PENDIDIKAN PANCASILA
Oleh :
Rahmat Muhajir Nugroho, SH
Kriteria Penilaian
Kriteria Penilaian
PENDAHULUAN
Pancasila adalah dasar filsafat negara RI yang secara resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 dan tercantum dalam Pembukaan UUD 1945
Dalam perjalanan sejarah Pancasila kadang hanya dijadikan alat legitimasi kekuasaan bukan dasar filsafat negara dan pandangan hidup bangsa
Reformasi,mencabut Tap No. XVIII/MPR/1998 tentang pencabutan P-4 dan asas tunggal Pancasila
Dampak sebaliknya adalah kalau ada pihak yang mengkaji dan mengembangkan pancasila pada masa sekarang ini, dianggap mengembalikan kewibawaan orde baru.
Akibatnya bisa memecah persatuan dan kesatuan bangsa.
Realitas saat ini hasil reformasi belum dapat dinikmati oleh masyarakat, nasionalisme semakin rapuh, gerakan masa brutal dan lain2.
Pengaruh ideologi liberal, sosialis, komunis masuk di era reformasi dan demokrasi saat ini.
Meletakkan ideologi Pancasila sebagai ideologi negara secara benar
Landasan Pendidikan Pancasila
• Landasan Historis
• Landasan Kultural
• Landasan Yuridis
• Landasan Filosofis
Ad. a. Landasan Historis
Bangsa Indonesia terbentuk melalui proses sejarah panjang sejak Kutai, Sriwijaya, Majapahit.
Tersimpul ciri khas, sifat dan karakteristik bangsa yang berbeda dengan bangsa lain.
Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila secara objektif historis telah dimiliki oleh bangsa Indonesia.
Sangat penting bagi generasi penerus untuk mengkaji, memahami dan mengembangkan nilai-nilai Pancasila berdasarkan pendekatan ilmiah
Ad. b. Landasan Kultural
Setiap bangsa memiliki pandangan hidup, filsafat hidup dan pegangan hidup agar tidak terombang-ambing dalam kancah pergaulan masy. Internasional.
Nilai-nilai pancasila bukan merupakan hasil pemikiran konseptual seseorang tetapi hasil karya besar bangsa Indonesia, yaitu diangkat dari nilai-nilai kultural yang dimiliki bangsa Indonesia. Proses refleksi historis pendiri negara.
Ideologi Pancasila dapat disejajarkan dengan ideologi-ideologi bangsa lain.
Generasi penerus harus mendalami dan mengembangkan sesuai tuntutan zaman.
Ad. c. Landasan Yuridis
UUD 1945, Pasal 31 = setiap WN berhak mendapatkan pendidikan
UU No. 30 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Tujuan : Pendidikan Psl untuk meningkatkan kualitas mental/emosional, yang tidak instan, jadi dibutuhkan proses sehingga harus diberikan secara kontinu dalam semua jenjang pendidikan.
Agar mahasiswa mampu mengambil sikap sesuai hati nuraninya, mengenali masalah hidup, mengenali perubahan serta mampu memaknai peristiwa sejarah, nilai-nilai budaya demi persatuan bangsa.
Ad. d. Landasan Filosofis
Secara filosofis bangsa Indonesia berkeTuhanan dan berkemanusiaan.
Syarat mutlak suatu negara adalah adanya persatuan yang terwujudkan sebagai rakyat (unsur pokok negara). Harus berpersatuan dan berkerakyatan
Dalam hidup bernegara nilai2 Psl merupakan dasar filsafat negara. Konsekuensinya dalam setiap penyelenggaraan negara harus bersumber pada nilai2 pancasila termasuk sistem peraturan Per-UU-an di Indonesia.
Sumber nilai dalam pembangunan Politik, ekonomi, hukum, sosial budaya, maupun hankam
Tujuan Pendidikan Pancasila
Untuk menghasilkan peserta didik yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, dengan sikap dan perilaku :
• memiliki kemampuan untuk mengambil sikap yang bertgjwb sesuai hati nuraninya.
• Memiliki kemampuan untuk mengenali masalah hidup dan kesejahteraan dan cara2 pemecahannya.
• Mengenali perubahan2 dan perkembangan ilmu pengetahuan, tek, dan seni.
• Memiliki kemampuan untuk memaknai peristiwa sejarah dan nilai2 budaya bangsa untuk menggalang persatuan Indonesia.
PENGERTIAN PANCASILA
PENGERTIAN PANCASILA
• Secara Etimologis
Secara Etimologis/bahasa, menurut tingkatannya, “Pancasila” itu berasal dari bahasa sansekerta dari India (bahasa kasta Brahmana)
Menurut Mohammad Yamin, dalam bahasa sansekerta perkataan “Pancasila” ada 2 macam arti yaitu :
- Panca artinya lima.
- Syila, artinya batu sendi, alas atau dasar
- Syiila, artinya peraturan tingkah laku yang penting/baik/senonoh.
Kata sila dalam bahasa Indonesia menjadi “susila” artinya tingkah laku yang baik.
Maka perkataan “Panca-syila” artinya berbatu sendi yang lima.
Sedangkan perkataan “Panca-syiila” artinya lima aturan tingkah laku yang penting.
Perkataan Pancasila mula-mula dipergunakan oleh pemeluk Agama Budha di India. Ajaran Budha bersumber pada kitab suci Tri Pitaka :
Sutha Pitaka
Abhidama Pitaka
Vinaya Pitaka
Dalam ajaran-ajaran Budha antara lain memuat tentang ajaran-ajaran moral, dimana untuk setiap golongan berbeda kewajiban moralnya antara lain :
Dasasyila
Saptasyila
Pancasyila
Ajaran Pancasila menurut Budha merupakan lima aturan (larangan) atau Five Moral Principlesyang harus ditaati dan dilaksanakan oleh para penganut biasa (awam) dalam agama Budha yang menurut bahasa aslinya bahasa Pali.
Pancasila yang berisi lima larangan atau pantangan yang dalam kitab budhisme berbunyi sebagai berikut :
1. Panatipala veramani sikhapadam samadiyani
(Janganlah mencabut nyawa makhluk hidup/dilarang membunuh)
2. Adinna dana veramani shikapadam samadiyani
(janganlah mengambil barang yang tidak diberikan/dilarang mencuri)
3. Kameshu micchacara veramani sikhapadam samadiyani
(Janganlah berhubungan kelamin/dilarang berzina)
4. Musawada veramani sikhapadam samadiyani
(Janganlah berkata palsu/dilarang berdusta)
5. Sura-meraya-majja-pamada-tthana sikhapadam samadiyani
(Janganlah meminum-minuman yang menghilangkan pikiran, yang maksudnya dilarang minum minuman keras)
Perkataan Pancasila dalam khasanah kesusasteraan Indonesia di Jaman Majapahit dapat ditemukan pada Kitab Negarakertagama karangan Empu Prapanca tahun 1365. Dalam sarga 53 bait ke 2 berbunyi
“Yatnaggewani pancasyila kertasangskarabhisekakarama”, artinya Raja menjalankan dengan setia kelima pantangan (Pancasila) itu.
Kata-kata tersebut digunakan pada upacara-upacara ibadat dan penobatan-penobatan.
Dalam budaya Jawa, ada Ma lima (lima prinsip moral), dilarang :
* Mateni (membunuh)
* Maling (mencuri)
* Madon (berzina)
* Mabok,madat (minum-minuman keras)
* Main (berjudi)
B. Secara Historis
Konsep Pancasila dibahas dalam Sidang BPUPKI.
Sidang I : tgl 29 Mei- 1 Juni 1945, Sidang II : tgl 10-16 Juli 1945.
Mr. Muhammad Yamin, secara lisan dalam pidatonya (29 Mei 1945) :
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat
Secara tertulis Muh. Yamin menyampaikan usul :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kebangsaan Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan yang adil dan beradab
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Mr. Soepomo dalam pidatonya (31 Mei 1945)
1. Persatuan
2. Kekeluargaan
3. Keimbangan lahir batin
4. Musyawarah
5. Keadilan Rakyat
Ir. Soekarno dalam pidatonya (1 Juni 1945) :
1. Kebangsaan – Nasionalisme
2. Perikemanusiaan- Internasionalisme
3. Mufakat – Demokrasi
4. Keadilan sosial
5. Ketuhanan Yang Maha Esa
Menurut Bung Karno kelima sila ini bisa diperas menjadi Tri sila yaitu :
1. Socio-nasionalisme
2. socio-demokratie
3. Ke-Tuhanan
Menurut Bung Karno Tri sila tersebut dapat diperas lagi menjadi eka sila yaitu “gotong royong”.
Piagam Jakarta (22 Juni 1945) disusun oleh Panitia 9 :
1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat
Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Alinea Keempat Pembukaan UUD 1945 (18 Agustus 1945) :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan Sosial Bagi seluruh rakyat Indoesia
Konstitusi RIS (29 Desember 1949 s.d. 17 Agustus 1950), rumusan dasar negara berbunyi sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Peri Kemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Kerakyatan
5. Keadilan Sosial
UUDS 1950 (17 Agustus 1950-5 Juli 1959)rumusan dasar negara sama seperti yang tercantum dalam Konstitusi RIS.
Dekrit Presiden 5 Juli 1959, isinya : membubarkan badan konstituante, kembali ke UUD 1945, membentuk MPRS dan DPAS
Dari keseluruhan rumusan Pancasila itu yang sah adalah yang tercantum dalam alenia IV Pembukaan UUD 1945.
Amandemen UUD 1945
I. 1999
II. 2000
III. 2001
IV. 2002
C. ASAL MULA PANCASILA
Pengertian
Pancasila sebagai dasar filasafat Negara Republik Indonesia digali dari nilai-nilai budaya dan nilai-nilai agama-agama bangsa Indonesia. Menurut Prof. Notonagoro, S.H., Pancasila kalau ditinjau asal mulanya; atau sebab terjadinya maka Pancasila memenuhi syarat empat sebab (kausalitas) sebagaimana menurut Aristoteles yaitu :
Causa materialis, (asal mula bahan)
Causa formalis, (asal mula bentuk)
Causa Efisien, (asal mula karya)
Causa Finalis, (asal mula tujuan)
Penjelasannya :
Causa materialis (asal mula bahan)
Sebelum Pancasila dirumuskan sebagai asas kehidupan kenegaraan, unsur-unsurnya telah terdapat pada Bangsa Indonesia sejak zaman dahulu, terdapat dalam adat-istiadat, kebudayaan dan dalam agama-agama yang ada di Indonesia.
Causa Formalis, (asal mula bentuk)
Yaitu, bahwa bagaimana asal mula bentuk, atau bagaimana bentuk Pancasila itu dirumuskan. Artinya adalah Pembentukan Negara oleh para pendiri negara diantaranya, Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta sebagai anggota BPUPKI, bersama-sama dengan anggota BPUPKI lainnya. Dimana pada sidang BPUPKI pertama dirumuskan dan dibahas Pancasila.
Causa Efisien, (asal mula karya)
Yaitu, sejak mulai dirumuskannya, dibahas dalam sidang BPUPKI pertama dan kedua, juga dalam proses pengesahan Pancasila Dasar Filsafat Negara oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945 yang dipimpin oleh Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta merupakan asal mula karya.
Juga di dalam Panitia Sembilan pada tanggal 22 Juni 1945 yang merumuskan Piagam Jakarta yang memuat calon rumusan Dasar Negara Pancasila sebagai asal mula sambungan.
Causa Finalis, (asal mula tujuan)
Yaitu, asal mula dalam hubungannya dengan tujuan dirumuskannya Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia. Hal ini diwujudkan oleh Panitia Sembilan termasuk Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta, dimana semuanya sebagai anggota BPUPKI yang menyusun Piagam Jakarta (Pembukaan UUD 1945) pertama kali dibentuk, dan memuat Pancasila.
Kemudian PPKI menerima rancangan tersebut dengan segala perubahannya, hal ini dimaksudkan bahwa tujuan dibentuknya Pancasila adalah sebagai Dasar Filsafat Negara Republik Indonesia.
PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT
Pengertian Filsafat
Rumusan Kesatuan Sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem
Kesatuan Sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat
Pancasila sebagai Nilai Dasar Fundamental bagi Bangsa dan negara Republik Indonesia
Inti Sila Sila-sila Pancasila
A. Pengertian Filsafat
Secara Etimologis “Filsafat” berasal dari bahasa Yunani “philein” yang artinya “cinta” dan “sophos” yang artinya “hikmah” atau “kebijaksanaan” atau “wisdom”.
Jadi secara harfiah istilah “filsafat” mengandung makna cinta kebijaksanaan.
Arti filsafat meliputi berbagai masalah dapat dikelompokkan menjadi 2 macam :
Arti filsafat meliputi berbagai masalah dapat dikelompokkan menjadi 2 macam :
Pertama : Filsafat sebagai produk yang mencakup pengertian, yaitu :
Filsafat sebagai jenis pengetahuan, ilmu, konsep, pemikiran-pemikiran dari para filsuf pada zaman dahulu yang lazimnya merupakan suatu aliran atau sistem filsafat tertentu, misalnya rasionalisme, materialisme, pragmatisme dan lain sebagainya.
Filsafat sebagai suatu jenis problema yang dihadapi oleh manusia sebagai hasil dari aktivitas berfilsafat. Jadi manusia mencuri suatu kebenaran yang timbul dari persoalan
Kedua : Filsafat sebagai suatu proses yang dalam hal ini filsafat diartikan dalam bentuk aktivitas berfilsafat, dalam proses pemecahan masalah dengan menggunakan suatu cara dan metode tertentu sesuai dengan objeknya
Cabang-cabang Filsafat yang pokok :
Metafisika, membahas hal-hal yang bereksistensi dibalik fisis, meliputi bidang-bidang: ontologi, kosmologi dan antropologi
Epistemologi, berkaitan dengan persoalan hakikat pengetahuan
Metodologi, berkaitan dengan persoalan hakikat metode dalam ilmu pengetahuan
Logika, berkaitan dengan persoalan filsafat berfikir, yaitu rumus-rumus dan dalil-dalil berfikir yang benar.
Etika, berkaitan dengan moralitas, tingkah laku manusia
Estetika, berkaitan dengan persoalan hakikat keindahan
B. Rumusan Kesatuan Sila-sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem
Pancasila yang terdiri 5 sila pada hakikatnya merupakan sistem filsafat.
Sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerja sama untuk suatu tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh.
1. Susunan Kesatuan Pancasila yang bersifat Organis
Isi sila-sila Pancasila merupakan satu kesatuan
Pancasila merupakan satu kesatuan yang majemuk tunggal. Setiap sila tidak dapat berdiri sendiri dan tidak saling bertentangan.
Kesatuan sila-sila Pancasila yang bersifat organis pada hakikatnya bersumber pada hakikat dasar ontologis manusia “monopluralis” yang memiliki unsur-unsur:
- Susunan Kodrat = jasmani-rohani
- Sifat kodrat = individu-makhluk sosial
- Kedudukan kodrat = pribadi berdiri sendiri-makhluk Tuhan YME
Sila-sila Pancasila merupakan penjelmaan hakikat manusia monopluralis yang merupakan satu kesatuan organis.
2. Susunan Pancasila yang Bersifat Hierarkhis dan Berbentuk Piramidal
Pengertian hierarkhis piramidal digunakan untuk menggambarkan hubungan hierarkhi sila-sila Pancasila dalam urut-urutan luas (kwantitas) dan isi sifatnya (kwalitas).
Urut-urutan lima sila menunjukkan suatu rangkaian tingkat dalam luasnya dan isi sifatnya merupakan pengkhususan dari sila-sila dimukanya.
Lima sila ada hubungan yang mengikat satu dengan yang lain sehingga pancasila merupakan suatu keseluruhan yang bulat.
Hierarkhis Piramidal, maka Sila Ketuhanan YME menjadi basis dari kemanusiaan…, persatuan…,kerakyatan…, dan keadilan…, Sebaliknya Ketuhanan YME adalah Ketuhanan yang berkemanusiaan, berpersatuan, berkerakyatan serta berkeadilan sosial sehingga di dalam setiap sila terkandung sila-sila lainnya.
Hierarkhis dan Piramidal
Rumusan Pancasila Bersifat Hierarkhis dan Berbentuk Piramidal
1. Sila Pertama : Ketuhanan YME adalah meliputi dan menjiwai sila-sila..2, 3,4, 5
2. Sila Kedua : Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah diliputi dan dijiwai oleh sila 1, meliputi dan menjiwai sila-sila 3, 4, 5
3. Sila Ketiga : Persatuan Indonesia adalah diliputi dan dijiwai sila 1, 2, meliputi dan menjiwai sila-sila 4, 5
4. Sila Empat : Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan adalah diliputi dan dijiwai oleh sila 1, 2, 3 meliputi dan menjiwai sila-sila 5
5. Sila Lima : Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia adalah diliputi dan dijiwai sila 1, 2, 3, 4.
3. Rumusan Hubungan Kesatuan Sila-sila Pancasila yang saling mengisi dan saling Mengkualifikasi
Kesatuan Sila-sila Pancasila yang Majemuk Tunggal, hierarkhi Piramidal juga memiliki sifat saling mengisi dan saling mengkualifikasi.
Maksudnya dalam setiap sila terkandung nilai keempat sila lainnya.
• Sila Ketuhanan YME adalah berkemanusiaan yang adil dan beradab, berpersatuan Indonesia dst…
• Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, adalah ber-Ketuhanan YME, berpersatuan Indonesia, dst…
• Dst…
C. Kesatuan Sila-sila Pancasila sebagai Suatu Sistem Filsafat
Pada hakikatnya bukan hanya merupakan kesatuan yang bersifat formal logis saja, namun jg meliputi : kesatuan dasar ontologis, dasar epistemologis, dasar aksiologis dari sila-sila Pancasila.
Pengertian Ontologi :
Bidang/cabang filsafat yang menyelidiki hakikat dari realita yang ada.
Ontologi meliputi masalah apa hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan yang inheren dengan pengetahuan yang tidak terlepas dari persepsi kita tentang apa dan bagaimana yang “ada”.
• Dasar Antropologis Sila-sila Pancasila
Pancasila yang terdiri 5 sila setiap sila bukanlah berdiri sendiri-sendiri, melainkan satu kesatuan dasar ontologis.
Dasar Ontologis Pancasila pada hakikatnya adalah manusia yang memiliki hakikat mutlak monopluralis. Oleh karena itu hakikat dasar ini juga disebut sebagai dasar Antropologis.
Pancasila adalah dasar filsafat negara, adapun pendukung pokok negara adalah rakyat dan unsur rakyat adalah manusia itu sendiri.
Sehingga Hakikat dasar antropologis sila-sila Pancasila adalah manusia.
Hubungan kesesuaian antara negara dengan landasan sila-sila Pancasila adalah berupa hubungan sebab-akibat,yaitu :
1. negara sebagai pendukung hubungan
2. Tuhan, manusia, satu, rakyat dan adil
sebagai pokok pangkal hubungan.
Landasan sila-sila Pancasila yaitu
Tuhan, manusia, satu, rakyat dan adil adalah sebagai sebab adapun negara sebagai akibat.
Hubungan Kesesuaian antara Negara dengan Landasan Sila-sila Pancasila
Syarat-syarat berdirinya Negara
• Unsur Konstitutif
1. Rakyat
2. Wilayah
3. Pemerintah yang berdaulat
• Unsur Deklaratif
Pengakuan dari negara lain.
2. Dasar Epistemologis Sila-sila Pancasila
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya juga merupakan suatu sistem pengetahuan.
Pengertian Epistemologi :
cabang filsafat yang membahas tentang sumber, batas, proses hakikat dan validitas pengetahuan.
Pancasila sebagai pedoman atau dasar bagi bangsa Indonesia dalam kehidupan.
Pancasila menjadi suatu sistem cita-cita atau keyakinan-keyakinan yang menyangkut praktis. Karena dijadikan landasan bagi cara hidup manusia/kelompok masyarakat.
Hal ini berarti filsafat telah menjelma menjadi ideologi.
Dasar Epistemologis Pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dengan dasar ontologisnya.
Pancasila sebagai objek pengetahuan pada hakikatnya meliputi :
a. sumber pengetahuan Pancasila
adalah : nilai-nilai yang ada pada bangsa Indonesia
sendiri, yang memiliki nilai-nilai adat-istiadat serta
kebudayaan dan nilai religius.
b. susunan pengetahuan Pancasila
Pancasila memiliki susunan yang bersifat formal
logis baik dalam arti susunan sila-sila Pancasila
maupun isi arti sila-sila Pancasila. Susunan
kesatuan sila-sila Pancasila adalah bersifat
hierarkhis dan berbentuk piramidal.
3. Dasar Aksiologis nilai-nilai Pancasila
Sila-sila sebagai suatu sistem filsafat juga memiliki satu kesatuan dasar aksiologisnya sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya juga merupakan satu kesatuan.
Terdapat berbagai macam teori tentang nilai dan hal ini sangat tergantung pada titik tolak dan sudut pandangnya masing-masing dalam menentukan tentang pengertian nilai dan hierarkinya, misal materialisme, hedonisme.
0 komentar:
Posting Komentar