Selasa, 28 Mei 2013

SISTEM PEMBINAAN AKHLAK DALAM TASAWUF

 

clip_image002

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Akhlak dan Tasawuf saling berkaitan. Akhlak dalam pelaksanaannya mengatur hubungan horizontal antara sesame manusia, sedangkan tasawuf mengatur jalinan komunikasi vertical antara manusia dengan Tuhannya. Akhlak menjadi dasar dari pelaksanaan tasawuf, sehingga dalam prakteknya tasawuf mementingkan akhlak.[1]

Karena dalam prakteknya mementingkan akhlak, maka secara tidak langsung tasawuf juga mempengaruhi tingkah laku seseorang. Dalam tulisan ini, kami mencoba untuk mencoba menjelaskan bagaimana tasawuf membentuk akhlak dan karakter seseorang.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara tasawuf membina akhlak seseorang?

2. Apa yang dimaksud dengan Takhally, Tahally, dan Tajally?

3. Dampak apa saja yang bisa ditimbulkan dari adanya perilaku tasawuf terhadap akhlak seseorang?


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pembinaan Akhlak Dalam Tasawuf

Akhlak adalah hal yang terpenting dalam kehidupan manusia karena akhlak mencakup segala pengertian tingkah laku, tabi'at, perangai, karakter manusia yang baik maupun yang buruk dalam hubungannya dengan Khaliq atau dengan sesama rnakhluk.

Akhlak secara etimologi berasal dari bahasa Arab yaitu khuluqun yang secara bahasa diartikan sebagai budi pekerti, perangai, tingkah laku, watak, karakter atau tabiat. Kalimat   tersebut   mengandung   segi-segi persesuaian dengan perkataan khalaqun yang berarti kejadian, serta erat hubungan dengan khaliq yang berarti pencipta dan makhluq yang berarti diciptakan. Perumusan pengertian akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan baik antara khaliq dengan makhluk dan antara makhluk dengan makhluk.[2]

Sedangkan secara terminologi akhlak suatu keinginan yang ada di dalam jiwa yang akan dilakukan dengan perbuatan tanpa intervensi akal/pikiran. Menurut Al Ghazali akhlak adalah sifat yang melekat dalam jiwa seseorang yang menjadikan ia dengan mudah tanpa banyak pertimbangan lagi. Sedangkan sebagaian ulama yang lain mengatakan akhlak itu adalah suatu sifat yang tertanam didalam jiwa seseorang dan sifat itu akan timbul disetiap ia bertindak tanpa merasa sulit (timbul dengan mudah) karena sudah menjadi budaya sehari-hari.[3]

Pembinaan akhlak bagi setiap muslim merupakan sebuah kewajiban yang harus dilakukan terus menerus tanpa henti baik melalui pembinaan orang lain maupun pembinaan diri sendiri tanpa harus dituntun oleh orang lain. Ada sebuah kaidah yang mengatakan bahwa ketika seseorang berilmu tanpa didampingi oleh akhlak bagaikan orang pincang dan sesorang yang berakhlak tapi tidak berilmu seperti orang buta. Ini menunjukkan betapa pentingnya akhlak dalam hidup ini. Bahkan dalam kaidah psikologi, akhlak adalah posisi pertama dalam nilai keungggulan manusia.[4]

Pada hakekatnya pembinaan akhlak tasawuf lebih merupakan pembinaan akhlak yang dilakukan seseorang atas dirinya sendiri dengan tujuan jiwanya bersih dan perilakunya terkontrol.

Dalam pandangan para sufi, bahwa untuk merehabilitasi sikap mental yang tidak baik diperlukan terapi yang tidak hanya dari aspek lahiriyah. Oleh karena itu pada tahap-tahap awal memasuki kehidupan tasawuf, seseorang diharuskan melakukan amalan dan latihan kerohanian yang cukup berat, tujuannya adalah mengusai hawa nafsu, menekan hawa nafsu, sampai ke titik terendah dan -bila mungkin- mematikan hawa nafsu sama sekali oleh karena itu dalam tasawuf akhlaqi mempunyai tahap sistem pembinaan akhlak disusun ke dalam 3 tahapan, yaitu Takhally, Tahally, Tajally.

2.2 Takhally, Tahally, dan Tajally

Takhally dapat diartikan sebagai proses pembersihan diri dari sifat tercela yang menempel pada diri kita. Adapun sifat-sifat itu antara lain : syirik, hasad, ghasab, riya’, sum’ah dan lain-lain. Setelah kita mengetahui apa yang buruk dari kita, ada beberapa yang perlu kita lakukan untuk menghapus sifat buruk itu.

Takhally juga dapat diartikan mengosongkan diri dari sifat ketergantungan terhadap kelezatan duniawi. Hal ini akan dapat dicapai dengan jalan menjauhkan diri dari kemaksiatan dalam segala bentuknya dan berusaha melenyapkan dorongan hawa nafsu jahat. Menurut kalangan sufi, kemksiatan dapat dibagi dua ; pertama, maksiat lahir yaitu sifat tercela yang dikerjakan oleh anggota lahir seperti tangan, mulut dan mata. Sedangkan maksiat batin ialah segala sifat tercela yang diperbuat anggota batin yaitu hati.

Menurut al-Ghazali, moral adalah setiap hal yang mengangkat jiwa dan kehidupan menuju cahaya dan kesucian. Sedangakan kejelekan adalah semua hal yang merusak tubuh jiwa serta akal dan menjauhkan ruh dari cahaya dan kesucian. Al-Ghazali mengajak untuk tidak menjilat dalam mencari rezeki, menghilangkan keinginan kuat untuk meraih kenikmatan hidup dan membawa jiwa untuk menuju keindahan-keindahan hidup. Al-Ghazali meremehkan harta, pangkat dan kedudukan jika dalam membela sikap yang demikian terdapat sifat yang menggerogoti moral yang lurus. Al-Ghazali menyerukan untuk menahan jiwa, akal dan tangan dari ketamakan-ketamakan hidup, kenikmatan-kenikmatan hina, kemuliaan palsu dan pertarungan yang batil.[5]

Tahally merupakan proses membiasakan diri kepada sifat-sifat serta perbuatan yang baik. Adapun sifat-sifat terpuji itu antara lain, tauhid, taubah, zuhud, hub, wara’, sabar dan lain-lain. Tahally ini dilakukan setelah proses Takhally (perbersihan diri). Tahally, sebagai tahap kedua berikutnya, adalah upaya pengisian hati yang telah dikosongkan dengan isi yang lain, yaitu Allah (swt). Pada tahap ini, hati harus selalu disibukkan dengan dzikir dan mengingat Allah dalam setiap aktivitas yang dilakukannya. Dengan mengingat Allah, melepas selain-Nya, akan mendatangkan kedamaian. Tidak ada yang ditakutkan selain lepasnya Allah dari dalam hatinya. Hilangnya dunia, bagi hati yang telah Tahally, tidak akan mengecewakan. Waktunya sibuk hanya untuk Allah, bersenandung dalam dzikir. Dia bekerja, berdagang, mencari ilmu hanya untuk Allah. Pada saat Tahally, lantaran kesibukan dengan mengingat dan berdzikir kepada Allah dalam hatinya, anggota tubuh lainnya tergerak dengan sendirinya ikut bersenandung dzikir. Lidahnya basah dengan lafadz kebesaran Allah yang tidak henti-hentinya didengungkan setiap saat. Tangannya berdzikir untuk kebesaran Tuhannya dalam berbuat. Begitu pula, mata, kaki, dan anggota tubuh yang lain. Pada tahap ini, hati akan merasai ketenangan. [6]

Kegelisahannya bukan lagi pada dunia yang menipu. Kesedihannya bukan pada anak dan istri yang tidak akan menyertai kita saat maut menjemput. Kepedihannya bukan pada syahwat badani yang seringkali memperosokkan pada kebinatangan. Tapi hanya kepada Allah. Hatinya sedih jika tidak mengingat Allah dalam setiap detik.

Tajally setelah seseorang bisa melalui dua tahap Takhally dan Tahally (mengosongkan hati dari sifat terccela dan mengisi dengan sifat yang baik), maka seseorang akan mencapai tahap Tajally yang berarti lenyapnya sifat kemanusiaan atau terangnya nur yang selama itu tersembunyi atau fana segala sesuatu (selain Allah) ketika Nampak wajah Allah. Tajally merupakan istilah tasawuf yang berarti ”penampakan diri Tuhan” yang bersifat absolut dalam bentuk alam yang bersifat terbatas. Istilah ini berasal dari kata tajalla atau yatajalla, yang artinya “menyatakan diri”.

Tajally merupakan poin poros dalam pemikiran Ibn ’Arabi. Sebenarnya, konsep tajali adalah pijakan dasar pandangan Ibnu Arobi mengenai realitas. Semua pemikiran Ibn ’Arabi mengenai struktur ontologis alam berkisar pada poros ini, dan dari situ berkembang menjadi sistem kosmik berjangkauan luas. Tidak ada bagian dalam pandangan Ibnu Arobi tentang realitas yang bisa dipahami tanpa merujuk pada konsep utama ini. Keseluruhan filsafatnya, secara ringkas, adalah teori Tajally.[7]

Bagi Ibn Arabi pengertian Tajally tidak terbatas pada penampakan Tuhan bagi orang-orang yang mengalami kasyf (keterbukaan tabir dari mata batin mereka), tapi lebih dari itu. Menurutnya, pengetahuan kasyf memberi informasi bahwa alam adalah Tajally Tuhan dalam bentuk yang beraneka ragam, sesuai dengan ide-ide tetap (tentang alam) dalam ilmu Tuhan. Bentuk Tajally dengan Tajally yang lain tidak pernah persis sama, bentuk suatu Tajally tidak pernah berulang, dan Tajally itu akan berlangsung terus tanpa henti.[8]

2.3 Dampak-dampak Yang Ditimbulkan Dari Pembinaan Akhlak Dalam Tasawuf

Tujuan utama dari pembinaan akhlak dalam tasawuf adalah terbentuknya sosok manusia yang mempunyai adab dan akhlak yang baik dan selalu ingat kepada Tuhannya (ulul albab).

Allah berfirman :

žcÎ) ’Îû È,ù=yz ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚö‘F{$#ur É#»n=ÏF÷z$#ur È@øŠ©9$# Í‘$pk¨]9$#ur ;M»tƒUy ’Í<'rT[{ É=»t6ø9F{$# ÇÊÒÉÈ tûïÏ%©!$# tbrãä.õ‹tƒ ©!$# $VJ»uŠÏ% #YŠqãèè%ur 4’n?tãur öNÎgÎ/qãZã_ tbr㍤6xÿtGtƒur ’Îû È,ù=yz ÏNºuq»uK¡¡9$# ÇÚö‘F{$#ur $uZ­/u‘ $tB |Mø)n=yz #x‹»yd WxÏÜ»t/ y7oY»ysö6ß™ $oYÉ)sù z>#x‹tã Í‘$¨Z9$# ÇÊÒÊÈ

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (yaitu) Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.” (QS. Ali ‘Imran 190-191)

Dan manusia yang seperti inilah yang disebutkan dalam QS. Ali ‘Imran ayat 110 sebagai umat terbaik (khoirul ummah) yang selalu mengajak kepada kebaikan dan mencegah segala bentuk kemungkaran.

öNçGZä. uŽöyz >p¨Bé& ôMy_̍÷zé& Ĩ$¨Y=Ï9 tbrâßDù's? Å$rã÷èyJø9$$Î/ šcöqyg÷Ys?ur Ç`tã ̍x6ZßJø9$# tbqãZÏB÷sè?ur «!$$Î/ 3 öqs9ur šÆtB#uä ã@÷dr& É=»tGÅ6ø9$# tb%s3s9 #ZŽöyz Nßg©9 4 ãNßg÷ZÏiB šcqãYÏB÷sßJø9$# ãNèdçŽsYò2r&ur tbqà)Å¡»xÿø9$# ÇÊÊÉÈ

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”. (QS. Ali ‘Imran : 110)

Untuk menjadi khairul ummah, Kita dapat membentuk dengan cara berakhlak yang baik, yaitu: Akhlak manusia terhadap Allah (habluminallah) dan akhlak manusia terhadap manusia (habluminannas).

Akhlak terhadap Allah dijelaskan dan dikembangkan oleh ilmu tasawuf dan tarikat-tarikat. Sedankan akhlak terhadap manusia dijelaskan oleh ilmu akhlak yang berupa: budi pekerti, tingkah laku, atau tabiat seseorang. Akhlak terhadap Allah SWT antara lain, adalah:

a. Mahabbatullah, yaitu mencintai Allah melebihi cinta kepada apa dan siapapun juga dengan mempergunakan firman-Nya dalam al-Qur’an sebagai pedoman hidup dan kehidupan. Kecintaan kita kepada Allah diwujudkan dengan cara melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya.

b. Dzikir, yaitu ingat kepada Allah SWT karena mencintai-Nya, dank arena takut terhadap murka dan adzab-Nya.

c. Tawaddu’, yaitu suatu sikap rendah hati yang lahir dari kesadaran yang paling dalam (penuh penghayatan) atas keberadaan seseorang manusia sebagai makhluk yang selalu diliputi oleh berbagai kekurangan, keterbatasan, dan kedhaifan di tengah-tengah kekuasaan Allah SWT yang Maha Segalanya.

d. Raja’, yaitu mengharapkan karunia dan berusaha memperoleh keridhaan Allah SWT.

e. Syukur, yaitu ungkapan rasa terimakasih atas nikmat (karunia) yang telah diberikan oleh Allah SWT dan sesuai dengan aturan atau ketentuan yang telah digariskan oleh Allah SWT.

f. Sabar, yaitu sesuatu keadaan jiwa seseorang yang dapat menerima dengan lapang dada atas penderitaan atau musibah yang menimpa dirinya.

g. Taubat, yaitu bertobat kepada Allah SWT. Taubat yang paling tinggi adalah taubat nasuha yaitu tobat benar-benar tobat, tidak lagi melakukan perbuatan sama yang dilarang Allah.

Akhlak terhadap manusia antara lain adalah:

a. Akhlak terhadap Rasulullah SAW

Ø Mencintai Rasulullah secara tulus dengan mengikuti semua sunnahnya.

Ø Menjadikan Rasulullah sebagai idola, suri teladan dalam kehidupan.

Ø Menjalankan apa yang disuruhnya, dan tidak melakukan apa yang dilarangnya.

b. Akhlak terhadap orang tua (birrul walidain)

Ø Mencintai mereka melebihi cinta kepada kerabat lainnya.

Ø Merendahkan diri pada keduanya diiringi perasaan kasih saying.

Ø Berkomunikasi dengan orang tua secara lemah lembut.

Ø Berbuat baik kepada orang tua dengan sebaik-baiknya, dengan mengikuti nasehatnya dan tidak menyinggung perasaannya.

Ø Mendo’akan keselamatan dan keampunan bagi mereka baik ketika masih hidup maupun sudah meninggal dunia.

c. Akhlak terhadap diri sendiri

Ø Memelihara kesucian diri.

Ø Menutup aurat.

Ø Jujur dalam perkataan maupun perbuatan.

Ø Malu melakukan perbuatan jahat

Ø Berlaku adil

Ø Menjauhi segala perkataan dan perbuatan tercela

d. Akhlak terhadap tetangga dan masyarakat

Ø Saling mengunjungi

Ø Saling bantu membantu di waktu senang dan susah

Ø Mumuliakan tamu

Ø Saling menghormati dan mengasihi

Ø Menghormati nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat

Ø Saling menjaga untuk tidak melakukan perbuatan jahat dan tercela

Ø Bermusyawarah dalam segala urusan demi kepentingan bersama

Ø Menunaikan amanah dan kepercayaan yang diberikan orang kepada kita

Maka oleh karena itu, seorang muslim dalam membentuk khairul ummah (sebaik-baik umat) harus memenuhi syarat-syarat diatas. Manusia berperan penting dalam membina akhlak dan tasawuf demi tercapainya khairul ummah terhadap cinta kepada Allah (habluminallah) dan cinta kepada manusia (habluminannas).[9]


BAB III

KESIMPULAN

Tujuan utama dari pembinaan akhlak dalam tasawuf adalah terbentuknya sosok khoirul ummah (umat terbaik) yang memiliki watak ulul albab. Diharapkan dengan latihan kerohanian yang cukup berat, karakter ulul albab dan terbentuknya sosok khoirul ummah dapat terwujud. Apalagi di zaman sekarang dimana karakter-karakter seperti ini banyak diharapkan untuk mengubah keadaan moral manusia saat ini yang sudah terlanjur buruk.

Semoga dengan ditulisnya tulisan kami yang sederhana ini, bisa menambah wawasan kita dalam bertasawuf. Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan, karena tidak ada seorang manusiapun yang sempurna dalam segala hal.


DAFTAR PUSTAKA

Hilal, Ibrahim. 2002. Tasawuf (Antara Agama dan Filsafat). Bandung : Pustaka Hidayah

Judiari, Josina, 2013. Organisation Behavior. Materi disampaikan dalam perkuliahan Teori Perilaku Organisasi Jurusan Manajemen UIN Maulana Malik Ibrahim pada tanggal 13 Maret 2013

Murthada, Muthahhari. 2002. Mengenal Tasawuf: Pengantar Menuju Dunia Irfan, terj. Mukhsin Ali. Jakarta : Pustaka Zahra

Mustofa, H.A. 2005. Akhlak Tasawuf. Bandung : Pustaka Setia

Syukur, Amin dan Masyaruddin. 2002. Intelektualisme Tasawuf (Studi Intelektualisme Tasawuf Al- Ghazali). Semarang : LEMBKOTA.


[1] Syukur, Amin dan Masyaruddin. 2002. Intelektualisme Tasawuf (Studi Intelektualisme Tasawuf Al- Ghazali) halaman : 28

[2] H.A. Mustofa, 2005. Akhlak Tasawuf. Halaman : 11

[3] Ibrahim Hilal. 2002. Tasawuf (Antara Agama dan Filsafat). Halaman : 14

[4] Josina Judiari, 2013. Organisation Behavior. Materi disampaikan dalam perkuliahan Teori Perilaku Organisasi Jurusan Manajemen UIN Maulana Malik Ibrahim pada tanggal 13 Maret 2013

[5] Muthahhari Murthada, 2002, Mengenal Tasawuf: Pengantar Menuju Dunia Irfan, terj. Mukhsin Ali. Halaman : 56

[6] Ibid halaman 58

[7] Ibid halaman 60

[8] Ibid halaman 61

[9] Loc. Cit H.A. Mustofa, 2005. Akhlak Tasawuf. Halaman : 153

0 komentar:

Posting Komentar

Posting Kami