukum Syari’ah

Hal lain yang perlu dikeepankan dalam ruang ini adalah ciri-ciri khas huku Islam itu sendiri. Fathi Ridhwan, dalam bukunya “Min Falsafah al-Tasyri al-Islam” menyatakan bahwa ciri-ciri khas hukum Islam ada tiga macam yakni:

  • Manusiawi (insani). Islam disyariatkan bukanlah sekedar membawa kemaslahatan, tetapi juga untuk memenuhi tabiat manusia, baik yang berlahiriyah maupun batiniah.
  • Bermoral (akhlaqi). Maksudnya adalah bahwa hukum Islam itu berpijak pada kode etik yakni suatu ciri yang mendudukkan kehormatan Tuhan dan sesame manusia secara roposional sehingga masing-masing kelompok merasa dihargai dan diakui eksistensinya.
  • Universal, yang maksudnya adalah hukum Islam mencakup totalitas masyarakat yang ada tanpa mendiskriminasikan bangsa dan suku.

Lebih jauh lagi yang perlu dikedepankan adalah tentang watak-watak yang dimiliki oleh hukum Islam. Antara lain, yaitu takamul (kesempurnaan), wasatiyah (keharmonisan), dan harakah (dinamis).

Islam disyariatkan kepada Nabi Muhammad SAW dan pengikutnya merupakan penyempurna bagi agama-agama sebelumnya, karena Islam yang saat ini telah dipelajari oleh seluruh manusia yang mengakuinya adalah agama wahyu terakhir dan tidak akan berubah sampai akhir nanti.

Hukum Islam mampu menghimpun segala studi dan aspek yang berbeda-beda didalam suatu kesatuan, sehingga hukum Islam itu bersifat syumul (universal) yang dapat melayani semua golongan (bangsa) di planet bumi. Betapa banyak indikasi yang mengisyaratkan kesempurnaan ajaran Islam yang bersumber pokok dari Yang Maha Segala-galanya yang meliputi berbagai ranah kehidupan. Misalnya, akidah, politik-ketatanegaraan, sosial-kemasyarakatan, budaya, pertahanan-keamanan, kependudukan, kesehatan, kehakiman, perekonomian, dan lain sebagainya. Khusus yang berkaitan dengan ranah perekonomian (bisnis), disyariatkan hukum jual-beli, diharamkannya praktik riba.

Lebih dari itu Islam mewajibkan zakat dari hasil usaha (corporate), hasil pertambangan, hasil pertanian, dan lain sebagainya yangh kesemuanya itu mempunyai nilai bisnis guna memenuhi kebutuhan hidup manusia. Semua ini merupakan indikasi disyariatkannya kerja yang berbasis ekonomi yang diajarkan dalam Islam.

Apabila dicermati, banyak didapati didalam hukum Islam yang selalu mengambil jalan tengah, jalan seimbang yang tidak memberatkan salah satunya, menyelaraskan antara yang ideal dan factual, yang empiric dan metaempirik, jasmani dan rohani, dan sebagainya. Indikasi karakter wastiyah ini antara lain, hukum Islam tidak memihak hukum nasrani dan hukum Yahudi, tetapi mengambil jalan tengah.

Selain itu, hukum Islam menempatkan hak dan kewajiban sebagaimana mestinya secara proporsional. Hanya saja Islam Mengajarkan agar manusia sebelum menuntut haknya, terlebih [20]dahulu harus menunaikan kewajiban yang dibebankan kepadanya. Dalam membelanjakan harta, umat Islam tidak boleh berlebih-lebihab dan tidak tidak boleh juga terlalu sedikit.

Selain itu yang tidak kalah pentingnya, bahwa Allah swt memberikan taklif kepada umat Muhammad SAW seimbang dengan balasan yang diterimanya. Inilah kiranya gambaran yang mencerminkan aspek keharmonisan atau keseimbangan yang sangat ditekankan di dalam ajaran Islam.

Hukum Islam mempunyai kemampuan bergerak dan berkembang, mempunyai daya tahan hidup yang tak terbatas karena sumber pokoknya adalah Allah swt. Bahkan hukum Islam dapat membentuk diri sesuai dengan perkembangan dan kemajuan zman dimanapun dan kapanpun saja.

Dengan dibukanya pintu ijtihad yang bias dilakukan oleh orang yang kompeten, maka hukum Islam mampu menjawab segala tantangan masa, dapat memenuhi harapan zaman dengan tetap memelihara kepribadian dan nilai-nilai asasinya. Sekalipun dikatakan bahwa hukum Islam memiliki nilai samawi yang bersifat absolut dan universal tetapi ia juga mengakui adanya perbeaan konfigurasi hukum. Semangat keabsolutan dan keuniversalan hukum Islam tetap dipertahankan, sedangkan konfigurasi dari hukum itu dapat didinamisir, guna menghindarkandari kebekuan dan kelambanan yang dapat menghambat kreativitas individu, sehingga penekanannya ditujukan pada penyesuaian tuntunan perubahan, agar esensi dari hukum Islam dapat dikembangkan dalam situasi yang senantiasa berubah-ubah.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada intinya hukum islam, dalam hal-hal tertentu dapat disesuaikan dengan keadaan yang berubah, sekalipun perlu diakui ada wilayah permanen yang mustahil secara syar’I untuk dirubah. Wilayah yang tidak mungkin berubah itu menyangkut ranah tauhid dan ibadah murni yang telah jelas hukumnya. Seangkan untuk ranah diluar kedua wilayah itu Islam masih memberi ruang ijtihad sesuai dengan ketentuan, misalnya masalah ekonomi yang selalu berkembanhg yang seringkali tidak ditemukan hukumnya secara langsung dan jelas di dalam sumbet-sumber hukum yang ada khususnya Al-Quran dan sunnah.

Karena itu dengan melihat watak kedinamisan hukum Islam itu akhirnya dikenal kaidah usuliah yang menyatakan ‘perubahan huku menurut perubahan zaman, tempat, dan keadaan. Dengan tidak ada motif untuk melebih-lebihkan kevenaran hukum Islam disbanding dengan hukum yang lain, akan tetapi karena hukum Islam itu bersumber dari Allah swt maka kualitas kebenarannya jelas tidak perlu diragukan lagi. Sehingga akhirnya muncul istilah qathi’ (absolut) dan dzanni (relatif). Di dalam studi hikmatus syar’i biasanya diajarkan rahasia-rahasia hukum itu. Oleh karena itu untuk memudahkan para pelaku bisnis muslim agar terdorong mengikuti ajaran syariat, bagaimana mereka harus yakin bahwa segala ketentuan-ketentuan syar’iyang berkaitan dengan bisnis akan banyak mengandung niali dan hikmah yang tidak bahkan sulit dipahami. Mereka harus yakin bahwa nilai dan hikmah itu bukanlah untuk siapa, tetapi untuk diri mereka sendiri, tridak saja di dunia, namun kelak di akhirat. Hal ini sebagai refleksi sifat rahman Allah st yang siap diberikan kepada siapapun yang mau berusaha dan mengikuti ajaran-Nya. [21]

E. Perbedaan Hukum Syari’ah dengan Bentuk Hukum Lainnya

Hukum Islam tidak sama dengan hukum konvensional. Menurut Abdul Qadir Audah dalam “At-Tasyri al-Jinai al-Islamy Muqaran bil bil Qanunil Wad’iy”,  sejatinya hukum Islam tidak dapat dianalogikan dengan hukum konvensional. Betapa tidak. Hukum Islam merupakan produk Sang Pencipta, sedangkan hukum konvensional hasil pemikiran manusia.

“Ketika keduanya dianalogikan, ibarat membandingkan bumi dan langit dan manusia dengan Tuhan,” katau Audah. Berikut ini perbedaan dasar antara hukum Islam dan hukum konvensional :[22]

--- Sumber hukum ---

Pada prinsipnya, perbedaan yang paling mendasar antara hukum Islam dan hukum konvensional  adalah sumber hukumnya. Kedua hukum tersebut dengan jelas merepresentasikan sifat pembuat masing-masingnya. Hukum konvensional bersumber dari hasil pemikiran manusia yang ditetapkan untuk memenuhi segala kebutuhan mereka yang bersifat temporal. Hukum ini juga dibuat dengan kemampuan akal manusia yang memiliki keterbatasan dan kekurangan untuk memahami perkara gaib dan menghukumi perkara yang belum terjadi.

Sedangkan hukum Islam bersumber dari Allah SWT. Sejak diturunkan, hukum Islam mempunyai teori hukum yang terbaru yang baru dicapai oleh hukum konvensional akhir-akhir ini, padahal hukum konvensional lebih tua dari hukum Islam. Lebih dari itu, hukum Islam lebih banyak mencapai sesuatu yang tidak dapat dicapai oleh hukum konvensional.

Sebagai hukum hasil ciptaan manusia, hukum konvensional merepresentasikan kekurangan, kelemahan, dan ketidakmampuan manusia serta sedikitnya kecerdasan mereka. Hukum konvensional tentunya sarat dengan perubahan dan pergantian atau yang dinamakan dengan perkembangan (evolusi) seiring dengan perkembangan masyari’ahat, tingkatan, kedudukan, dan situasi mereka.

Adapun hukum Islam yang merupakan ciptaan Allah SWT merepresentasikan sifat kekuasaan, kesempurnaan, keagungan, dan pengetahuan-Nya yang mengetahui hal-hal yang telah terjadi dan akan terjadi di masa mendatang.

--- Kaidah hukum ---

Hukum konvensional adalah kaidah-kaidah yang terbaru untuk masyari’ahat pada saat itu, tetapi terbelakang untuk masyari’ahat masa depan. Ini karena hukum konvensional tidak berubah secepat perkembangan masyari’ahat dan tidak lain merupakan kaidah-kaidah yang temporal yang sejalan dengan kondisi masyari’ahat yang juga temporal. Jika kondisi masyari’ahatnya berubah, secara otomatis hukum-hukum mereka juga turut mengalami perubahan. Adapun hukum Islam merupakan kaidah-kaidah yang dibuat oleh Allah SWT yang bersifat selalu kekal (permanen) untuk mengatur urusan-urusan masyari’ahat.

Berbeda dengan hukum konvensional, kaidah-kaidah dan nas-nas hukum Islam harus bersifat umum dan fleksibel sehingga mampu memenuhi segala kebutuhan umat meskipun sampai akhir zaman dan kondisi masyari’ahat telah berkembang. Di samping kaidah dan nas hukum Islam harus juga bersifat mulia dan luhur sehingga tidak mungkin terlambat atau ketinggalan zaman.

--- Dasar hukum ---

Dasar dalam hukum konvensional disusun untuk mengatur urusan dan kehidupan masyari’ahat, bukan mengarahkan mereka. Karena itu, hukum yang disusun akan berubah dan mengalami perkembangan seiring dengan berkembangnya masyari’ahat tersebut. Artinya, masyari’ahatlah yang membentuk hukum, bukannya hukum yang membentuk masyari’ahat.

Dasar hukum konvensional yang demikian sejak kelahirannya telah berubah setelah Perang Dunia I, di mana banyak negara yang mulai menyerukan untuk menggunakan sistem baru yang dapat digunakan oleh hukum untuk mengarahkan masyari’ahat pada arah tertentu sebagaimana juga dipakai untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Negara yang pertama mengadopsi teori ini adalah negara Komunis Soviet lalu diikuti oleh Turki dengan ajaran sekuler Kemal Attaturk, Italia dengan ajaran fasisnya, Jerman dengan Nazinya, kemudian diikuti juga oleh negara-negara lainnya. Pada akhirnya, tujuan hukum konvensional saat ini adalah untuk menjadi sebuah aturan yang mengatur dan mengarahkan masyari’ahat menurut pandangan para pemimpinnya.

Sementara dasar hukum Islam tidak hanya mengatur urusan dan kehidupan masyari’ahat sebagaimana halnya pada hukum konvensional. Tetapi, lebih dari itu, hukum Islam juga berperan sebagai pembentuk individu-individu yang saleh, masyari’ahat yang saleh, membentuk format negara, dan tatanan dunia yang ideal. Atas dasar inilah, hukum Islam lebih tinggi daripada seluruh tingkatan hukum dunia pada saat diturunkannya dan hal tersebut masih tetap seperti itu hingga sekarang. Prinsip-prinsip dasar dan teori-teori hukum Islam ini baru dapat disadari dan dipahami oleh bangsa-bangsa non-Muslim setelah berabad-abad lamanya dan bahkan hingga masa kini.


BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Sebagai seorang ekonom muslim, paham akan hukum syariat merupakan suatu keharusan. Mulai dari status boleh tidaknya suatu tindakan dilakukan, hingga proses pengambilan hukum itu sendiri. dalam tulisan ini, sudah dijelaskan secara ringkas mulai dari pengertian hukum itu sendiri, lalu tujuan - tujuan dari hukum syariat. Kemudian dijelaskan pula sumber – sumber dalil hukum dan ruang lingkupnya yang luas. Ditambah lagi penjelasan perbedaanya dengan bentuk hukum yang lain, semakin membuat mantap pemahaman kita akan pentingya mempelajari ilmu hukum bisnis.

Tujuan sebenarnya dari belajar hukum syariat itu, kembali pada tujuan adanya hukum syariat itu sendiri. yaitu, untuk mewujudkan manfaat, kebaikan, dan kesenangan untuk manusia dan Menghindarkan manusia dari kerusakan dan keburukan. Selain itu, juga untuk adalah memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Dengan terjaganya hal – hal tersebut, untuk memajukan ekonomi yang sedang terpuruk, bukanlah menjadi satu mimpi yang menjadi penghias tidur. Akan tetapi menjadi suatu batu loncatan kea rah yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Djakfar, Muhammad. 2009. Hukum Bisnis. Malang : UIN-Malang Press

Ali, Mohammad Daud. 2000. Asas-asas Hukum Islam,Cet. Ke-5 Jakarta: CV. Rajawali

-----------------------------. 2000. Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Dewi, Gemala dkk. 2006. Hukum Perikatan Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana

Musbikin, Imam. 2001. Qawa’id al-Fiqhiyah Cet.1. Jakarta : Raja Grafindo Persada


[1] Imam Musbikin. Qawa’id al-Fiqhiyah, Cet. 1. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), lihat Syamsul Anwar (2006). Kontrak dalam islam….,hal. 12.

[2] Prof.H.Mohammad Daud Ali.S.H. Hukum Islam pengantar ilmu hukum dan tata hukum islam di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000). Hal. 5

[3] Ibid

[4] Ibid hal. 11

[5] Muhammad Djakfar, Hukum Bisnis (Malang: UIN Press, 2009) hal. 7-8

[6] Op.Cit., Prof. H. Mohammad Daud Ali…….. hal. 15

[7] Gemala Dewi dkk. Hukum Perikatan Islam di Indonesia, cet-2. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), h.33

[8] Ibid

[9] Ibid hal. 37

[10] Op Cit., Muhammad Djakfar…...,hal. 8-10

[11] Op Cit., Muhammad Djakfar…...,hal. 10-11

[12] Loc. Cit., Mohammad Daud Ali. Asas-asas Hukum Islam. hal. 20.

[13] Ibid., hal. 22

[14] Ibid., hal. 26

[15] Ibid., hal. 26

[16] Ibid., hal. 28

[17] Ibid., hal., 30

[18] Ibid., hal., 32

[19] Ibid., hal. 34.

Catatan pengarang dalam buku tersebut : Dalam beberapa tulisan para wahabi/ salafi, mereka memasukkan “Masalihul-mursalah” sebagai landasan dalil ketika membolehkan hal-hal baru. Ini terlihat dalam berbagai tulisan dan diskusi mereka tentang Bid’ah. “Masalihul-mursalah” adalah satu metode yang dipakai oleh Imam Maliki dalam madzabnya (madzab maliki) untuk menentukan hukum. Rupanya mereka berpegang pada imam Syatibi tentang definisi bid’ah itu, dan as Syatibi adalah seorang ulama bermadzab maliki.

[20] Op Cit., Muhammad Djakfar., hal. 17-21

[21] Op Cit., Muhammad Djakfar.,21

[22] Op Cit Imam Musbikin……………….. h 67

»»  Baca Lebih Lanjut...

Konsep Kepemilikan Harta dalam Islam

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Pemilik sesungguhnya dari sumber daya yang ada adalah Allah SWT, manusia dalam hal ini hanya penerima titipan untuk sementara saja. Sehingga sewaktu-waktu dapat di ambil kembali oleh Allah SWT. Oleh sebab itu kepemilikan mutlak atas harta tidak di akui dalam islam. Sebagaimana terdapat dalam firman Allah dalam Qs. Al-Baqarah ayat 284:

“Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hati mu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmun itu. Maka Allah mengampuni siapa yang di kehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu”

Manusia adalah khalifah atas harta miliknya, hal ini dijelasakan dalam QS. Al-Hadiid ayat 7: “Berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamun menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar”

FOKUS PEMBAHASAN

1. Konsep Harta dalam Islam

2. Konsep Kepemilikan dalam Islam

3. Sebab-sebab Kepemilikan dalam Islam

4. Perubahan Status Kepemelikan Harta

5. Perbandingan Konsep Hak Milik Menurut Islam, Kapitalis, dan Sosialis


BAB II

PEMBAHASAN

KONSEP HARTA DALAM ISLAM

Secara etimologis, harta (Arab: Maal jamak: Amwaal) berarti condong atau mengarah dari tengah ke salah satu. Secara terminologis, harta adalah segala sesuatu yang menyenangkan manusia, dan menjadikannya condong untuk menguasai dan memelihara, baik dalam bentuk materi maupun manfaat.[1]

Menurut Jumhur Ulama, harta tidak hanya bersifat materi, namun juga nilai manfaat yang terkandung di dalamnya. Sesuatu dikatakan harta jika mempunyai kedua hal tersebut. Hal ini berakibat bahwa seseorang dapat dituntut ganti rugi apabila ia memanfaatkan harta orang lain secara ghasab (menggunakan tanpa izin). Pelaku ghasab dipandang telah mengambil manfaat dan manfaat dianggap sebagai harta. Begitu juga apabila sebuah benda yang menurut umum itu tidak mengandung manfaat, maka benda tersebut bukanlah kategori harta, kecuali jika pada selanjutnya ditemukan manfaat dari benda tersebut.[2]

Dalam pandangan syara’, keberadaan harta yang ada tidak serta merta dapat dimanfaatkan. Akan tetapi harus dilihat dahulu dari berbagai aspek, karena itu akan berdampak dari status kehalalan harta tersebut. Maka dari itu, harta menurut syara’ dibagi kedalam banyak kategori dengan tujuan agar bisa dipilah dan dipilih, sehingga kita bias berhati-hati dalam memanfaatkannya dan terhindar dari status haram. Pembagiannya sebagai berikut;[3]

Menurut kebolehan penggunaannya, dibagi menjadi 2, yaitu Mutaqowwim yaitu harta yang mempunyai manfaat secara ekonomis dan oleh syara’ diperbolehkan (halal). Yang kedua, Ghoiru Mutqowwim, yaitu harta yang tidak dihalalkan oleh syara’ meskipun mempunyai manfaat secara ekonomi. Hal ini berimplikasi kepada kehalalan penggunaan harta.

Menurut jenisnya, dibagi menjadi 2, Manqul (Bergerak), yang bias dipindahtempatkan dan yang kedua, Ghoiru Manqul (Tidak Bergerak). Hal ini berimplikasi pada adanya hak Syuf’ah, Wakaf, dan nilai manfaat secara ekonomis.

Menurut manfaatnya, dibagi menjadi 2, Isti’mali, yang pemanfaatannya tidak menghilangkan wujudnya, dan Istihlaki, yang pemanfaatannya menghilangkan wujudnya. Hal ini berimplikasi pada perkara wakaf, dan akad pemanfaatannya, semisal sewa.

Menurut ketersediannya di pasaran, dibagi menjadi 2, Mistli, yang banyak jenisnya dan penggantinya di pasaran dan bisa dihitung, ditimbang, atau ditakar semisal beras. Yang kedua, Qimi, harta yang tidak ada jenis-jenisnya atau berjenis-jenis, tetapi berbeda dalam kulaitas semisal logam mulia. Implikasinya yaitu pada penyelewengan riba, penggantian yang tidak ada, dan kelangkaan.

Menurut status kepemilikan, dibagi menjadi 4, Mamluk ul-munfaridy, milik pribadi, kemudian Mamluk ul-jam’i, kepemilikan umum / bersama, kemudian Maal ul-Mubah, tidak dimiliki siapapun seperti hewan buruan, kayu di hutan belantara, dan ikan di sungai. Dan yang terkahir, Maal ul-Mahjur, harta yang oleh syara’ dilarang untuk dikuasai individu, seperti harta wakaf.

Menurut segi perkembangan harta, dibagi menjadi 2, Al-Ashl, harta yang menjadi pokok kemungkinan munculnya harta lain, seperti pohon berbuah. Yang kedua, Ats-Tsamr, yaitu harta hasil dari harta al-Ashl. Impilkasi hukumnya yaitu, tentang status harta yang dihasilkan dari sewa, kepemilikan hasil panen dari sawah yang disewakan, dll.

KONSEP KEPEMILIKAN DALAM ISLAM

Kepemilikan (Arab: “malaka” yang artinya memiliki). Dalam bahasa Arab "milk" berarti kepenguasaan orang terhadap sesuatu (barang atau harta) dan barang tersebut dalam genggamannya baik secara riil maupun secara hukum. Dimensi kepenguasaan ini direfleksikan dalam bentuk bahwa orang yang memiliki sesuatu barang berarti mempunyai kekuasaan terhadap barang tersebut sehingga ia dapat mempergunakannya menurut kehendaknya dan tidak ada orang lain, baik itu secara individual maupun kelembagaan, yang dapat menghalang-halanginya dari memanfaatkan barang yang dimilikinya itu. Contohnya Ahmad memiliki sepeda motor. Ini berarti bahwa sepeda motor itu dalam kekuasaan dan genggaman Ahmad. Dia bebas untuk memanfaatkannya dan orang lain tidak boleh menghalanginya dan merintanginya dalam menikmati sepeda motornya.

Konsep dasar kepemilikan dalam  Islam adalah firman Allah swt ;

لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ  

“Milik Allah-lah  segala sesuatu yang ada di langit dan bumi.” (QS. Al-Baqarah: 284)[4]

Para fuqoha memberikan batasan-batasan syar'i "kepemilikan" dengan berbagai ungkapan yang memiliki inti pengertian yang sama. Di antara yang paling terkenal adalah definisi kepemilikan yang mengatakan bahwa "milik" adalah hubungan khusus seseorang dengan sesuatu (barang) di mana orang lain terhalang untuk memasuki hubungan ini dan si empunya berkuasa untuk memanfaatkannya selama tidak ada hambatan legal yang menghalanginya.

Batasan teknis ini dapat digambarkan sebagai berikut. Ketika ada orang yang mendapatkan suatu barang atau harta melalui caara-cara yang dibenarkan oleh syara', maka terjadilah suatu hubungan khusus antara barang tersebut dengan orang yang memperolehnya. Hubungan khusus yang dimiliki oleh orang yang memperoleh barang (harta) ini memungkinkannya untuk menikmati manfaatnya dan mempergunakannya sesuai dengan keinginannya selama ia tidak terhalang hambatan-hambatan syar'i seperti gila, sakit ingatan, hilang akal, atau masih terlalu kecil sehingga belum paham memanfaatkan barang.

Dimensi lain dari hubungan khusus ini adalah bahwa orang lain, selain si empunya, tidak berhak untuk memanfaatkan atau mempergunakannya untuk tujuan apapun kecuali si empunya telah memberikan ijin, surat kuasa atau apa saja yang serupa dengan itu kepadanya. Dalam hukum Islam, si empunya atau si pemilik boleh saja seorang yang masih kecil, belum balig atau orang yang kurang waras atau gila tetapi dalam hal memanfaatkan dan menggunakan barang-barang "miliknya" mereka terhalang oleh hambatan syara' yang timbul karena sifat-sifat kedewasaan tidak dimiliki. Meskipun demikian hal ini dapat diwakilkan kepada orang lain seperti wali, washi (yang diberi wasiat) dan wakil (yang diberi kuasa untuk mewakili).[5]

SEBAB-SEBAB KEPEMILIKAN DALAM ISLAM

1. Ikhrajul Mubahat

Ikhrojul mubahat adalah memiliki sesuatu (benda) yang menurut syara’ boleh dimiliki. Yang dimaksud dengan barang-barang yang diperbolehkan di sini adalah barang (dapat juga berupa harta atau kekayaan) yang belum dimiliki oleh seseorang dan tidak ada larangan syara’ untuk dimiliki seperti air di sumbernya, rumput di tanah lapang, kayu dan pohon-pohon di belantara atau ikan di sungai dan di laut. Istilah lainnya adalah Ihya’ul Mawat (Menghidupkan tanah mati).

2. Al-Milku bil-Aqad / Akad

Akad berasal dari bahasa arab yang artinya perjanjian atau persetujuan. Kata ini juga bisa diartikan tali yang mengikat karena akan adanya ikatan antara orang yang berakad. Kepemilikan jenis ini harus melalui beberapa tahapan yaitu adanya syarat-syarat dan rukun yang harus dipenuhi. Maka dari itu, kepemilikan jenis ini yang paling banyak dibahas dalam ilmu fiqih. Dan ketentuan yang paling umum dari Akad adalah harus adanya rukun, yaitu:

Ø Aqid (Orang yang melakukan Akad)

Ø Ma'qud ‘Alaih (benda yang menjadi objek transaksi)

Ø Shighat, yaitu Ijab dan Qobul (Ijab Qobul merupakan ungkapan yang menunjukkan kerelaan atau kesepakatan dua pihak yang melakukan akad)

3. Khalafiyah

Khalafiyah adalah kepemilikan yang terjadi dengan cara penggantian dari seseorang kepada oranf lain (ambil alih, seperti waris), maupun penggantian sesuatu dari suatu benda (seperti ganti rugi). Sifatnya otomatis setelah sebab-sebabnya terpenuhi.

4. Tawallud minal-Mamluk

Bentuk kepemilikan hasil atau buah dari harta yang telah dimiliki seseorang, baik hasil itu dating secara alami (Panen) maupun melalui usaha pemiliknya (seperti hasil dagang).

Kepemilikan yang tidak disebabkan oleh alasan-alasan di atas, dipandang sebagai kepemilikan yang tidak sah. Syara’ tidak mengizinkan kepemilikan dengan cara selain diatas. Misalnnya kepemilikan hasil merampok, ghasab, maupun kepemilikan yang tidak memikirkan aspek kerelaan masing-masing pihhak. Kepemilikan yang diperoleh dengan cara dengan cara demikian menjadikan yang dimiliki menjadi haram, dan dosa bagi yang melakukannya.[6]

PERUBAHAN STATUS KEPEMILIKAN HARTA

Di samping ada beberapa sebab yang melatarbelakangi kepemilikan sesuatu –sehingga manusia dapat melakukaan tindakan hokum terhadapnya- juga dimungkinkan munculnya hal-hal yang menyebabkan berubahnya status kepemilikan. Harta dapat berubah status dari milik pribadi ke milik umum, ke milik orang lain, maupun sebaliknya. Penyebabnya yaitu:

1. Adanya kehendak sendiri dari pemilik untuk menjadikan itu milik orang lain maupun milik umum dengan cara yang dibenarkan syara’, semisal dijual, disedekahkan, diwakafkan, dan yang semisal. Jika kehendak pemilik sudah diikrarkan, secara otomatis, status kepemilikannya berubah.

2. Adanya kehendak syara’, artinya berubahnya status dikehendaki syara’ demi kemaslahatan yang lebih besar. Semisal berubahnya status tanah seseorang yang mau tak mau harus dijual ke pemerintah karena akan dijadikan jalan. Wallahu A’lam.

PERBANDINGAN KONSEP HAK MILIK MENURUT ISLAM, KAPITALIS, DAN SOSIALIS

Konsep Hak Milik Menurut Kapitalis[7]

Secara historis perkembangan kapitalisme merupakan bagian dari gerakan liberalisme yang mulai muncul pada tahun 1648 setelah tercapainya perjanjian Westphalia, perjanjian yang mengakhiri perang tiga puluh tahun antara Katolik dan Protestan di Eropa yang selanjutnya  menetapkan bahwa sistem negara mereka adalah merdeka yang didasarkan pada kedaulatan dan menolak ketundukan pada otoritas politik Paus dan Gereja Katolik Roma. Sejak itu aturan main kehidupan dilepaskan dari gereja, dengan anggapan bahwa negaralah yang paling tahu kebutuhan dan kepentingan warganya, sementara agama diakui keberadaannya tetapi dibatasi hanya di gereja.

Liberalisme semakin berkembang dengan sokongan rasionalisme yang menyatakan bahwa rasio manusia dapat menerangkan segala sesuatu secara komprehensif yang kemudian melahirkan pendapat bahwa manusia sendirilah yang berhak membuat peraturan hidupnya dan mempertahankan kebebasan manusia dalam hal kebebasan beragama, kebebasan berpendapat, kebebasan individu dan kebebasan hak milik. Dari kebebasan hak milik inilah dihasilkan sistem ekonomi kapitalisme, dimana kapitalisasi menjadi corak yang paling menonjol dalam sistem ekonomi ini.

Kapitalisme adalah sistem ekonomi yang berasakan kepentingan pribadi, dimana nilai produksi dan konsumsi semata-mata untuk menggaet profit. Sistem kapitalisme sama sekali tidak mengindahkan kesejahteraan sosial, kepentingan bersama, kepemilikan bersama ataupun yang semacamnya. Asas kapitalisme adalah kepuasan sepihak, alias setiap keuntungan adalah milik pribadi.

Contoh paling mudah dari sistem kapitalisme ini bisa digambarkan dari aktualitas Amerika Serikat yang meyakini bahwa mereka adalah penganut sistem ekonomi campuran (kapitalisme dan sosialisme), pada dasarnya mereka tetap tidak bisa lepas dari unsur kapitalis dalam prakteknya.

Hal ini diungkapkan oleh seorang ekonom Joseph A. Schumpeter sebagai ‘sistem destruksi kreatif’. Dimana menurutnya, setiap perusahaan dalam pasar kecil maupun pasar kompetitif, akan selalu dapat berjalan ke arah yang lebih baik setelah restrukturisasi, yaitu dengan selalu mengadakan pergantian pekerja dan pergantian modal, karena mereka akan selalu digantikan dengan yang lebih baik. Tiap individu juga diyakini mampu menghasilkan modal sendiri, tanpa perlu mencemaskan campur tangan pemerintah.

Sekilas cara pandang ini terlihat normal, dimana komponen-komponen pasar tersusun rapi dalam mekanisme yang jelas. Namun hasilnya akan muncul ketimpangan dan menimbulkan suatu masyarakat yang tidak egalitarian, dimana beberapa individu akan menjadi lebih kaya dari individu lain, dan yang miskin akan semakin miskin. Begitu juga dengan semakin meningkatnya angka pengangguran dan kriminalitas serta aksi anarki dimana-mana.

Menurut James Paulsen, kepala strategi investigasi di Wells Capital Management, Amerika Serikat sedang mengalami kebangkrutan kasat mata karena deficit keuangan negara adidaya tersebut. Tercatat defisit Amerika Serikat naik 22 persen dibandingkan tahun sebelumnya menjadi USD 120 miliar atau Rp. 1.150 triliun, akibatnya Obama dan pihak legislative akan menaikkan pajak dan menurunkan belanja negara secara besar-besaran yang mulai diluncurkan per 1 Januari tahun ini.

Dalam kapitalisme, meskipun keuntungan yang didapat sangatlah besar, kemudian tercipta kompetisi sehat antar pasar tanpa risau terhadap campur tangan pemerintah, dan setiap pemilik modal bebas menentukan pekerjaan atau usaha apa yang akan mereka jalankan, tetap saja menciptakan beberapa nilai negative dan juga anomali. Kasus yang terjadi seperti perbedaan kelas ekonomi yang semakin nyata lantaran keuntungan sepihak yang hanya diperoleh kaum minoritas atau elitis saja, tanpa mengindahkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya.

Adam Smith juga sempat mencetuskan sebuah istilah dalam kerangkan teori ekonomi yang dibangunnya, Invisible Hand. Yang dimaksud ‘tangan ghaib’ disini adalah semacam kekuatan kasat mata yang menjalankan roda ekonomi dengan sewajarnya sehingga tidak terjadi kekacauan dalam pasar. Mekanisme pasar yang terdiri dari supply and demand akan mengatur kegiatan ekonomi masyarakat sebaik-baiknya dan Invisible hand dalam mekanisme pasar itu akan mengatur kegiatan ekonomi masyarakat secara paling rasional, sehingga dapat menciptakan kesejahteraan sebesar-besarnya bagi seluruh masyarakat.

Meskipun Adam Smith tidak menyebutkan istilah ‘kapitalisme’ di dua bukunya; The Theory of Moral Sentiments dan The Wealth of Nations, tetapi metafora Invisible Hand jelas merujuk kepada kompetisi sehat pada sebuah transaksi antara produsen dan konsumen, yang mengarah kepada keuntungan untuk kedua belah pihak dengan frekuensi tetap sehingga mampu menimbulkan barang produksi yang semakin berkualitas tetapi harga semakin rendah. Dari sini, tentu pola yang dimaksud terdapat pada sistem ekonomi kapitalis.

Lebih lanjut, ada beberapa ciri kapitalisme yang perlu kita perhatikan dan kerap muncul di sekitar kita tanpa disadari. Beberapa ciri tersebut bisa diringkas menjadi:

1. Sebagian besar sarana produksi dan distribusi dimiliki oleh individu.

2. Barang dan jasa diperdagangkan bebas yang bersifat kompetitif.

3. Pemilik modal bebas untuk menggunakan cara apa saja untuk meningkatkan keuntungan maksimal, dengan mendayagunakan sumber produksi dan pekerjanya. Sehingga modal kapitalis seringkali diinvestasikan ke dalam berbagai usaha untuk menghasilkan laba.

4. Aktivitas ekonomi secara bebas hanya ditentukan oleh penjualan dan pembelian.

5. Pengawasan atau campur tangan pemerintah diupayakan seminimal mungkin. Tetapi jika dianggap riskan, negara sewaktu-waktu dapat mengeluarkan kebijakan yang melindungi lancarnya pelaksanaan sistem kapitalisme.

6. Riset menduduki posisi yang penting dan menentukan dalam mendorong persaingan.

Tujuan kapitalisme yang hanya berasas pada biaya produksi yang murah dan keuntungan yang tinggi realitanya berkebalikan dengan Islam, yang menganjurkan agar seorang muslim tidak sekedar menimbun uang dan menghimbau agar menyedekahkannya untuk kemaslahatan sosial, kapitalisme justru akan membentuk tatanan masyarakat yang egois, materialis dan konsumeris.

Konsep Hak Milik Menurut Sosialis[8]

Lawan (teori berseberangan) kapitalisme, adalah sosialisme. Dua pokok penting teori Ekonomi Sosialisme adalah : 1) Distribusi kekayaan secara merata. 2) Menghapus pemilikan pribadi.

Sosialisme, Berasal dari kata Sosial, sesuatu yang menyangkut aspek hidup masyarakat, Sosialis “Penganut Faham”. Sosialisme adalah Sebuah doktrin politik yang menekankan pemilikan kolektif dari alat-alat produksi, memberikan suatu peran yang besar pada negara dalam menjalankan perekonomian dengan kepemilikan masyarakat luas (Nationalization) atas industri. Berdasarkan pengertian ini, para ahli ekonomi menafsirkan gagasan ini sebagai dasar atau sebagai sumber-sumber yang tersedia untuk masyarakat manapun pada suatu waktu, yang kemudian dikenal dengan teori ekonomi sosialis.

Tujuan utama dalam teori ekonomi sosialis adalah mendistribusikan harta kekayaan secara merata didalam rangka menghapuskan bermacam-macam kelas didalam tubuh masyarakat. Akan tetapi, fenomena praktik tidak membenarkannya. Sosialisme mepunyai visi adalah “Kemaslahatan besama diatas kemaslahatan individu”.

Tujuan kedua teori ekonomi sosialis, menghapus hak milik pribadi. Ajaran ini mendahulukan kepentingan orang banyak dari pada kepentingan individu. Mengakui hak milik pribadi bagi kaum sosialis merupakan kezaliman dan penyimpangan sehingga harus dihapus. Segala usaha yang mengarah kepada pengakuan hak milik pribadi harus dimusnahkan, walaupun dengan jalan kekerasan dan membangkitkan dengki. Satu prinsi penting yang harus diwujudkan adalah “Sama rata sama rasa”.

Sebenarnya tujuan teori ekonomi sosialis adalah ingin menegakkan keadilan dan keseimbangan dalam ekonomi. Akan tetapi untuk mencapai tujuan ini ia telah memilih satu jalan yang pada hakekatnya berlawanan dengan fitrah manusia. yakni menghapus hak individu untuk menghayati hak milik perseorangan dan menjadikan mereka sebagai pelayan-pelayan yang bekerja untuk masyarakat.

Dalam sistem ekonomi sosialis, negara sangat berperan penting, disini negara berbuat sewenang-wenang. Negara tidak lebih dari suatu tempat yang dikelola oleh segelintir manusia. Pada akhirnya, faham sosialisme tidak jauh berbeda dengan faham kapitalis. Dalam faham sosialis kita menemukan beberapa orang yakni pejabat negara bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat sebagaimana para konglomerat dalam sistem kapitalis berlaku sewenang-wenang.

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

"Kepemilikan" sebenarnya berasal dari bahasa Arab dari akar kata "malaka" yang artinya memiliki. Dalam bahasa Arab "milk" berarti kepenguasaan orang terhadap sesuatu (barang atau harta) dan barang tersebut dalam genggamannya baik secara riil maupun secara hukum. Dimensi kepenguasaan ini direfleksikan dalam bentuk bahwa orang yang memiliki sesuatu barang berarti mempunyai kekuasaan terhadap barang tersebut sehingga ia dapat mempergunakannya menurut kehendaknya dan tidak ada orang lain, baik itu secara individual maupun kelembagaan, yang dapat menghalang-halanginya dari memanfaatkan barang yang dimilikinya itu.

Sebab sebab adanya kepemilikan yang ditetapkan syara’ ada empat yaitu :

1.      Ikhrojul mubahat, Yaitu memiliki sesuatu yang boleh dimiliki.

2.      Akad

3.      Al-Kholafiyah

4.      Tawallud Minal-Mamluk

Dan status kepemilikan seseorang bias berubah dikarenakan adanya ikrar dari pemilik untuk mengalihkan kepemilikan dengan cara yang dibenarkan syara’ dan / atau adanya kehendak syara’ untuk menjadikannya berubah status demi kemaslahatan.

DAFTAR PUSTAKA

Afandi, M. Yazid, 2009, Fiqih Muamalah, Yogyakarta : Logung Pustaka

Hasan, Ahmad, 2005, Mata Uang Islami Telaah Komrehensif Sistem Keuangan Islami, Bandamg : Raja Grafindo Persada

Karim, Adiwarman A., 2001, Ekonomi Islam: Suatu Kajian Kontemporer, Jakarta : Gema Insani Press

Suprayitno, Eko, 2005,  Ekonomi Islam Pendekatan Ekonom Makro Islam dan Konvensional, Yogyakarta : Graha Ilmu


[1] Afandi, M. Yazid, 2009, Fiqih Muamalah, Yogyakarta : Logung Pustaka Halaman 18

[2] Ibid halaman 19

[3] Ibid halaman 20 - 27

[4] Karim, Adiwarman A., 2001, Ekonomi Islam: Suatu Kajian Kontemporer, Jakarta : Gema Insani Press Halaman 30

[5] Ibid halaman 31-33

[6] Ibid halaman 35-40

[7] Suprayitno, Eko, 2005,  Ekonomi Islam Pendekatan Ekonom Makro Islam dan Konvensional, Yogyakarta : Graha Ilmu Halaman 56-63

[8] Hasan, Ahmad, 2005, Mata Uang Islami Telaah Komrehensif Sistem Keuangan Islami, Bandamg : Raja Grafindo Persada Halaman 45-48

»»  Baca Lebih Lanjut...

Strategi Bisnis, Desain, dan Pengendalian dalam Perusahaan Internasional

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Sebagai suatu sistem, organisasi akan berinteraksi dengan lingkungannya. Apabila ingin hidup dan bertahan, maka organisasi tersebut harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Kegagalan menyesuaikan diri terhadap lingkungan akan berakibat fatal. Organisasi tersebut akan mati.

Lingkungan organisasi dapat dibedakan menjadi dua macam: eksternal dan internal. Lingkungan eksternal merupakan elemen-elemen di luar organisasi yang relevan tehadap kegiatan organisasi. Organisasi memperoleh input dari lingkungannya (bahan baku, karyawan), memprosesnya menjadi output (produk: barang/jasa). Lingkungan internal berada dalam organisasi, misal: karyawan, direksi, pemegang saham.

Lingkungan juga bisa dibedakan menjadi lingkungan yang mempunyai pengaruh langsung (direct) terhadap organisasi dan yang tidak langsung (indirect). Lingkungan yang berpengaruh langsung sering disebut sebagai lingkungan kerja (task environment), sedangkan lingkungan yang berpengaruh secara tidak langsung disebut lingkungan umum (general environtment).

Lingkungan langsung akan mempengaruhi nasib organisasi secara langsung. Karena itu lingkungan tersebut juga sebagai stakeholder (pihak yang menentukan nasib organisasi).

FOKUS PEMBAHASAN

1. Strategi Bisnis dalam Organisasi Internasional

2. Desain Organisasi Internasional

3. Pengendalian Organisasi Internasional


BAB II

PEMBAHASAN

STRATEGI BISNIS INTERNASIONAL

Mengidentifikasikan Peluang Internasional.

Strategi Internasional adalah strategi yang digunakan oleh perusahaan untuk menjual produk dan jasanya keluar dari pasar domestik. Salah satu alasan perusahaan mengimplementasikan internasional strategi adalah bahwa perusahaan dapat memberikan peluang baru yang potensial. Motif lain sebuah perusahaan untuk menjadi perusahaan multinasional adalah untuk melindungi sumber daya yang dibutuhkan. Beberapa perusahaan lain juga mencari biaya yang rendah dalam beberapa faktor produksi dan memindahkan beberapa bagian pengoperasian produk mereka ke Negara lain karena mengharapkan adanya penguranagan biaya produksi.

Perusahaan dapat memperoleh 4 manfaat dasar dalam penerapan strategi internasional antara lain :

  • Peningkatan Pangsa pasar : perluasan jumlah pasar dengan pertumbuhan yang potensial.
  • Pengembalian dalam investasi (Return On Investment) : pemasukan dari pasar internasional akan sangat mempengaruhi pengembalian pada ivestasi yang signifikan. Pengembalian yang diharapkan dari investasi menggambarkan prediksi perusahaan. Masing-masing negara memiliki ekspektasi yang berbeda untuk memutuskan kemana mereka akan menginvestasikannya di pasar internasional.
  • Nilai ekonomi dari skala dan pembelanjaan : perusahaan dapat mengkoordinasikan fungsi sumber daya yang penting untuk mencapai nilai ekonomis dari skala yang optimal.
  • Keuntungan Lokasi : Perusahaan dapat mengalokasikan fasilitas-fasilitas di Negara lain untuk dapat menurunkan biaya dasar sebuah produk-jasa .Misalnya akses tenaga kerja yang lebih murah, energi, dan sumber daya lainnya.

Strategi Internasional.

Perusahaan memiliki dua pilihan tipe, yaitu :

1. Bisnis - Strategy level internasional, perusahaan mengikuti strategi umum seperti memimpin harga, diferensiasi, fokus memimpin harga, fokus diferensiasi, integrasi kepemimpinan harga / diferensiasi

2. Perusahaan – strategi level internasional, Multidomestik, global dan transnasional ( gabungan dari multidomestik dan global ).

Setiap strategi harus mewujudkan kompetisi inti berdasarkan kesulitan untuk menduplikasi sumber daya dan kemampuan. Serta setiap perusahaan mengharapkan untuk menciptakan nilai dari implementasi bisnis – level strategi dan strategi - level perusahaan.

Bisnis - Strategy level internasional

Setiap bisnis harus mengembangkan / menemukan sebuah strategi yang kompetitif, untuk fokus di pasar domestiknya. Level strategi – internasional bisnis memiliki ciri yg unik yaitu, negara dimana perusahaan tersebut beroperasi merupakan bagian paling penting dalam sumber daya untuk tantangan yg kompetitif. Sumber daya dan kemampuan perusahaan didirikan di perusahaan ( negara pendiri ).

Faktor produksi

Kondisi permintaan

Strategi perusahaan, struktur dan saingan

Relasi dan industry pendukung

Ilustrasi diatas (model Michael porter) menjelaskan faktor faktor kontribusi untuk keuntungan perusahaan. bagian pertama dari model tersebut tersebut itu adalah faktor faktor produksi. Bagian ini mengacu kepada kebutuhan masukan / input untuk berkompetisi dalam berbagai industri-tenaga kerja, lahan, sumber daya natural, modal dan infrastruktur ( seperti transportasi, sistem komunikasi, postal ).

Bagian kedua dari model tersebut adalah kondisi permintaan, dikarakteristikan oleh sifat dan jumlah kebutuhan pembeli di pasar dalam negeri untuk industri barang dan jasa. Ukuran kecil dari segmentasi pasar yg dapat menghasilkan permintaan yang dibutuhkan untuk membuat skala – efisien fasilitas. Efesiensi tersebut dapat juga memimpin dominasi industri di negara lain.

Hubungan dan industri pendukung merupakan bagian ketiga dari model porter. Italy telah menjadi pemimpin dalam industry sepatu karena relasi dan industri pendukung. Dan juga , banyak orang yg berpergian ke itali untuk membeli bahan kulit yg bagus, menyediakan dukungan terhadap distribusi.

Strategi perusahaan, struktur dan pesaing menjadi dimensi dalam strategi ini dan juga pertumbuhan industri tertentu. Dimensi dari strategi, struktur dan persaingan antara perusahaan sangat bervariasi dari negara ke negara.

Empat elemen dasar dari model diatas menekankan terhadap linkungan atau atribut struktur dari ekonomi nasional yg mengkontribusi keuntungan nasional. Peraturan pemerintah juga mengkontribusi terhadap sukses dan kegagalan dari banyak perusahaan dan industri. Walaupun setiap perusahaan harus membuat kesuksesan sendiri, tapi tidak semua perusahaan akan bertahan menjadi competitor global - tidak semua faktor operasi / kegiatan di beberapa negara menghasilkan perusahaan yg sukses.

Perusahaan – strategi level internasional

Berfokus pada, lingkup operasi perusahaan melalui kedua produk dan diversifikasi geografis. Strategi ini dibutuhkan ketika perusahaan beroperasi di beberapa industri dan beberapa negara / bagian. Tiga strategi itu adalah, strategi multidomestik, global dan transnasional.

· Strategi Multi domestic, sebuah strategi internasional dimana dan keputusan operasi terdesentralisasi ke strategi unit bisnis di beberapa negara sehingga memungkinkan unit tersebut menyesuaikan produk di pasar lokal. Berfokus pada persaingan di beberapa negara. Dengan asumsi pasar tersebut berbeda dan tersegmentasi oleh batasan negara. Dengan strategi ini perusahaan dapat merubah atau kostumisasi produk agar sesuai dengan spesifikasi dan referensi costumer lokal. Strategi ini digunakan untuk memperluas pasar lokal perusahaan karena perusahaan dapat mengambil perhatian kebutuhan dari klien lokal. Seperti yg dilakukan oleh KFC, Tacobell dan Pizza Hut.

  • Global strategi. Strategi ini berasumsi banyaknya standarisasi sebuah produk untuk pasar lintas negara. Sebagai contoh, strategi global bersifat terpusat dan terkontrol oleh kantor pusat. Global strategi juga merupakan internasional strategi melalui penawaran produk yg standar di pasar seluruh negara dengan strategi kompetitif yg ditetapkan oleh kantor pusat. Global strategy menghasilkan resiko yg rendah. Perlu adanya sharing sumber daya dan koordinasi, kerjasama antar negara mengenai batasan. Yg selanjutnya memerlukan sentralisasi dan control kantor pusat.
  • Transnational strategi. Sebuah strategi dimana perusahaan mencari untuk mendapatkan efisiensi global dan tanggapan pasar lokal. Sulit untuk diwujudkan karena membutuhkan koordinasi yg baik secara global serta membutuhkan fleksibilitas pasar lokal. Dan strategi ini sulit digunakan karena konflik tujuan. Implementasi yg efektif dari strategi ini selalu menghasilkan performa yg tinggi dibandingkan strategi yang lain.

Trend Lingkungan

Walaupun Strategi Internasional sulit untuk diimplementasikan, penekanan pada efisiensi global semakin meningkat sejalan dengan banyaknya industri yang memulai berkompetisi secara global. Permasalahan lain yang sering muncul dalam pasar internasional yaitu adanya tuntutan lokal seperti barang dan jasa yang sifatnya global harus melakukan penyesuaian dengan peraturan pemerintah negara setempat, produk dan jasa juga harus disesuaikan dengan selera dan keinginan konsumen lokal.

Sebagian besar perusahaan multinasional dengan produk yang beragam menggunakan multidomesik strategi , line produk yang unik dan strategi global. Banyak perusahaan multinasional memerlukan strategi yang lebih fleksibel agar dapat lebih berkompetisi dimana trends sering berubah dari waktu ke waktu. Terdapat dua jenis trend dalam Strategi Internasional :

1. Liability of Foreignness

Saat ini perusahaan mengurangi fokus pada pasar global yg sebenarnya, dan lebih banyak beradaptasi pada regionalnya. Globalisasi bisnis dengan strategi lokal di demonstrasikan oleh “online operation”, menggunakan koneksi internet untuk menawarkan produk yg dijual. Implementasi strategi berbasis internet pun masih memerlukan adaptasi. Penggunaan katalog bisnis berbasis email memerlukan dana yang besar untuk pemeliharaannya. Perusahaan lebih baik menggunakan bisinis website dimana semua orang dapat mengakses website tersebut tanpa harus mengeluarkan dana besar untuk pemasangan iklannya.

2. Regionalisasi

Lokasi perusahaan dapat memberikan efek pada strategi kompetisi, perusahaan harus menentukan apakah berkompetisi disemua pasar global atau fokus pada regional tertentu. Apabila perusahaan memutuskan akan bermain dalam pasar secara global, banyak perusahaan lebih memilih untuk memfokuskan pada regional tertentu, karena hal tersebut akan lebih efektif dalam berkompetisi secara global.

Sebagian besar perusahaan yang memasuki pasar regional secara berkelanjutan, akan memulai usahanya pada wilayah yang lebih familiar. Pada awalnya perusahaan akan lebih memperlihatkan keunggulan yang dimilikinya, setelah bisnis awal telah meraih keberhasilan maka akan dilanjutkan dengan lini-bisnis lainnya. Setelah perusahaan memilih strategi internasional dan memutuskan akan menggunakan antara pasar global dan regional perusahaan harus memilih salah satu Metode memasuki pasar.

DESAIN ORGANISASI INTERNASIONAL

Untuk memasuki pasar global, kadang struktur perusahaan harus diubah, baik dari segi manajemen maupun strukturalnya. Divisi internasional yang biasanya ada dan dimiliki perusahaan-perusahaan yang beroprasi secara global kadang dianggap tidak penting lagi ketika mereka mulai memperluas operasinya ke luar negeri. Mereka kemudian lebih memilih menghapus divisi internasionalnya dan menggantinya dengan membentuk organisasi-organisasi yang lebih mendunia yang berbasis pada produk, wilayah, fungsi, atau kelas konsumen. Hal ini kemudian menunjukkan bahwa dalam bisnis internasional, struktur organisasional yang ada pada organisasi maupun perusahaan sangatlah penting. Pemilihan struktur organisasional ini dapat memengaruhi sejauh mana keberhasilan serta keefektifan dari kinerja perusahaan tersebut. Sehingga sangatlah dibutuhkan pengetahuan mengenai tipe-tipe struktural apa saja yang ada dalam suatu bisnis internasional agar visi dan misi serta tujuan perusahaan dapat tercapai.

Ada beberapa bentuk struktur yang dapat dipilih oleh organisasi, di antaranya adalah Global Corporate Form–Product, Global Corporate Form–Geographic Regions, Global Corporate Form–Function, Hybrid Forms, Matrix Organizations, dan Strategic Business Units. Ketiga bentuk struktur pertama memiliki basis fokus, yaitu, produk, geografi wilayah, dan fungsi.

Bentuk korporasi global yang pertama adalah yang berbasis produk, dalam hal ini divisi produk bertanggung jawab terhadap operasi dunia seperti marketing dan produksi produk dibawah kontrol mereka.

Bentuk yang kedua adalah berbasis kepada wilayah geografis, dimana divisi wilayah geografis bertanggung jawab atas semua kegiatan di bawah manajer area yang secara langsung memberikan laporan kepada CEO (Chief Executive Officer). Jenis organisasi ini membuat tugas yang mengarah pada pengoperasian di seluruh dunia menjadi lebih sederhana dikarenakan setiap negara di dunia berada di bawah kendali seseorang yang berada dalam kontak dengan kantor pusat. Model ini disukai oleh perusahaan-perusahaan dengan produk beragam yang mana masing-masing memiliki persyaratan produk yang berbeda, lingkungan yang kompetitif, dan resiko politik yang berbeda pula.

Bentuk yang ketiga adalah bentuk korporasi global yang fokus terhadap fungsi dimana perusahaan yang memilih tipe struktural ini percaya bahwa keahlian fungsional yang mendunia itu lebih menghasilkan hasil yang signifikan untuk perusahaan daripada yang fokus terhadap produk maupun wilayah geografis Dalam struktur ini, orang-orang yang melaporkan kepada CEO merupakan eksekutif senior yang bertanggungjawab untuk setiap wilayah fungsional seperti marketing, produksi, keuangan, administrasi, keahlian tehnik, manufaktur, dan lain sebagainya.

Model yang keempat adalah Hybrid Forms, dengan struktur organisasi yang diatur oleh lebih dari satu dimensi di bagian level atas dari suatu struktur organisasi atau perusahaan tersebut. Kombinasi yang ada di dalamnya biasanya menghasilkan perusahaan yang terorganisasi secara regional yang memiliki produk yang baru serta unik yang dipercaya akan dapat ditangani oleh divisi produk worldwide. Unilever adalah contoh perusahaan yang menganut sistem ini dimana pengorganisasiannya terdapat di tiga negara dengan dua segmen produk dan terdapat lima fungsi dalam strukturnya.

Model yang Kelima adalah Matrix Organizations, yakni struktur organisasi yang terdiri dari satu atau lebih struktur organisasi yang berlapis, dalam upaya untuk menggabungkan produk, keahlian regional, fungsional dan sebagainya. Nokia, British Petroleum, dan Michelin adalah contoh perusahaan yang mengadopsi sistem ini. Namun kemudian terdapat masalah yang ada dalam penerapan organisasi matriks ini dimana dua ataupun tiga manajer yang ada dalam satu perusahaan tersebut haruslah sepakat dengan satu keputusan yang sama dan hal ini akan memperlambat kinerja perusahaan. Solusinya kemudian adalah adanya lapisan matriks yang berusaha untuk mengatasi masalah struktur matriks tersebut dengan cara menuntut pertanggungjawaban dari seluruh fungsi yang ada dalam organisasi dengan tidak memerhatikan manajemen matriks dengan strukturnya yang cukup rumit.

Dan bentuk yang terakhir adalah Strategic Business Units yang mana merupakan entitas bisnis dengan pasar yang jelas, pesaing yang spesifik, serta memiliki kemampuan untuk melaksanakan misi bisnisnya, dengan ukuran yang sesuai untuk dikontrol oleh seorang manajer tunggal. Hal ini berarti bahwa pasar yang ada, target pasar sudah jelas, diiringi pula dengan jelasnya pesaing-pesaing yang ada, juga adanya kemampuan dan ukuran bisnis yang wajar sehingga kesemuanya tersebut bisa dikontrol oleh seorang manajer saja.

Lingkungan bisnis yang cepat berubah akibat meningkatnya persaingan global, permintaan pelanggan atas barang-barang yang dibuat secara khusus daripada produk yang dibuat secara masal, dan perubahan teknologi yang cepat dapat menekan perusahaan untuk meningkatkan pencarian mereka terhadap bentuk organisasi yang tepat. Dalam menjalankan suatu bisnis internasional, ada kalanya di tengah jalan, perusahaan menginginkan adanya suatu perubahan bentuk struktural demi meningkatkan pendapatannya, mengurangi pembiayaan perusahaan, bertindak lebih cepat juga untuk meningkatkan kualitas produknya. CEO dari suatu perusahaan ini tentu akan bekerja keras untuk membuat perusahaannya lebih efisien, cepat dalam merespon keadaan dan inovatif dengan salah satu caranya adalah mengubah struktur organisasional yang dianggap kurang efektif ataupun kurang cocok diterapkan dalam perusahannya.

Terdapat dua bentuk organisasional lagi yang banyak mendapatkan perhatian dari para CEO, yaitu korporasi virtual dan korporasi horizontal. Virtual Cooperations atau disebut juga sebagai korporasi jaringan merupakan sebuah organisasi yang mengkoordinasikan aktivitas ekonomi untuk mengirimkan suatu nilai kepada konsumen dengan menggunakan sumber daya di luar batasan-batasan tradisional dari yang dimiliki perusahaan. Perusahaan kemudian banyak mempercayakan aktivitas ekonominya dan memimpin bisnisnya kepada pihak ketiga. Konsep ini pada umumnya banyak ditemui digunakan di berbagai perusahaan dikarenakan konsep ini sudah ada sejak lama, atau biasa dikenal sebagai modular corporation. Keuntungan dari konsep ini sendiri salah satunya adalah adanya fleksibilitas yang tinggi pada praktek kerjanya serta adanya keuntungan yang didapat dari kompetisi dikarenakan adanya jaringan hubungan yang lebih dinamis sehingga dapat merespon adanya perubahan dengan cepat. Kerugian dari konsep ini sendiri adalah kurangnya kontrol manajemen.

Model yang kedua adalah korporasi horizontal yang merupakan sebuah bentuk dari organisasi yang menggolongkan organisasinya berdasarkan proses keputusan yang bercabang, jaringan yang horizontal, dan kerjasama yang kuat dari filosofi bisnis yang ada. Bentuk organisasi ini sering dikarakteristikkan sebagai “antiorganization” karena pembuatnya berusaha untuk menghilangkan kendala yang dikenakan oleh struktur organisasi konvensional. Dalam korporasi horizontal ini, karyawan di seluruh dunia berusaha untuk membuat, membangun, dan memasarkan produk dari perusahaannya melalui sistem hubungan timbal balik yang telah terlatih. Contohnya adalah, pemasar di Inggris berbicara langsung dengan orang produksi di Brazil tanpa harus melalui home office yang berada di Jerman. Sehingga kemudian sistem ini lebih memudahkan pebisnis dikarenakan pihak-pihak yang akan diajak bekerjasama sudah mengetahui satu sama lain dan tidak perlu melalui sistem yang rumit dalam melakukan kerja sama.

Pada abad ke-21, perusahaan semakin dituntut untuk lebih mampu bersaing di pasar global karena jumlah kompetitor yang semakin berkembang luas dan produk-produk yang juga semakin berkembang seiring dengan kemajuan teknologi. Perusahaan pun kini dituntut untuk tetap bertahan di tengah persaingan yang kian sengit ini. Cara-cara yang dapat ditempuh perusahaan diantaranya adalah dengan kontrol, dimana setiap perusahaan yang sukses tentu menggunakan kontrolnya untuk membuat rencana-rencana berjalan dengan efektif, mengevaluasi keeektifitasannya, membuat koreksi dan mengevalusai serta memberikan penghargaan ataupun membenarkan performa dari para eksekutifnya. Demi berjalannya kontrol yang efektif maka setiap unit operasi haruslah membuat laporan yang rutin, akurat, dan lengkap. Laporan ini nantinya akan banyak manfaatnya karena di dalamnya terdapat informasi-informasi dari kegiatan yang telah dilakukan oleh perusahaan yang dapat berguna untuk menganalisis kinerja perusahaan dan kemudian memperbaiki hal-hal yang kurang juga meningkatkan hal-hal yang menjadi kelebihan dari perusahaan.

Tipe dari hal-hal yang perlu dilaporkan adalah mengenai keuangan, teknologi, peluang pasar serta politik dan ekonomi. Sehingga kemudian dapat disimpulkan bahwa kontrol itu merupakan hal yang sangat penting dalam mempertahankan eksistensi suatu perusahaan di bisnis internasional yang persaingannya kini kian kompetitif dimana membuat laporan yang rutin, akurat, serta lengkap merupakan bagian yang juga krusial demi dapat menjalankan evaluasi yang dapat membantu efektivitas perusahaan.

PENGENDALIAN ORGANISASI INTERNASIONAL

Pengertian Pengendalian

Pengendalian adalah suatu proses pengaturan aktifitas-aktifitas organisasi secara sisitematis agar konsisten dengan ekspektasi yang terdapat dalam rencana, target dan standar kinerja. Inti dari pengendalian adalah tindakan yang menyesuaikan operasi dengan standar yang telah ditetapkan, dasarnya adalah informasi yang dimiliki manajer. Jadi pengendalian yang efektif memerlukan informasi mengenai standar kinerja dan kinerja aktual, serta tidakan yang diambil untuk mengoreksi segala penyimpangan. 

Lingkungan pengendalian mencerminkan sikap dan tindakan para pemilik dan manajer perusahaan mengenai pentingnya pengendalian intern organisasi. Efektivitas unsur pengendalian intern sangat ditentukan oleh atmosfer yang diciptakan lingkungan pengendalian. Sebagai contoh, dalam suatu organisasi yang pimpinan puncaknya menganggap anggaran hanya sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan stakeholder organisasi, bukan sebagai alat pimpinan untuk perencanaan dan pengendalian kegiatan organisasi, lingkungan ini akan mengakibatkan pimpinan menengah dan karyawan tidak serius dalam melaksanakan anggaran organisasi. Lingkungan pengendalian harus diberi tekanan perhatian, karena berdasarkan kenyataan, justru lingkungan pengendalian ini yang mempunyai dampak besar terhadap keseriusan pengendalian intern yang diterapkan di dalam organisasi.

Setiap perusahaan yang berhasil menggunakan pengendalian untuk merealisasikan rencananya, mengevaluasi evektifitasnya, membuat koreksi nyang dinginkan, dan mengevaluasi serta menghargai atau mengoreksi kinerja eksekutif. Masalah-masalah menjadi lebih rumit bagi suatu perusahaan internasional dibandingkan dengan perusahaan yang hanya beroperasi di satu negara.

Macam – macam Pengendalian

Macam-macam Pengendalian adalah sebagai berikut:

ü Pengendalian Antisipatif ( freeforwort) / pengendalian pendahuluan/ pengendalian prefentif.

Pengendalian ini berfokus pada manusia, bahan baku, sumberdaya keuangan yang mengalir kedalam organisasi. Tujuannya adalah untuk mencegah masalah / mengantisipasi resiko yang mungkin timbul ketika organisasi menjalankan tugas. Pengendalian ini dapat dilihat dalam pemilihan dan perekrutan karyawan baru, inspeksi bahan baku, pembatasan perekrutan hanya dari lulusan perguruan tinggi tertentu.

ü Pengendalian bersama ( concurrent control)

Pengendalian dilakukan berbarengan dengan pelaksanaan  kegiatan. Tujuan dari pengendalian ini untuk memastikan bahwa aktifitas kerja memberikan hasil yang tepat.

ü Pengendalian bersama meliputi self – control ,

Dimana karyawan menetapkan pengendalian bersama atas perilaku mereka sendiri. Misalnya dalam operasi manufaktur dengan menggunakan alat tertentu karyawan mengukur apakah item-item yang tengah diproduksi sesuai dengan standar kualitas atau tidak. Jika mereka melihat standar kualitas tidak sesuai dengan satandar maka mereka akan melakukan koreksi atau memberitahu orang yang tepat bahwa ada masalah yang harus ditangani.

Metode Pengendalian

Ada beberapa metode untuk mempertahankan pengendalian, yaitu:

a. Kontrak manajemen

b. Pengendalian keuangan

c. Pengendalian teknologi

d. Menempatkan orang-orang dari perusahaan internasional dalam posisi eksekutif penting.

Sebagaimana yang diperkirakan, perusahan-perusahaan internasional telah menghadapi resistensi yang beralsal dari mitra usaha patungan atau dari Negara tuan rumah ketika akan meneptakan orang-orangnya dalam posisi-posisi eksekutif penting. Keinginan wajar para mitra dan pemerintah ini adalahbahwa orang-orang meeka sendiri memiliki paling tidak kesejajaran dalam posisi-posisi penting dan bahwa mereka memperoleh pelatihan dan pengalaman dalam teknologi dan manajenmen.

Pelaporan

Agar pengendalian menjadi efektif, seluruh unit operasi dari suatu perusahaan internasional harus menyediakan laporan yang tepat waktu, akurat, dan lengkap kepada kantor pusat. Terdapat banyak informasi yang digunakan untuk dilaporkan. Diantara jenis-jeni pelaporan yang diharuskan adalah:

1. Keuangan

Kelebihan dana di suatu anak perusahaan mungkin dapat ditahan disana untuk keperluan invesatsi atau kontijensi. Di pihak lain kelebihan dana semacam itu dapat lebih berguna bagi induk erusahaan, dalam kasus pembayaran deviden. Atau mungkin anak perusahan membutuhkan modal, dan kelebihan dana tersebut dapat dipinjamkan atua diinvesatisikan di sana saja. Dan kantor induk perusahaan harus mengetahui keberadaan dan ukuran dari kelebihan dana tersebut untuk menentukan penggunaan yang terbaik.

2. Teknologi.

Teknologi yangbaru sebaiknya harus dilaporkan. Teknologi yang bar uterus-menerus dikembangkan di Negara-negara yang berada, atau anak perusahaan yang beroperasi di Negara semacam itu kemungkinana akan mengetahuinya sebelum kator pusat mengetahuinya. Jika kantor pusat menganggap bahwa teknologi baru tersebut secara potensiaal bernilai, maka perusahaan dapat memperoleh keunggulan kompetitif dengan menjadi pihak pertama yang menghubingi si pengembangan guna memperoleh lisensi untuk menggunakannya.

3. Peluang pasar

Perusahaan afiliasi di berbagai Negara dapat menemukan pasar baru atau yang sedang tumbuh untuk bebrapa produk perusahaan. Hal ini dapat menguntungkan perusahaan, karena perusahaan internasional dapat menjual lebih banyak produk tersebut sementara perusahaan afiliasi memperoleh lebih banyak komisi penjualan. Informasi pasar lainnya sebaiknya dilaporkan ke kantor pusat perusahaan internbasional meliputi aktivitas pesaing, perkembangan harga, dan produk baru yang potensial menarik perhatian dari kelompok perusahaan internasional tersebut. Yang juga penting adalah mengenai pangsa pasar anak perusahaan dan apakah pangsa terebut tumbuh atau menyusut.

4. Politik dan ekonomi

Tidak mengherankan, laporan-laporan mengenai kondisi politik dan ekonomi semakin meningkat dalam jumlah dan pentingnya selama 1 tahun terakhir ketika revolusi berdarah telah menggulingkan dan mengganti pemerintah. Demokrasi telah menggantikan dictator, seseorang dictator mengantikan dictator lainnya, Negara telah tepecah ataubergabung kembali perubahan-perubahan telah terjadi diberbagai belahan dunia.


BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Strategi merupakan salah satu faktor utama yang menjadi penentu dalam sebuah struktur organisasi selain ukuran organisasi, lingkungan dan teknologi. Desain organisasi pada umumnya mengikuti perencanaan karena organisasi harus menerapkan rencana strategis. Proses perencanaan itu sendiri karena mencakup suatu analisis atas lingkungan eksternal maupun kekuatan dan kelemahan perusahaan. Proses pengendalian merupakan proses yang dinamis dan berkesinambungan, dimulai dengan prestasi yang nyata dan mengukur prestasi tersebut, manajer membandingkan prestasi dengan standar, mengidentifikasi adanya penyimpangan dan menganalisis penyimpangan dan menentukan program perbaikan bila perlu, kemudian melaksanakan program perbaikan untuk mencapai prestasi yang diharapkan.

DAFTAR PUSTAKA

Hill, Charles. 2009. International Business 7thed : Competing in The Global Market Place.New York : McGraw Hill

Daniels, John D., Lee H. Radebaugh, dan Daniel P. Sullivan, 2007. International Business: Environment and Operations. New Jersey : Pearson Prentice Hall.

Wild, John J., Wild, Kenneth L., & Jerry C. Y. 2008. International Business: The Challenge of Globalization. New Jersey : Pearson Prantice Hall.

»»  Baca Lebih Lanjut...

Posting Kami