Sabtu, 08 Januari 2011

SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAH PUSAT


Penerapan sistem akuntansi pemerintahan dari suatu negara akan sangat bergantung kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku pada negara yang bersangkutan. Ciri-ciri terpenting atau persyaratan dari sistem akuntansi pemerintah menurut PBB dalam bukunya A Manual for Government Accounting, antara lain disebutkan bahwa:
1.         Sistem akuntansi pemerintah harus dirancang sesuai dengan konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada suatu negara.
2.         Sistem akuntansi pemerintah harus dapat menyediakan informasi yang akuntabel dan auditabel (artinya dapat dipertanggungjawabkan dan di­audit).
3.         Sistem akuntansi pemerintah harus mampu menyediakan informasi ke­uangan yang diperlukan untuk penyusunan rencana/program dan evaluasi pelaksanaan secara fisik dan keuangan.
Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) adalah sistem akuntansi yang meng­olah semua transaksi keuangan, aset, kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah pusat, yang menghasilkan informasi akuntansi dan laporan keuangan yang tepat waktu dengan mutu yang dapat diandalkan, baik yang diperlukan oleh badan-badan di luar pemerintah pusat seperti DPR, maupun oleh berbagai tingkat manajemen pada pemerintah pusat.
A. PERKEMBANGAN AKUNTANSI PEMERINTAHAN DI INDONESIA
      Perkembangan akuntansi pemerintahan di Indonesia sangat lamban dalam merespons tuntutan perkembangan zaman. Akuntansi pemerintahan di Indonesia juga belum berperan sebagai alat untuk meningkatkan kinerja birokrasi. pemerintah dalam memberikan pelayanan publik kepada masyarakat. Pada periode lama, output yang dihasilkan oleh akuntansi pemerintahan di Indonesia sering tidak akurat, terlambat, dan tidak informatif, sehingga tidak diandalkan dalam pengambilan keputusan. Malah, segala kekurangan ada dalam akuntansi pemerintahan pada periode tersebut sering menjadi ladang yang subur untuk tumbuhnya praktek-praktek KKN.
Namun demikian, pada dasawarsa terakhir yang berkulminasi diundangkannya tiga paket keuangan negara, terdapat dorongan yang kuat untuk memperbaharui akuntansi pemerintahan di Indonesia. Beberapa faktor penting yang menjadi pendorong tumbuh pesatnya perkembangan akuntansi pemerintahan di Indonesia akhir-akhir ini antara lain, adalah:
  1. Ditetapkannya tiga paket UU yang mengatur Keuangan Negara Pasal 32 (1) UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara mengamanatkan hahwa laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD berupa laporan keuangan yang disusun dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan.
  2. Ditetapkannya UU tentang pemerintahan daerah dan UU tentang penmbangan antara keuangan pemerintah pusat dan daerah. Pasal 184 ayat 1; UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa laporan keuangan disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
  3. Profesi akuntansi. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah lama menginginkan adanva standar akuntansi di sektor publik sebagai hal yang paralel dengan telah adanya lebih dahulu standar akuntansi di sektor komersiil.
  4. Birokrasi. Pemerintahan merupakan penyusun dan sekaligus pemakai yang berkepentingan akan adanya suatu akuntansi pemerintahan yang handal. Dengan diundangkannya tiga paket keuangan negara mendorong birokrat secara serius menyiapkan sumber daya, sarana, dan prasarananya.
5.      Masyarakat (LSM dan wakil rakyat). Masyarakat melaiui LSM dan wakil rakyat di DPR, DPD, dan DPRD juga menaruh perhatian terhadap praktik good governance pada pemerin­tahan di Indonesia. Ditetapkannya undang-undang yang menyangkut tiga paket keuangan negara dan pemerintahan daerah merupakan cerminan dari kontribusi aktif para wakil rakyat di DPR. Di samping itu, pertang­gungjawaban atas pelaksanaan APBN/APBD memerlukan persetujuan dari DPR/DPRD.
6.      Sektor Swasta. Perhatian dari sektor swasta mungkin tidak terlalu signifikan karena akuntansi pemerintahan tidak terlalu berdampak secara langsung atas kegiatan dari sektor swasta. Namun, penggunaan teknologi informasi dan pengembangan sistem informasi berbasis akuntansi akan mendorong se­bagian pelaku bisnis di sektor swasta untuk ikut menekuninya.
  1. Akademisi. Akademisi terutama di sektor akuntansi menaruh perhatian yang cukup besar atas perkembangan pengetahuan di bidang akuntansi pemerintahan. Perhatian ini sangat erat kaitannya dengan penyiapan SDM yang me­nguasai kemampuan di bidang akuntansi pemerintahan untuk memenuhi kebutuhan tenaga operasional dan manajer akuntansi di pemerintahan. Beberapa anggota Komite Standar Akuntansi Pemerintahan saat ini ber­asal dari perguruan tinggi. Di samping itu, jurusan akuntansi pada pergu­ruan tinggi sudah lama memberikan kepada mahasiswa S1 mata kuliah akuntansi pemerintahan. Beberapa perguruan tinggi juga sudah mulai menawarkan spesialisasi akuntansi sektor publik pada program magister akuntansinya.
8.      Dunia Internasional (lender dan investor). World Bank, ADB, dan JBIC, merupakan lembaga internasional (lender), yang ikut berkepentingan untuk berkembangnya akuntansi sektor publik yang baik di Indonesia. Perkembangan akuntansi tadi diharapkan dapat meningkatkan transparansi dan akuntanbilitas dari proyek pembangunan yang didanai oleh lembaga tersebut. Lembaga ini, baik langsung maupun secara tidak langsung, ikut berperanan dalam mendorong terwqjudnya standar akuntansi pemerintahan yang menopang perubahan akuntansi pcnwrrntaiarn di Indonesia.
  1. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). UU 17/2003 dan UU 15/2004 menyebutkan bahwa Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN/APBD diperiksa oleh BPK. Untuk dapat memberikan opininya, BPK memerlukan suatu standar akuntansi pemerintahan yang diterima secara umum. Perhatian BPK terhadap pengembangan akuntansi pemerintahan sangat besar antara lam ditandai dengan partisipasi dari lembaga ini dalam pembahasan tiga paket UU dengan DPR. Selain itu, pasal 32 (2) UU No. 17 Tahun 200' mengamanatkan bahwa standar akuntansi pemerintahan ditetapkm dengan Peraturan Pemerintah setelah terlebih dahuiu mendapat pertimbangan dari BPK.
10.  Aparat Pengawasan Intern Pemerintah. APIP yang meliputi Bawasda, Irjen, dan BPKP merupakan auditor intern pemerintah yang berperan untuk membantu pimpinan untuk terwujudnya sistem pengendalian intern yang baik sehingga dapat mendorong peningkatan kinerja instansi pemerintah sekaligus mencegah praktek-praktek KKN. Akuntansi pemerintahan sangat erat kaitan dan dampaknya terhadap sistem pengendalian intern sehingga auditor intern mau tidak mau harus memiliki kemampuan di bidang akuntansi pemerintahan sehingga dapat berperan untuk mendorong penerapan akutansi pemerintahan yang sedang dikembangkan.
B. PENGEMBANGAN SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAH
Pengembangan Sistem Akuntansi Pemerintah sudah beberapa kali dilakukan perubahan dan penyempurnaan dengan heberapa kali dikeluarkannya peraturan-peraturan pemerintah khususnya Keputusan Menteri Keuangan. Pengembangan dan implementasi Sistem Akuntansi Pemerintah dapat kita telusuri sejak dikeluarkannya Keputusan Menteri Keuangan RI Nomar 476/ KMK.01/1991 pada tanggal 21 Mei 1991 tentang Sistem Akuntansi Pemerintah, sampai pada tahun 2005, Menteri Keuangan mengeluarkan Peraturan Nomor 59/PMK.06/2005 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat.
Sejarah teori dan praktek akuntansi di Indonesia menunjukkan bahwa sebelum pendidikan akuntansi diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1950­an, pada masa itu hanya dikenal tata buku warisan Belanda yang disebut sis­tem continental. Akibat perubahan hubungan politik dengan Belanda, banyak guru besar berkebangsaan Belanda kembali ke negerinya. Hal ini berakibat adanya perubahan kurikulum pendidikan akuntansi dan sistem continental ke sistem Anglo Saxis (sistem Amerika). Perkembangan selanjutnya, ternyata akuntansi keuangan untuk sektor swasta maju pesat, sedangkan akuntansi di sektor pemerintah masih mengikuti konsep-konsep yang diterapkan sejak zaman Belanda.
Meskipun ada perbaikan dalam akuntansi pemerintah di atas, penyempurnaan yang bersifat mendasar belum pernah dilakukan, sedangkan sistem tersebut mempunyai kelemahan yaitu:
  1. Pada Pemerintah, sebagian aktivitasnya dibiayai melalui anggaran yang setiap tahun ditetapkan dengan undang-undang. Pencatatan pelaksanaan anggaran tersebut terpisah-pisah dan tidak terpadu karena berdasarkan sistem tata buku tunggal (single entry bookeping). Akuntansi yang ter­pisah-pisah tersebut semakin mengakibatkan pelaporannya menjadi tidak bersesuaian satu dengan yang lain karena tidak menggunakan bagan perkiraan yang standar.
  2. Pengelompokan perkiraan yang digunakan pemerintah dirancang hanya untuk memantau dan melaporkan realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran saja; tidak dirancang untuk menganalisis efektivitas pembia­yaan suatu program atau memberikan informasi yang cukup untuk pe­ngendalian pengeluaran suatu program.
  3. Pada akuntansi aset tetap, kelemahannya selain tidak terintegrasi dengan keuangannya juga dalam perencanaan maupun pelaksanaan anggaran tidak dibedakan secara tegas antara belanja modal dan belanja operasi­onal.
  4. Penyusunan pertanggungjawaban pemerintah atas pelaksanaan APBN yang dituangkan dalam bentuk Perhitungan Anggaran Negara (PAN) semula berdasarkan Sumbangan Perhitungan Anggaran/SPA dari seluruh Departemen atau Lembaga.
  5. Tidak ada standar dan prinsip akuntansi pemerintah untuk menjaga ke­wajaran dan keseragarnan perlakuan akuntansi dan pelaporan keuangan pcrncrintah.
  6. Khusus dalam pengelolaan keuangan Negara, semakin tahun jumlah APBN yang harus dikelola semakin hesar dan masalah yang harus dita­ngani pemerintah scmakin kompleks dan beragam, sedangkan dalam sistem akuntansi pemerintah yang lama tersebut terdapat banyak kelemahan. Hal ini berakibat pada  praktek akuntasi pemerintah yang belum mampu memberikan informasi yang sesuai dengan peningkatan transaksi keuangan negara yang semakin kompleks. Praktek akuntansi pemerintah hanya dapat memenuhi tujuan pertanggungjawaban, namun tidak menyediakan informasi yang cukup untuk kepentingan manajerial.
Berdasarkan pertimbangan di atas, maka dilakukan pengembangan sistem akuntansi pemerintah pusat dengan tujuan utama untuk:
a.      Merancang sistem akuntansi pemerintah yang baru,
b.      Menyusun standar dan prinsip akuntansi pemerintah, dan
c.      Membentuk pusat akuntansi di Departemen Keuangan
Dari tujuan utama di atas, penyusunan sistem akuntansi pemerintah pusat telah dilaksanakan dan dilakukan implementasi secara bertahap. Penyusun standar dan prinsip telah dilakukan seiring dengan penyusunan sistem akuntansi dan pembentukan pusat akuntansi juga telah terselenggara dengan diresmikannya Badan Akuntansi Keuangan Negara (BAKUN) pada Departemen Keuangan RI berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 35/1992 tanggal 7 Juli 1992. Untuk mengembangan usaha yang telah ada, maka dikeluarkan Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 295/KMK.012/2001 tentang Tata Pelaksanaan Pembukuan dan Pelaporan Keuangan pada Departemen/Lembaga dan diimplementasikan tahun 2001.

Meski sudah ada BAKUN, pelaksanaan implementasi sistem dimaksud bukannya tidak mengalami hambatan. Karena tak ada kewajiban dari pera­turan perundang-undangan, maka sistem akuntansi pemerintah pusat, depar­temen dan nondepartemen masih menggunakan sistem pembukuan tunggal yang dalam banyak hal sulit dipertanggungjawabkan kualitasnya. Dalam dunia akuntansi, sistem yang lebih dapat dipertanggungjawabkan adalah sistem akuntansi berpasangan yang mewajibkan semua catatan akuntansi dimulai dengan teknologi penjurnalan debit-kredit selalu seimbang berpasangan.

Patut dicatat, pada kebanyakan pandangan pakar akuntansi, sistem pem­bukuan tunggal belum pantas disebut sebagai suatu akuntansi. Yang disebut laporan keuangan berfokus hanya pada laporan realisasi anggaran semata.

Catatan pemerintah pusat tentang investasi jangka panjang dan utang dila­kukan secara tak terstruktur atau informal. Di dalamnya termasuk catatan pengeluaran yang menggunakan dana luar negeri, seperti bantuan, hibah dan utang. Karena standar akuntansi kepemerintahan RI saat itu belum ada, prak­tek akuntansi pemerintah juga belum sesuai prinsip akuntansi kepemerintahan yang berlaku umum, kode rekening akuntansi baku dan berlaku bagi semua departemen/lembaga belum ada, serta neraca tak mungkin disusun apalagi diterbitkan.

Pada tahun 1995, sebagai lanjutan dari pinjaman Bank Dunia dikembang­kan lagi sistem akuntansi pemerintah berbasis komputer yang open system me­lalui Proyek Pengembangan Sistem Akuntansi Pemerintah tahap II dan imple­mentasinya dilaksanakan secara bertahap. Pada tahun 1999 telah dilakukan implementasi sistem akuntansi instansi untuk seluruh Departemen/lembaga yang dapat menghasilkan Laporan Realisasi Anggaran dan Neraca. Namun demikian masih menghadapi masalah enforcement-nya, karena pada saat itu masih belum ada ketentuan perundangan yang mewajibkan penyusunan lapor­an keuangan yang Iengkap.

Paket Bantuan IMF tahun 1997/1998 berisi persyaratan good governance umumnya, reformasi manajemen keuangan, lebih khusus lagi tentang reformasi akuntansi pemerintahan. Reformasi akuntansi pemerintah mendapat momentumnya dengan terbitnya UU Nomor 17 tahun 2003 tentang, Keuangan Negara yang mewajibkan adanya suatu Standar Akuntansi Pemerintahan sebagai basis penyusunan laporan keuangan instansi pemerintah, diperkuat dengan UU Pemeriksaan Keuangan Negara. UU tersebut menyatakan kebutuhan mendesak akan Standar Akuntansi sebagai basis penyusunan dan audit laporan keuangan instansi pemerintah oleh BPK. Tanpa standar BPK tidak dapat menerbitkan opini audit.

UU Perbedaharaan Negara Nomor 1 tahun 2004 mempunyai implikasi jadwal kerja amat ketat dan bersanksi. Bentuk pertanggungjawaban APBN/APBD adalah laporan keuangan yang harus sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah. Agar dalam penyusunan standar akuntansi pemerintahan objektif maka dalam tahun 2002 (sebelum disahkan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara) menteri keuangan membentuk Komite Standar Akuntansi Pemerintah Pusat dan Pernerintah daerah.

Menurut ketentuan UU No. 1 Tahun 2004 Menteri atau pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran menyusun laporan keuangan dan disampaikan paling lambat 2 bulan setelah tahun anggaran berakhir. Menteri Keuangan menyusun laporan keuangan pmerintah pusat untuk disampaikan kepada presiden dalam tiga bulan setelah tahun anggaran yang lalu berakhir setidak-tidaknya meliputi Laporan realisasi APBN. neraca, laporan arus kas dan catatan atas lapuran keuangan yang dilampiri laporan keuangan perusahaan negara. Selanjutnya, BPK membuat laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan dilengkapi dengan opini seperti umumnya dilakukan auditor eksternal

C.        DASAR HUKUM SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAH PUSAT
Penyelenggaraan sistem akuntansi pemerintah pusat berbasis double entry memiliki dasar hukum sebagai berikut:
1.    Keputusan Presiden RI No. 17 Tahun 2000, khususnya Bab VI tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran.
2.    Keputusan Menteri Keuangan No. 476/KMK.O1/1991 tanggal 24 Mei 1991 tentang Sistem Akuntansi Pemerintah.
3.    Keputusan Menteri Keuangan RI No. 1135/KMK.O1/1992 tentang Orga­nisasi dan Tata Kerja Badan Akuntansi Keuangan Negara (BAKUN)
4.    Surat Menteri Keuangan RI No. S-984/KMK.018/1992 perihal Penge­sahan Daftar Perkiraan Sistem Akuntansi Pemerintah
D. TUJUAN SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAH PUSAT
      Tujuan SAPP adalah untuk menyediakan informasi keuangan yang diper­lukan dalam hal perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pengendalian anggaran, perumusan kebijaksanaan, pengambil keputusan dan penilaian kinerja pernerintah dan sebagai upaya untuk mempercepat penyajian Perhitungan Anggaran Negara (PAN), serta memudahkan pemeriksaan oleh aparat pengawasan fungsional secara efektif clan efisien.
      Di samping itu, SAPP juga dirancang untuk mendukung transparansi La­poran Keuangan Pemerintah dan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah dalam mencapai pemerintahan yang baik, yang meliputi Akuntabilitas, Manajerial dan Transparansi.
      Akuntabilitas yang dimaksud adalah meningkatkan kualitas akuntabilitas (pertanggungjawaban) pemerintah atas pelaksanaan anggaran. Dalam hal ma­najerial adalah menyediakan informasi keuangan yang diperlukan untuk pe­rencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pengendalian anggar­an, perumusan kebijaksanaan, pengambilan keputusan dan penilaian kinerja pemerintah. Sedangkan menyangkut transparansi adalah memberikan keter­bukaan pelaksanaan kegiatan pemerintah kepada rakyat untuk mewujudkan pemerintahan yang baik.
E. PERKEMBANGAN SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAH PUSAT
      Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 476/KMK.O1/1991 tentang Sistem Akuntansi Pemerintah, sistem akuntansi pemerintah pusat telah dikembangkan dan diimplementasikan secara bertahap. Tahap pertama dilak­sanakan mulai tahun anggaran 1993/1994, dan diikuti dengan tahap-tahap berikutnya, dan yang pada tahun anggaran 1999/2000, implementasi SAPP telah mencakup seluruh Departemen/Lembaga di seluruh propinsi.
      Berbagai perubahan dan penyempurnaan terus dilakukan oleh pernerintah dalam rangka pengembangan sistem akuntansi pernerintah pusat. Pada tahun 2005, pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan mengeluarkan Peraturan No 59/PMK.06/2005 tcntang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf o Undang-undang Nomor l Tahun 2004; tentang Perbendaharaan Negara. Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara berwenang menetapkan sistem akutansi dan pelaporan keuangan negara sehingga perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat.
      Penerapan Sistem Akuntansi Pernerintah Pusat (SAPP) adalah untuk unit-unit organisasi pemerintah pusat yang keuangannya dikelola langsung oleh pemerintah pusat, seperti lembaga tertinggi Negara (MPR), lembaga tinggi negara (DPR, DPA, MA), departemen atau lembaga nondepartemen, Sedangkan SAPP tidak diterapkan untuk pemerintah daerah, BUMN/BUMD bank pemerintah, dan lembaga keuangan milik pemerintah.
Terdapat tujuh ciri-ciri Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat yaitu:
1.   Sistem yang terpadu;
2.   Akuntansi Anggaran;
3.   Sistem tata buku berpasangan;
4.   Basis kas untuk pendapatan dan belanja;
5.   Standar dan prinsip akuntansi;
6.   Desentralisasi pelaksanaan akuntansi;
7.   Perkiraan standar yang seragam.
1.   Sistem yang terpadu
Dalam penyusunan sistem digunakan pendekatan bahwa keseluruh Pernerintah Pusat merupakan kesatuan akuntansi dan ekonomi tunggal. Presiden sebagai pengelola utama dan DPR sebagai badan yang bertugas menelaah dan mengevaluasi pelaksanaannya. Dengan dasar kesatuan tunggal maka sistem akuntansi dan pelaporan keuangan dikembangkan dengan terpadu, yang terdiri dari berbagai subsistem. Subsistem-subsistem ini masing-masing merupakan bagian yang integral dari sistem yang menyeluruh.
2.   Akuntansi anggaran
Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara digunakan sebagai landasan operasional keuangan tahunan Pemerintah dan dengan disahkannya UU-APBN maka pelaksanaan anggaran dapat dilaksanakan. Untuk itu diperlukan akuntansi yang membukukan anggaran serta realisasinya. dengan demikian pertanggung.jawaban dapat cepat serta mudah dalam hal pengawasannya.
3.   Sistem tata buku berpasangan
4.   Basis kas untuk pendapatan dan belanja
Penggunaan basis kas ini sesuai dengan Undang-Undang Perbendarahaan Indonesia dan Keppres Nomor 16 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
5.   Standar dan prinsip akuntansi
Standar dan prinsip akuntansi adalah norma atau aturan dalam praktek yang dapat diterima oleh profesi, dunia usaha, dan departemen/lembaga peme­rintah yang berkcpentingan dengan laporan keuangan.
6.   Desentralisasi pelaksanaan akuntansi
Sistem dirancang agar pelaksanaan akuntansi dilakukan secara berjenjang dan dimulai pada sumber data di daerah atau propinsi dan digunakan sebagai pedoman penyusunan unit-unit akuntansi baik di tingkat wilayah maupun ting­kat pusat.
7.   Perkiraan standar yang seragam
Perkiraan yang digunakan unit akuntansi dan mata anggaran pada unit operasional anggaran dan pelaksanaan anggaran sama, baik klasifikasi mau­pun istilahnya agar dapat memastikan bahwa anggaran dan laporan realisasi­nya menggunakan istilah yang sama, serta meningkatkan kemampuan sistem akuntansi untuk memberikan informasi/laporan yang relevan, berarti, dan dapat diandalkan. Selain itu dapat digunakan untuk memudahkan pengawasan atas ketaatan dengan pagu yang ditentukan dalam UU-APBN dan dalam do­kumen allotment (DIK/DIP/SKO), serta memungkinkan perbandingan data laporan keuangan, baik dalam satu laporan maupun antarlaporan.
Sistem Akuntansi Pernerintah Pusat, yang selanjutnya disebut SAPP, adalah serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan Pernerintah Pusat. SAPP terdiri dari Sistem Akuntansi Pusat (SiAP) dan Sistem Akuntansi Instansi (SAI) yang mengha­silkan Laporan Keuangan Pernerintah Pusat. SiAP memproses data transaksi Kas Umum Negara dan Akuntansi Umum, sedangkan SAI memproses data transaksi keuangan dan barang yang dilaksanakan oleh kementerian negara/ Icmhaga.
F.   RUANG LINGKUP SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAH
      Sistem Akuntansi Pemerintah terbagi menjadi dua sistem utama yang mempunyai data dan informasi akuntansi timbal halik yaitu:
1.      Sistem Akuntansi Pusat (SiAP) yang dilaksanakan oleh Departemen Keuangan cq Ditjen Perbendaharaan. Subsistem Sistem Akuntansi Pusat (SiAP) terdiri dari:

a.       Sistem Akuntansi Umum (SAU). Sistem ini menghasilkan Laporan Realisasi Anggaran dan Neraca SAU.

b.      Sistem Akuntansi Kas Umum Negara (SAKUN).Sistem ini menghasilkan Laporan Arus Kas dan Neraca KUN. Pada tingkat wilayah, kedua subsistem di atas dilaksanakan oieh Kanwil Dit perbendaharaan dan seluruh KPPN di wilayah kerjanya selaku Kuasa BUN.
2. Sistem Akuntansi Instansi (SAI) yang dilaksanakan oleh kementerian/lembaga dan menghasilkan Laporan Barang Milik Negara. Subsistem Akuntansi Instansi (SAI) terdiri dari:
a.       Sistem Akuntansi Keuangan (SAK). Sistem ini menghasilkan Laparan Keuangan Instansi.

b.      Sistem Akuntansi Barang Milik Negara (SABMN).

1. Sistem Akuntansi Pusat
Sistem Akuntasi Pusat, yang selanjutnya disebut SiAP, adalah serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan pada Kementerian Keuangan selaku Bendahara Umum Negara.
SiAP terdiri dart SAKUN dan SAU.  Sistem Akuntansi Kas Umum Negara, yang selanjutnya disebut SAKUN, adalah sub-SiAP yang menghasilkan Laporan Arus Kas dan Neraca Kas Umum Negara yang selanjutnya disebut Neraca KUN. Sistern Akuntansi Umum, yang selanjutnya disebut SAU adalah sub-SiAP yang menghasilkan Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Pusat dan Neraca.
Dalam rangka pelaksanaan SiAP sebagaimana dimaksud:
a. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) memproses transaksi penerimaan dan pengeltaaran:
b.  KPPN Khusus memproses data transaksi pengcluaran yang, berasal dari Bantuan Luar Negeri (BLN );
c.  Direktorat Pengelolaan Kas Negara (DPKN) mernproses data transaksi penerimaan dan pengeluaran Bandahara Umurn Negara kantor pusat; dan
d. Direktorat informasi dan Akuntansi memproses data APBM serta melakukan verifikasi dan akuntuns,: untuk data transaksi penerimaan dan pengeluaran BUN melalui kantor pusat
2.   Sistem Akuntansi Instansi
Sistem Akuntansi Instansi, yang selanjutnya disebut SAI, adalah se­rangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan pada Kementerian Negara/Lembaga. Setiap Kementerian Negara/Lembaga wajib menyelenggarakan SAI untuk meng­hasilkan laporan keuangan termasuk Bagian Anggaran Pembiayaan dan Perhi­tungan. Untuk melaksanakan SAI sebagaimana dimaksud di­bentuk Unit Akuntansi Keuangan terdiri dari:
a. Unit Akuntansi Pengguna Anggaran. Unit Akuntansi Pengguna Anggaran, yang selanjutnya disebut UAPA, adalah unit akuntansi instansi pada tingkat Kementerian Negara/ Lembaga (pengguna anggaran) yang melakukan kegiatan penggabungan laporan, baik keuangan maupun barang seluruh UAPPA-E1 yang berada di bawahnya.
b. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Eselon I Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Eselon I, yang se­lanjutnya disebut UAPPA-E1, adalah unit akuntansi instansi yang me­lakukan kegiatan penggabungan laporan, baik keuangan maupun barang seluruh UAPPA-W yang berada di wilayah kerjanya serta UAKPA yang langsung berada di bawahnya.
c. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Wilayah. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Wilayah, yang selan­jutnya disebut UAPPA-W, adalah unit akuntansi instansi yang mela­kukan kegiatan penggabungan laporan, baik keuangan maupun barang seluruh UAKPA yang berada dalam wilayah kerjanya.
d. Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran. Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran, yang selanjutnya di­sebut UAKPA, adalah unit akuntansi clan pelaporan tingkat satuan kerja.
3.   Sistem Akuntansi Barang Milik Negara
Sistem Akuntansi Barang Milik Negara, yang selanjutnya disebut SABMN, adalah subsistem dari SAI yang merupakan serangkaian prosedur yang saling berhubungan untuk mengolah dokumen sumber dalam rangka menghasilkan informasi untuk menyusun neraca dan laporan BMN serta laporan manajerial lainnya sesuai ketentuan yang berlaku.
SABMN merupakan subsistem dari SAI. Untuk melaksanakan SABMN, Kementerian Negara/Lembaga membentuk Unit Akuntansi Barang sehagai berikut:
a. Unit Akuntansi Pengguna Barang yang selanjutnya disebut UAPB adalah unit akuntansi BMN pada tingkat kementrian/lembaga yang melakukan kegiatan penggabungan laporan BMN dari UAPPB-E1. yang penanggung jawabnya adalah Menteri/Pirnpinan Lembaga.
b. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang Eselon I, yang selanjutnya disebut UAPPB-E1, adalah unit akuntansi BMN pada tingkat Eselon1 yang melakukan kegiatan penggabungan laporan BMN dari UAPPB-W dan UAKPB yang langsung berada di bawahnya yang penanggung jawabnnya adalah pejabat Eselon I
c.  Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang Wilayah, yang UAPPB-W adalah unit akuntansi BMN pada tingkat wilayah yang ditetapkan sebagai UAPPB-W dan melakukan kegiatan penggabungan BMN dari UAKPB. penanggung jawabnya adatah Kepala Kantor Kepala unit kerja. ditetapkan sebagai UAPPB-W.
d.    Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Barang, yang selanjutnya disebut satuan kerja/kuasa pengguna barang yang memiliki wewenang menggunakan BMN.

0 komentar:

Posting Komentar

Posting Kami