Selasa, 28 Mei 2013

AKUNTANSI DAN LEMBAGA KEUANGAN DALAM ISLAM

Logo_UIN_Maulana_Malik_Ibrahim_Malang

 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Akuntansi merupakan serangkaian proses yang memiliki tujuan utama yaitu menyajikan informasi keuangan dalam periode tertentu yang berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan baik dalam pengambilan keputusan maupun informasi untuk mengetahui keadaan dan perkembangan perusahaan yang bersangkutan. Sebagaimana laporan keuangan atau akuntansi yang kita ketahui merupakan laporan keuangan secara umum. Maka dari itu penulis mencoba untuk menguraikan bagaimana laporan keuangan atau akuntansi menurut pandangan islam dan beberapa hadits atau ayat-ayat Al-Qur’an yang membahas tentang hal tersebut.

1.2. Fokus Pembahasan

1.2.1. Pengertian dan sejarah singkat akuntansi dalam Islam

1.2.2. Landasan hukum akuntansi syariah

1.2.3. Prinsip-prinsip akuntansi syariah

1.2.4. Tujuan dari keberadaan akuntansi syariah

1.2.5. Perbandingan antara akuntansi konvensional dan akuntansi syariah

1.2.6. Konsep lembaga keuangan dalam Islam

1.2.7. Keberadaan lembaga keuangan di zaman Rasulullah SAW

1.2.8. Lembaga keuangan syariah modern

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Sejarah Singkat Akuntansi dalam Islam

Pengertian akuntansi menurut American Institute of Certified Public Accountant (AICPA) adalah seni pencatatan, penggolongan, pengikhtisaran dengan cara tertentu, dalam ukuran moneter, transaksi kejadian-kejadian yang umumnya bersifat keuangan, dan termasuk menafsirkan hasil-hasilnya. Sementara itu, Accounting Principles Board mendefinisikan: akuntansi ialah kegiatan yang fungsinya memberikan informasi kuantitatif, umumnya dalam ukuran uang, dan mengenai suatu badan ekonomi yang dimaksudkan untuk digunakan dalam pengambilan keputusan ekonomi yang digunakan dalam memilih di antara beberapa alternatif.

Akuntansi dalam bahasa Arab disebut muhasabah. Kata muhasabah berasal dari kata kerja hasaba, dapat pula diucapkan dengan hisab, haibah, muhasabah, dan hisaba. Kata kerja hasabah termasuk kata kerja yang menunjukkan adanya interaksi seseorang dengan orang lain. Pengertiannya ialah menghitung semua amalnya untuk dibalas sesuai dengan amalnya tersebut. Arti kata muhasabah secara bahasa adalah menimbang atau memperhitungkan amal-amal manusia yang telah diperbuatnya.[1] Sebagaiana terdapat dalam firman Allah dalam surat Ath-Thalaaq 8:

ûÉiïr'x.ur `ÏiB >ptƒös% ôMtGtã ô`tã ͐öDr& $pkÍh5u‘ ¾Ï&Î#ß™â‘ur $yg»uZö6y™$yÛsù $\/$|¡Ïm #Y‰ƒÏ‰x© $yg»oYö/¤‹tãur $\/#x‹tã #[õ3œR ÇÑÈ

“Dan Berapalah banyaknya (penduduk) negeri yang mendurhakai perintah Tuhan mereka dan rasul-rasul-Nya, Maka Kami hisab penduduk negeri itu dengan hisab yang keras, dan Kami azab mereka dengan azab yang mengerikan[2]”.

Akar kata hasabah adalah hisaba, yaitu menghitung dengan saksama atau teliti yang harus tercatat di surat-surat atau buku-buku, seperti terdapat dalam firman Allah SWT, dalam surat Al-Insyiqaaq ayat 7-8:

$¨Br'sù ô`tB š†ÎAré& ¼çmt7»tGÏ. ¾ÏmÏYŠÏJu‹Î/ ÇÐÈ t$öq|¡sù Ü=y™$ptä† $\/$|¡Ïm #ZŽÅ¡o„ ÇÑÈ

“Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, Maka Dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah.”

Kata juga mempunyai arti lain dalam bahasa, yaitu merupakan akar dari kata kerja hasaba, yang berarti mengkalkulasikan dan mendata. Menghisab sesuatu juga bisa berarti mendata, menyusun, dan mengkalkulasi sehingga dapat juga mengatakan hasaba, hasban, hisabatan dan hisaban sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Israa ayat 12:

$uZù=yèy_ur Ÿ@ø‹©9$# u‘$pk¨]9$#ur Èû÷ütGtƒ#uä ( !$tRöqysyJsù sptƒ#uä È@ø‹©9$# !$uZù=yèy_ur sptƒ#uä Í‘$pk¨]9$# ZouŽÅÇö7ãB (#qäótGö;tGÏj9 WxôÒsù `ÏiB óOä3În/§‘ (#qßJn=÷ètGÏ9ur yŠy‰tã tûüÏZÅb¡9$# z>$|¡Ïtø:$#ur 4 ¨@à2ur &äóÓx« çm»oYù=¢Ásù WxŠÅÁøÿs? ÇÊËÈ

“Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari kurnia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas.”

Sejarah akuntansi syariah telah ada sejak di turunkannya Al-Quran pada tahun 610 M, yakni 800 tahun lebih dahulu dari Luca Pacioli yang menerbitkan buku sebagai dasar akuntansi pada tahun 1494 M.

Setelah munculnya Islam di semenanjung Arab di bawah pimpinan Rasululloh dan terbentuknya Daulah Islamiyah di Madinah yang telah memiliki Baitul Mal, yaitu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai bendahara Negara dan penjamin kesejahteraan sosial. Lembaga keuangan tersebut menerapkan sistem akuntansi keuangan yang disebut kitabat al-amwal (pencatatan uang). Rasulullah telah mendidik secara khusus beberapa sahabat untuk menangani profesi akuntan dengan sebutan hafazhatul amwal (pengawas keuangan). Sepeninggal Rasulullah SAW kemudian dilanjutkan oleh para khulafaur rasyidin dengan mebuat undang-undang akuntansi yang diterapkan oleh perseorangan, perikatan (syarikah) atau perusahaan akuntansi wakaf, hak-hak pelarangan penggunaan harta (hijr) dan anggaran Negara. Di zaman Umar bin Khattab perkembangan pemerintahan Islam sampai Timur Tengah, Afrika, dan Asia sehingga mengakibatkan terjadinya peningkatan penerimaan dan pengeluaran Negara. Para sahabat merekomendasikan perlunya pencatatan untuk pertanggung jawaban penerimaan dan pengeluaran Negara sehingga pada saat itu pemerintahan Umar bin Khattab mendirikan suatu lembaga yang disebut Diwan.

Evolusi perkembangan pengelolaan buku akuntansi mencapai tingkat tertinggi di zaman pemerintahan Daulah Abbasiah yang akuntansi diklasifikasikan atas beberapa spesialisasi, seperti akuntansi peternakan, akuntansi pertanian, akuntansi bendahara, akuntansi kontruksi, akuntansi mata uang, dan pemeriksa buku atau auditing.

Sistem pembukuan menggunakan model buku besar, yang meliputi sebagai berikut:

1. Jaridah al-kharaj (menyerupai receivable subsidiary ledger) yang menunjukkan utang individu atas zakat tanah, hasil pertanian, utang hewan ternak, dan cicilan. Utang individu dicatat dalam satu kolom dan cicilan pembayaran di kolom lain.

2. Jaridah annafakat (jurnal pengeluaran).

3. Jaridah al mal (jurnal dana).

4. Mencatat penerimaan dan pengeluaran zakat.

5. Jaridah al musdareen.

6. Mencatat penerimaan denda atau sita dari individu yang tidak sesuai syariah, termasuk korupsi.

Laporan akuntansi berupa, seperti berikut:

1. Al-Khitmah, menunjukkan total pendapatan dan pengeluaran yang dibuat setiap bulan.

2. Al-khitmah al jami’ah, laporan keuangan komprehensif berupa gabungan antara income statement dan balance sheet (pendapatan pengeluaran, surplus atau deficit, belanja untuk asset lancer maupun asset tetap) dilaporkan akhir tahun.

Buku Pacioli didasarkan pada tulisan Leonardo of Piza, orang Eropa pertama yang menerjemahkan buku Algebra yang berisikan dasar-dasar mengenai bookkeeping yang berbahasa Arab ke dalam bahasa Itali yang praktik bookkeeping telah diterapkan oelh para pedagang yang berasal dari Mesir. Karena begitu pentingnnya akuntansi ini Allah SWT mencantumkan dalam Al-Quran yang merupakan ayat terpanjang dalam surat Al-Baqarah ayat 282, menjelaskan fungsi-fungsi pencatatan (kitabah) dalam bermuamalah (bertransaksi), penunjukan seorang pencatat beserta saksinya, dasar-dasarnya, dan manfaat-manfaatnya. Kewajiban membayar zakat mendorong Lembaga Baitul Mal pemerintahan Islam untuk membuat laporan keuangan secara periodik. Demikian pula, memaksa para pedagang muslim untuk mengklasifikasikan hartanya sesuai dengan ketentuan zakat dan membayar zakatnya jika telah memenuhi nishab dan haul.


2.2. Landasan Hukum Akuntansi dalam Islam

Beberapa dalil syar’i menjadi datar dan sekaligus membedakan dengan akuntansi konvensional. Allah SWT menjelaskan dalam Al-Baqarah 282:

$yg•ƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) LäêZtƒ#y‰s? Aûøïy‰Î/ #’n<Î) 9@y_r& ‘wK|¡•B çnqç7çFò2$$sù 4 =çGõ3u‹ø9ur öNä3uZ÷­/ 7=Ï?$Ÿ2 ÉAô‰yèø9$$Î/ 4 Ÿwur z>ù'tƒ ë=Ï?%x. br& |=çFõ3tƒ $yJŸ2 çmyJ¯=tã ª!$# 4 ó=çGò6u‹ù=sù È@Î=ôJãŠø9ur “Ï%©!$# Ïmø‹n=tã ‘,ysø9$# È,­Gu‹ø9ur ©!$# ¼çm­/u‘ Ÿwur ó§y‚ö7tƒ çm÷ZÏB $\«ø‹x© 4 bÎ*sù tb%x. “Ï%©!$# Ïmø‹n=tã ‘,ysø9$# $·gŠÏÿy™ ÷rr& $¸ÿ‹Ïè|Ê ÷rr& Ÿw ßì‹ÏÜtGó¡o„ br& ¨@ÏJムuqèd ö@Î=ôJãŠù=sù ¼çm•‹Ï9ur ÉAô‰yèø9$$Î/ 4 (#r߉Îhô±tFó™$#ur Èûøïy‰‹Íky­ `ÏB öNà6Ï9%y`Íh‘ ( bÎ*sù öN©9 $tRqä3tƒ Èû÷ün=ã_u‘ ×@ã_tsù Èb$s?r&zöD$#ur `£JÏB tböq|Êös? z`ÏB Ïä!#y‰pk’¶9$# br& ¨@ÅÒs? $yJßg1y‰÷nÎ) tÅe2x‹çFsù $yJßg1y‰÷nÎ) 3“t÷zW{$# 4 Ÿwur z>ù'tƒ âä!#y‰pk’¶9$# #sŒÎ) $tB (#qããߊ 4 Ÿwur (#þqßJt«ó¡s? br& çnqç7çFõ3s? #·ŽÉó|¹ ÷rr& #·ŽÎ7Ÿ2 #’n<Î) ¾Ï&Î#y_r& 4 öNä3Ï9ºsŒ äÝ|¡ø%r& y‰ZÏã «!$# ãPuqø%r&ur Íoy‰»pk¤¶=Ï9 #’oT÷Šr&ur žwr& (#þqç/$s?ös? ( HwÎ) br& šcqä3s? ¸ot»yfÏ? ZouŽÅÑ%tn $ygtRr㍃ωè? öNà6oY÷t/ }§øŠn=sù ö/ä3ø‹n=tæ îy$uZã_ žwr& $ydqç7çFõ3s? 3 (#ÿr߉Îgô©r&ur #sŒÎ) óOçF÷ètƒ$t6s? 4 Ÿwur §‘!$ŸÒムÒ=Ï?%x. Ÿwur Ó‰‹Îgx© 4 bÎ)ur (#qè=yèøÿs? ¼çm¯RÎ*sù 8-qÝ¡èù öNà6Î/ 3 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ãNà6ßJÏk=yèãƒur ª!$# 3 ª!$#ur Èe@à6Î/ >äóÓx« ÒOŠÎ=tæ ÇËÑËÈ

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua orang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa, maka yang seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”

Adapun kandungan ayat tersebut terdapat prinsip dasar yang universal dalam operasional akuntansi syariah yaitu:

1) Prinsip pertanggungjawaban

Prinsip pertanggungjawaban (accountability) merupakan konsep yang tidak asing lagi dikalangan masyarakat muslim. Pertanggung jawaban selalu berkaitan dengan konsep amanah. Bagi kaum muslim, persoalan amanah merupakan hasil transaksi manusia dengan sang khaliq mulai dari alam kandungan . manusia diciptakan oleh Allah sebagai khalifah dimuka bumi. Manusia dibebani amanah oleh Allah untuk menjalankan fungsi-fungsi kekhalifahannya. Inti kekhalifahan adalah menjalankan atau menunaikan amanah. Yang intinya banyak ayat al-Quran yang menjelaskan tentang proses pertanggung jawaban manusia sebagai pelaku amanah Allah dimuka bumi. Dan jika diimplikasikan dalam bisnis dan akuntansi adalah bahwa individu yang terlibat dalam praktik bisnis harus selalu melakukan pertanggung jawaban apa yang telah diamanatkan dan diperbuat kepada pihak-pihak terkait. Wujud pertanggung jawabannya bisaanya dalam bentuk pelaporan akuntansi.

2) Prinsip keadilan 

Jika ditafsirkan lebih lanjut ayat 282 surat al-Baqarah mengandung prinsip keadilan dalam melakukan transaksi. Prinsip keadilan ini tidak saja merupakan nilai yang sangat penting dalam etika kehidupan sosial dan bisnis, tetapi juga merupakan nilai yang secara inheren melekat dalam fitrah manusia. Hal ini berarti bahwa manusia itu pada dasarnya memiliki kapasitas dan energy untuk berbuat adil dalam setiap aspek kehidupannya.

Dalam konteks akuntansi, menegaskan kata adil secara sederhana dapat berarti bahwa setiap transaksi yang dilakukan oleh perusahaan dicatat dengan benar. Misalnya, bila nilai transaksi adalah sebesar Rp 100 juta , maka akuntansi (perusahaan) akan mencatatnya dengan jumlah yang sama. Dengan demikian, kata keadilan dalam konteks aplikasi akuntansi mengandung dua pengertian , yaitu : pertama, adalah berkaitan dengan praktik moral, yaitu kejujuran, yang merupakan factor yang sangat dominan. Dimana tanpa kejujuran ini informasi yang disajikan akan menyesatkan dan sangat merugikan masyarakat. Kedua, kata adil bersifat lebih fundamental (dan tetap berpijak pada nilai-nilai etika atau syariah dan moral), pengertian kedua inilah yang lebih merupakan sebagai pendorong untuk melakukan upaya-upaya dekonstruksi terhadap bangun akuntansi modern menuju pada bangun akuntansi (alternatif) yang lebih baik.

3) Prinsip kebenaran

Prinsip kebenaran ini sebenarnya tidak dapat dilepaskan dengan prinsip keadilan. Sebagai contoh misalnya , dalam akuntansi kita akan selalu dihadapkan pada masalah pengakuan, pengukuran dan pelaporan. Aktifitas ini akan dapat dilakukan dengan baik apabila dilandaskan pada nilai kebenaran. Kebenaran ini akan dapat menciptakan keadilan dalam mengakui , mengukur, dan melaporkan transaksi-transaksi ekonomi. Dalam surat An-Nisaa ayat 135:

* $pkš‰r'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#qçRqä. tûüÏBº§qs% ÅÝó¡É)ø9$$Î/ uä!#y‰pkà­ ¬! öqs9ur #’n?tã öNä3Å¡àÿRr& Írr& Èûøïy‰Ï9ºuqø9$# tûüÎ/tø%F{$#ur 4 bÎ) ïÆä3tƒ $†‹ÏYxî ÷rr& #ZŽÉ)sù ª!$$sù 4’n<÷rr& $yJÍkÍ5 ( Ÿxsù (#qãèÎ7­Fs? #“uqolù;$# br& (#qä9ω÷ès? 4 bÎ)ur (#ÿ¼âqù=s? ÷rr& (#qàÊ̍÷èè? ¨bÎ*sù ©!$# tb%x. $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? #ZŽÎ6yz ÇÊÌÎÈ

“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia[3] Kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.”

Akuntan harus memiliki karakter yang baik , jujur, adil dan dapat dipercaya. Dan akuntan tidak boleh membedakan nasabah yang satu dengan nasabah yang lain sehingga tidak terjadi keadilan antara keduanya. Jujur menuliskan apa yang dia seharusnya tulis. Dan akuntan harus dapat menjaga amanah yang diberikan.

Dan dalam Hadist, ada penjelasan mengenai pencatatan transaksi dan pengolahan data keuangan, semisal yang terdapat dalam riwayat Bukhari,

Bahwa Ibnu al-Lutaibah ditugaskan oleh Rasulullah SAW. Untuk mengurusi zakat Bani Tamim. Setelahnya datang kepada Rasulullah dan menghitungnya, lalu berkata, ‘ini adalah milik kalian dan ini hadiah yang diberikan kepada saya.” (HR Bukhari)

Jika kamu memetik hasil (mengambil keuntungan), ambilah, tetapi tinggalkan sepertigannya. Jika tidak kamu tinggalkan (yang sepertiga itu), tinggalkanlah sperempatnya.” (HR Ahmad dan Ibnu Majah)

Selain itu, Umar Ibnu Khattab r.a. berkata, “Hisablah dirimu sendiri sebelum kamu dihisab. Timbanglah amalnnya sebelum kamu ditimbang dan bersiaplah untuk menghadapi hari yang semua amal perbuatan di beberkan.”. Dan Imam Syafi’I berkata, “siapa yang mempelajari hisab atau perhitungan, luaslah pikirannya.”

2.3. Prinsip-Prinsip Umum Akuntansi Syariah

Prinsip yang paling utama yang menjadi pegangan dalam sistem akuntansi Islami adalah pertanggungjawaban atau akuntabilitas, keadilan, kebenaran, transparan, berpijak pada nilai-nilai etika atau syariah dan moral dan kejujuran (amanah). Islam sangat konsern dengan sistem akuntansi yang dijwai dan didasari oleh nuansa syariah Islam karena sistem akuntansi yang kita anut saat ini lahir dan berkembang dari dunia Barat.[4]

a. Prinsip pertanggungjawaban atau akuntabilitas

Prinsip pertanggungjawaban atau akuntabilitas selalu berkaitan dengan konsep amanah. Bagi kaum muslim, persoalan amnah merupakan hasil transaksi manusia dengan sang Khalik mulai dari alam kandungan. Implikasi dalam bisnis dan akuntansi adalah bahwa individu yang terlibat dalam praktik bisnis harus selalu melakukan pertanggungjawaban apa yang telah diamanatkan dan diperbuat kepada pihak-pihak terikat.

b. Prinsip keadilan

Prinsip keadilan tidak saja merupakan nilai yang sangat penting dalm etika kehidupan sisoal dan bisnis, tetapi juga merupakan nilai yang secara inheren melekat dalam fitrah manusia.

Dalam konteks akuntansi, kata adil dalam Surat Al-Baqara ayt 282 secara sederhana dapat berarti bahwa setiap transaksi yang dilakukan oleh perusahaan dicatat dengan benar. Misalnya, bila nilai transaksi Rp 100 juta maka akuntansi (perusahaan) akan mencatat dalam jumlah yang sama. Denga kata lain, tidak ada window dressing dalam praktik akuntansi perusahaan.

c. Prinsip kebenaran

Allah SWT berfirman dalam surat al-Muthaffifin ayat 1-3:

×@÷ƒur tûüÏÿÏeÿsÜßJù=Ïj9 ÇÊÈ tûïÏ%©!$# #sŒÎ) (#qä9$tGø.$# ’n?tã Ĩ$¨Z9$# tbqèùöqtGó¡o„ ÇËÈ #sŒÎ)ur öNèdqä9$x. rr& öNèdqçRy—¨r tbrçŽÅ£øƒä† ÇÌÈ

“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang[5]. (yaitu) Orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi. Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.”

Aktivitas akuntansi akan selalu berhadapan pada masalah pengakuan, pengukuran dan pelaporan, prinsip kebenaran akam menciptakan keadilan dalam mengakui, mengukur dan melaporkan transaksi-transaksi ekonomi.

d. Prinsip transparan (tibyan)

Tibyan adalah penyajian data yang jelas dan tidak ada keterangan apapun yang disembunyikan terhadap pengguna data tersebut, yang tentunya masih dalam batas-batas kaidah yang lalu.

Rasululloh juga menegaskan pentingnya faktor tibyan dan muamalah secara umum, sebagaimana sabda beliau,” jual beli itu dengan khiar selagi keduanya (penjual dan pembeli) belu berpisah, jika keduanya jujur dan benar, maka mereka akan diberkati dalam jual beli mereka” (HR. Bukhari)

e. Prinsip berpijak pada nilai-nilai etika atau syariah dan moral

Pendorong untuk melakukan upaya-upaya dekonstruksi terhadap bangun akuntansi modern menuju pada bangun akuntansi alternatif yang baik.

f. Prinsip kejujuran (amanah)

Orang yang menyiapkan laporahitungan akhir dan neraca keuangan harus berssifat amanah dalam semua informasi dan keterangan yang dipaparkannya. Ia hendaknya memaparkan apa-apa yang dianggap layak dan menyembunyikan rahasia-rahasia yang wajib ia jaga secara syar’i. Sifat amanah ini dituntut dalam semua jenis aktivitas manusia.

2.4. Tujuan Dari Keberadaan Akuntansi Syariah

Tujuan akuntansi syariah adalah sebagai berikut:

1. Menentukan hak dan kewajiban pihak terkaits, termasuk hak dan kewajiban yang berasal dari transaksi yang belum selesai dan atau kegiatan ekonomi lain sesuai dengan prinsip syariah yang berlandaskan pada konsep kejujuran, keadiln, kebujakan, dan kepatuhan terhadap nilai-nilai bisnis Islam.

2. Menyediakan informasi keuangan yang bermanfaat bagi pemakai laporan untuk pengambilan keputusan.

3. Meningkatkan kepatuahan terhadap prinsip syariah dalam semua transaksi dan kegiatan usaha.

Suatu transaksi dikatakan sesuai dengan prinsip syariah jika telah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Transaksi tidak mengandung unsur kezaliaman.

b. Bukan riba.

c. Tidak membahayakan pihak sendiri atau pihak lain.

d. Tidak ada penipuan (gharar).

e. Tidak mengandung materi-materi yang diharamkan.

f. Tidak mengandung unsur judi.

2.5. Perbedaan Akuntansi Syariah Dengan Akuntansi Konvensional

Perbedaan akuntansi syariah dengan akuntansi konvensional menurut Mohamed Arif bin Abdul Rashid, CEO PT Syarikat Takaful Indonesia, dalam Accounting Concept in Takaful Businness menjelaskan beberapa perbedaan, antara lain cash basic, technical reserve, beban retakaful, surplus pada asuransi jiwa, dan surplus pada asuransi kerugian.

Contoh perbedaan akuntansi asuransi syariah dan konvensional.[6]

No

Akuntansi Syariah

Akuntansi Konvensional

1

Premi asuransi benar diakui jika diterima secara tunai

Premi asuransi diakui sebagai pendapatan meskipun premi asuransi belum dibayarkan.

2

Beban retakaful diakui sebagai utang sampai angsuran atau premi retakaful dibayarkan dan beban retakaful diakui sebagai pendapatan jika dibayar lebih awal.

Beban retakaful selama masa perjanjian diakui sebagai asuransi awal yang dikaver.

3

Dana asuransi takaful yang terhimpun dikelola dengan konsep mudharabah.

Dana asuransi yang terhimpun dikelola untuk kepentingan bisnis perusahaan dengan keuntungan yang dinikmati oleh perusahaan dan pemegang saham.

4

Laba investasi dari dana takaful keluarga yang terhimpun dibagikan kepada peserta takaful keluarga dan perusahaan tidak berhak mengakui surplus ini sebagai pendapatan.

Laba atau surplus investasi ditransfer ke pemegang saham.

5

Ada pembagian keuntungan atau berdasarkan rasio yang disepakati dalam perjanjian

Keuntungan yang didapatkan oleh perusahaan asuransi merupakan laba perusahaan.

a. Modal dalam konsep akuntansi konvensional terbagi menjadi dua bagian, yaitu modal tetap (aktiva tetap) dan modal yang beredar (aktiva lancar), sedangkan di dalam konsep Islam barang-barang pokok dibagi menjadi harta berupa uang (cash) dan harta berupa barang (stock), selanjutnya barang dibagi menjadi barang milik dan barang dagang

b. Konsep konvensional mempraktekan teori pencadangan dan ketelitian dari menanggung semua kerugian dalam perhitungan, serta mengenyampingkan laba yang bersifat mungkin, sedangkan konsep Islam sangat memperhatikan hal itu dengan cara penentuan nilai atau harga dengan berdasarkan nilai tukar yang berlaku serta membentuk cadangan untuk kemungkinan bahaya dan resiko

c. Konsep konvensional menerapkan prinsip laba universal, mencakup laba dagang, modal pokok, transaksi, dan juga uang dari sumber yang haram, sedangkan dalam konsep Islam dibedakan antara laba dari aktivitas pokok dan laba yang berasal dari kapital (modal pokok) dengan yang berasal dari transaksi, juga wajib menjelaskan pendapatan dari sumber yang haram jika ada, dan berusaha menghindari serta menyalurkan pada tempat-tempat yang telah ditentukan oleh para ulama fiqih. Laba dari sumber yang haram tidak boleh dibagi untuk mitra usaha atau dicampurkan pada pokok modal

d. Konsep konvensional menerapkan prinsip bahwa laba itu hanya ada ketika adanya jual-beli, sedangkan konsep Islam memakai kaidah bahwa laba itu akan ada ketika adanya perkembangan dan pertambahan pada nilai barang, baik yang telah terjual maupun yang belum. Akan tetapi, jual beli adalah suatu keharusan untuk menyatakan laba, dan laba tidak boleh dibagi sebelum nyata laba itu diperoleh

Beberapa perbedaan lain antara akuntansi syariah dengan konvensional misalnya pada masalah tujuan akuntansi. Tujuan umum laporan keuangan akuntansi konvensional adalah adalah:

1. Memberikan informasi yang terpercaya tentang sumber-sumber ekonomi dan kewajiban perusahaan.

2. Memberikan informasi yang terpercaya tentang sumber kekayaan bersih yang berasal dari kegiatan usaha dalam mencari laba.

3. Memberikan informasi keuangan yang dapat digunakan untuk menaksir potensi perusahaan dalam menghasilkan laba.

4. Memberikan informasi yang diperlukan lainnya tentang perubahan harta dan kewajiban.

5. Mengungkapkan informasi relevan lainnya yang dibutuhkan para pemakai laporan. Dari kelima tujuan umum di atas, semuanya hanya berorientasi pada pemberian informasi kuantitatif yang berguna bagi pemakai-khususnya pemilik dan kreditur-dalam proses pengambilan keputusan dan kebijakan selanjutnya.

Sedangkan pada akuntasi syariah menyatakan bahwa ”Akuntansi syari’ah memandang bahwa kedua tujuan dasar dari akutansi yaitu memberikan informasi dan akuntabilitas dianggap sebagai suatu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya dan inilah yang menjadikan perbedaan besar dengan tujuan dasar akutansi konvensional. Ia (akutansi shari’ah) melihat bahwa akutansi bisa benar-benar berfungsi sebagai alat “penghubung” antara stockholders, entity dan publik dengan tetap berpegangan pada nilai-nilai akuntansi dan ibadah syari’ah sehingga informasi yang disampaikan bisa benar-benar sesuai dengan kondisi riil tanpa ada rekayasa dari pihak manapun sehingga ada “nilai ibadah” secara individu bagi stockholders dan para akuntan dan “ibadah sosial” bagi terciptanya peradaban manusia yang lebih baik.

--o0o--

2.6. Konsep Lembaga Keuangan dalam Islam

Dalam pandangan Imam Al-Ghazali, uang adalah nikmat Allah (barang yang dipergunakan masyarakat sebagai mediasi atau alat untuk mendapatkan bermacam-macam kebutuhan hidupnya, yang secara subtansial tidak memiliki apa-apa, tetapi sangat dibutuhkan manusia dalam upaya pemenuhan bermacam-macam kebutuhan mereka (sebagai alat tukar).

Yang dimaksud dengan lembaga yaitu sesuatu yang memiliki unsure-unsur seperti struktur, manajemen, fungsi serta hak kewajiban. Dalam lembaga keuangan penekanan Al-Qur’an bukan terletak pada bentuk lembaga yang merupakan bangunan dari sebuah fungsi, tetapi pada akhlak atau etika lembaga tersebut. Dalam hal akhlak Al-Qur’an menyebutkan secara eksplisit baik berupa kisah maupun perintah. Konsep accountability, berupa perintah dan konsep trust (amanah) dengan keadilan, sebagaimana dalam QS Al-Baqarah ayat 283, yaitu :

* bÎ)ur óOçFZä. 4’n?tã 9xÿy™ öNs9ur (#r߉Éfs? $Y6Ï?%x. Ö`»yd̍sù ×p|Êqç7ø)¨B ( ÷bÎ*sù z`ÏBr& Nä3àÒ÷èt/ $VÒ÷èt/ ÏjŠxsã‹ù=sù “Ï%©!$# z`ÏJè?øt$# ¼çmtFuZ»tBr& È,­Gu‹ø9ur ©!$# ¼çm­/u‘ 3 Ÿwur (#qßJçGõ3s? noy‰»yg¤±9$# 4 `tBur $ygôJçGò6tƒ ÿ¼çm¯RÎ*sù ÖNÏO#uä ¼çmç6ù=s% 3 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÒOŠÎ=tæ ÇËÑÌÈ

“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang[7] (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) Menyembunyikan persaksian. dan Barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Sementara untuk menjaga stabilitas lembaga, Al-Qur’an mengajarkan konsep tindakan tegas (amar ma’ruf nahi munkar) dan teguran (tawsiah, sabar dan kebenaran), sebagaimana dalam QS Ali Imran ayat 110 dan QS Al-Ashr ayat 1-3, yaitu :

öNçGZä. uŽöyz >p¨Bé& ôMy_̍÷zé& Ĩ$¨Y=Ï9 tbrâßDù's? Å$rã÷èyJø9$$Î/ šcöqyg÷Ys?ur Ç`tã ̍x6ZßJø9$# tbqãZÏB÷sè?ur «!$$Î/ 3 öqs9ur šÆtB#uä ã@÷dr& É=»tGÅ6ø9$# tb%s3s9 #ZŽöyz Nßg©9 4 ãNßg÷ZÏiB šcqãYÏB÷sßJø9$# ãNèdçŽsYò2r&ur tbqà)Å¡»xÿø9$# ÇÊÊÉÈ

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”

ÎŽóÇyèø9$#ur ÇÊÈ ¨bÎ) z`»|¡SM}$# ’Å"s9 AŽô£äz ÇËÈ žwÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# (#öq|¹#uqs?ur Èd,ysø9$$Î/ (#öq|¹#uqs?ur ÎŽö9¢Á9$$Î/ ÇÌÈ

“ Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.”

Al-Qur’an juga bahkan menjelaskan perlunya hirarki manajemen sebagai suatu struktur yang rapi untuk melakukan perjuangan mencapai tujuan lembaga sebagai manifestasi kecintaan Tuhan. Sebagaimana yang dalam QS A-Shaff ayat 4 :

¨bÎ) ©!$# =Ïtä† šúïÏ%©!$# šcqè=ÏG»s)ム’Îû ¾Ï&Î#‹Î6y™ $yÿ|¹ Oßg¯Rr(x. Ö`»uŠ÷Yç/ ÒÉqß¹ö¨B ÇÍÈ

“Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.”

Ini menunjukkan bahwa fungsi sebuah lembaga tidak akan berjalan jika akhlak dalam melaksanakan fungsi itu tidak sebagaimana mestinya.

2.7. Lembaga Keuangan di Zaman Rasulullah

Ketika rasulullah hijrah ke madinah, beliau mendirikan beberapa lembaga dan diantaranya ialah ;

1. Pendirian Baitul Maal

Lembaga baitul maal merupakan lembaga penyimpanan (zakat, wakaf, ushr, dan sebagainya). Yang dilaksanakan Rasul pada waktu itu merupakan proses penerimaan pendapatan (revenue collection) dan pembelanjaan (expenditure)yang transparan yang bertujuan sebagai welfare oriented.

Terdapat perbedaan pendapat dalam hal fungsi Baitul Maal menurut beberapa penuls Islam. Sebagian berpendapat bahwa Baitul Maal serupa dengan bank sentral seperti yang ada sekarang walaupun tentunya lebih sederhana karena berbagai keterbatasan pada waktu itu. Menurut pendapat yang lain Baitul Maal berfungsi seperti Menteri Keuangan Negara masa kini, karena fungsinya yang aktif dalam menyeimbangkan antara pendaatan dan belanja Negara, buan hanya sekedar berfokus kepada pengaturan suplai dan moneter. Tetapi seiring dengan keperluan zaman kedua fungsi ini kemudian dilaksanakan.

2. Wilayatul Hisbah

Konsep yang sama sekali baru adalah system pengawasan atau control oleh Negara yang pada zaman Rasulullah SAW dipegang sendiri oleh beliau. Ini sejalan dengan apa yang ada pada zaman modern disebut “enforcement agency”. Konsep ini merupakan preseden baru, mengingat pada zaman itu dimensi pengontrolan dikerajaan-kerajaan sekitar Laut Tengah tidak ada sama sekali. Raja-raja dan penguasa lokal seenaknya mengenakan upeti dari rakyat dan mempermainkan harga di pasar agar komoditas yang mereka miliki mahal harganya, sedangkan barang-barang yang dibutuhkan jatuh harganya.

Diriwayatkan bahwa Rasulullah pernah menegur seseorang yang menjual kurmanya dengan harga ynag berbeda dengan harga yang beredar di pasar. Juga diriwayatkan bahwa Rasulullah menolak permintaan para sahabatnya agar menentukan harga yang layak bagi kaum muslimin karena harga-harga yang ada di pasar terlalu tinggi.

Pilar infrastruktur yang satu ini barang kali yang terpenting menurut perspektif ekonomi yang ada, Karena ini merupakan bingkai (framework) bagi aktifitas-aktifitas ekonomi dan muamalat. Dengan kata lain, aktifitas muamalat pada zaman itu tidak akan berhasil tanpa pemeliharaan “law and order”.

3. Pembangunan Etika Bisnis

Dalam pembangunan etika bisnis disini bahwa Rasulullah tidak saja meletakkan dasar tradisi penciptaan suatu lembaga, tetapi juga membangun sumber daya manusia dan akhlak (etika) lembaga sebagai pendukung dan prasyarat dari lembaga itu sendiri. Kelembagaan pasar misalnya tidak akan berjalan dengan baik tanpa akhlak dan etika yang diterapkan.

a. Penghapusan Riba

Opini umum menganggap bahwa dengan melakukan peminjaman uang kepada orang lain dan menetapkan riba pada pinjaman itu maka pinjaman itu akan tumbuh. Tapi opini ini dijawab langsung oleh Al-Qur’an, bahwa itu tidak betul.[8] Namun teguran al-Qur’an ini tidak dihiraukan oleh beberapa orang sahabat terlanjut terlibat dengan praktek itu. Kemudian dating teguran berkutnya yang memberikan pinjaman jangan menetapkan riba yang berlipat ganda.[9] Dengan teguran ini bay=nyak para sahabat yang meninggalkan riba. Tetapi orang yahudi tetap melaksanakannya karena menurutnya tidak ada bedanya antara jual beli dengan riba sebab kduanya sama-sama merupakan praktek mencari margin dari modal yang diputarkan. Kemudian Al-Qur’an menolak dakwaan tersebut.[10]

Penghapusan riba ini terbukti berhasil menciptakan kondisi yang memungkinkan untuk tumbuhnya ekonomi secara cepat. Jika pada masa hijrah, Madinah merupakan kota yang miskin, tetapi ketika nabi meninggal Madinah merupakan kota baru yang tumbuh dan berkembang menghidupi daerah-daerah sekitarnya.

b. Keadilan

Dalam setiap kebijakan ekonomi Nabi mementingkan keadilan yang bukan saja berlaku untuk kaum muslimin tetapi juga berlaku untuk kaum-kaum lainnya sekitar Madinah. Terbukti ketika diminta untuk menetapkan harga Rasulullah marah dan menolak. Ini membuktikan bahwa Nabi SAW menyerahkan penetapan harga itu pada kekuatan pasar yang alami (buan karena monopoli atau proteksi).

c. Monopoli

Monopoli merupakan kejahatan pasar yang tidak pernah dimaafkan oleh siapapun. Ini sudah dilarang oleh Nabii SAW sejak abad 14 yang lalu. Demikian pula sebaliknya yang monopoli. Kedua hal ini bertentangan dengan kebijakan ekonomi muamalahgaya Rasulullah yang mementingkan keadilan.

d. Prinsip dan Etika Bisnis Lainnya

Rasulullah menganjurkan dalam setiap perdagangan agar senantiasa berpegang kepada sifat-sifat yang terpuji. Beliau bersabda “ pedagang yang jujur dan amanah akan berada di surge bersama para nabi, syuhada dan orang-orang saleh”. Selain itu beliau juga mengajarkan agar para pedagang senantiasa bersikap adil, baik, (ihsan), kerjasama (ta’awun), amanah, tawakal, qana’ah, sabar dan tabah. Dan sebaliknya beliau menasehati agar meninggalkan sifat kotor perdagangan yang hanya memberikan keuntungan sesaat, tetapi merugikan diri sendiri di dunia dan akhirat. Akredibilitas hilang, pelanggan lari dan kesempatan berikutnya jadi sempit. Sifat-sifat yang dimaksud adalah dzalim, menipu, suka marah dan benci, terlalu memuja uang, tidak memperdulikan hukum dan hutang yang berlebihan. Karena itu islam memberikan jalan yang terbaik untuk menyelesikannya yaitu dengan mengikuti pesan-pesan Nabi SAW, yaitu sifat-sifat yang terpuji.


2.8. Lembaga Keuangan Syari’ah Modern

Gerakan lembaga keuangan Islam modern ini dimulai dengan didirikannya sebuah bank dengan simpanan lokal yang beroperasi tanpa bunga di desa Mit Ghamir, di tepi Sungai Nil, Mesir pada tahun 1969 oleh Dr. Abdul Hamid An-Naggar. Walaupun beberapa tahun kemudian tutup karena masalah manajemen, bank lokal ini mencatatkan sejarah yang amat berarti karena mengilhami konferensi ekonomi islam pertama di Makkah pada tahun 1975. Dua tahun kemudian lahir Bank Pembangunan Islam yang merupakan tindak lanjut dari rekomendasi yang lahir dari konferensi tersebut. Setelah itu muncul bank-bank komersial yang transaksi-transaksinya didasarkan pada ajaran agama islam. Bank-bank komersial bila diperhatikan didirikan dengan berbagai latar belakang, diantaranya isu tentang bunga yang tidak pernah dikenal dalam sejarh islam. Sebagian ada yang karena faktor politikddan sebagian lagi disebabkan keperluan akan pembangunan masyarakat muslim dan masyarakat maju.

Munculnya bank-bank swasta Islam baik tingkat desa maupun internasional diiringi dengan keperluan akan lembaga-lembaga pendukungnya seperti asuransi. Karena itu biasanya ada bank Islam disuatu Negara maka muncul pula asuransi islam (takaful). Dorongan untuk mengkaji system keuangan Islam secara umum terus meningkat tidak saja pada tingkat bisnis empiris, melainkan juga pada tingkat akademis dan kesarjanaan. Jika di Eropa terjadi peningkatan dalam jumlah lembaga keuangan, di Indonesia juga mengalami hal yang sama. Saat ini terdapat dua Bank yang merupakan bank islam penuh yakni BMI dan BSM. Disamping it terdapat 5 bank cabang syari’ah hasil dari bank konvensional yaitu cabang syari’ah dari BNI 45, IFI, BPD Jabar, Bank Bukopin, Bank Danamon, dan BRI Syari’ah. Ditambah dengan dua bank syari’ah murni yaitu Bank Muamalat dan Bank Mandiri.

Jenis pembiayaan yang sering dipakai adalah mudharabah dan musyarakah. Bentuk pertama merupakan perkongsian dan dimana salah satu pihak yang lain menyediakan jasa keusahaan. Pada posisi demikian sang financer bukanlah berindak sebagai peminjam dana melainkan sebagai investor yang akan menyumbangkan dana financial itu untuk tujuan-tujuan produktif. Sebaliknya sang pengelola dana akan bertindak sebagai fund manager dan bukan sebagai debitor. Hubungan yang terjalin antara kedua belah pihak merupakan suatu hubungan kemitraan dan kerjasama dan bukan layaknya hubungan yang terjadi dalam transaksi pinjam meminjam. Keuntungan dari usaha ini akan dibagi dua berdasarkan proporsi yang disepakati kedua belah pihak.

Dalam musyarakah, pemilik modal terlibat langsung terhadap proses kegiatan bisnis. Bedanya dengan mudharabah dalam system itu pemilik modal merupakan mitra usaha. Jika terjadi kerugian, maka kerugian itu akan dihitung proporsional terhadap modal yang telah disetor dalam perkongsian ini. Jika terjadi keuntungan, maka akan dibagi berdasarkan proporsi yang telah disepakati di depan. Liabilitas financer terbatas hanya pada jumlah pembiayaan yang diberikan dalam usaha itu. Meskipun islam melakukan transaksi berbasis bunga dan menggalakkan penyertaan modal sendiri namun islam tidak mengharamkan kredit secara umum. Islam membolehkan penyaluran kredit yang langsung berhubungan dengan pembelian barang dan jasa. Ini dapat dilihat dalam jual beli murahabah, salam, dan istitsna’.


BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Akuntansi adalah seni pencatatan, penggolongan, pengikhtisaran dengan cara tertentu, dalam ukuran moneter, transaksi kejadian-kejadian yang umumnya bersifat keuangan, dan termasuk menafsirkan hasil-hasilnya

Prinsip-Prinsip Umum Akuntansi Syariah

a. Prinsip pertanggungjawaban atau akuntabilitas

b. Prinsip keadilan

c. Prinsip kebenaran

d. Prinsip transparan (tibyan)

e. Prinsip berpijak pada nilai-nilai etika atau syariah dan moral

f. Prinsip kejujuran (amanah)

Tujuan Akuntansi Syariah

1. Menentukan hak dan kewajiban pihak terkaits, termasuk hak dan kewajiban yang berasal dari transaksi yang belum selesai dan atau kegiatan ekonomi lain sesuai dengan prinsip syariah yang berlandaskan pada konsep kejujuran, keadiln, kebujakan, dan kepatuhan terhadap nilai-nilai bisnis Islam.

2. Menyediakan informasi keuangan yang bermanfaat bagi pemakai laporan untuk pengambilan keputusan.

3. Meningkatkan kepatuahan terhadap prinsip syariah dalam semua transaksi dan kegiatan usaha.

Semakin Populernya Lembaga Keuangan Syariah

Semakin sadarnya masyarakat tentang pentingnya mengkonsumsi dan menggunakan harta yang halal, membuat lembaga keuangan berbasis syariah semakin diminati oleh banyak orang. Tidak hanya dari kalangan Muslim sendiri, bahkan kalangan non-Muslim juga meminatinya. Dan harapan ke depan, berdasarkan konsep-konsep muamalat yang mengedepankan keadilan, diharapkan peran lembaga keuangan berbasis syariah bisa menjadi pioneer dalam mengentaskan masalah kemiskinan yang tak kunjung habisnya.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Amrin. 2009. Bisnis, Ekonomi, Asuransi, dan Keuangan Syari’ah. Jakarta: Grasindo

Dimyati, Ahmad. 2008. Teori Keuangan Islam.:Rekonstruksi Metodologis Terhadap Teori Keuangan al-Ghazali. Yogyakarta. UII Press.

Hidayat, Muhamad. 2004. Dasar-dasar Keuangan Islami edisi pertama. Yogyakarta: Jalasutra.

http://just-for-duty.blogspot.com/2012/11/perbedaan-akuntansi-syariah-dengan.html, diakses pada tanggal 10 April 2013


[1] Abdullah Amrin. 2009. Bisnis, Ekonomi, Asuransi, dan Keuangan Syari’ah. Jakarta: Grasindo hlm 4

[2] Yang dimaksud dengan hisab dan azab di sini adalah hisab dan azab di akhirat.

[3] Maksudnya: orang yang tergugat atau yang terdakwa

[4] Mohammad Hidayat . MBA. 2010. An Introduction to The Sharia Economic (Pengantar Ekonomi Syariah). Jakarta Timur : Zikrul Hakim hlm282.

[5] Yang dimaksud dengan orang-orang yang curang di sini ialah orang-orang yang curang dalam menakar dan menimbang

[6] http://just-for-duty.blogspot.com/2012/11/perbedaan-akuntansi-syariah-dengan.html, diakses pada tanggal 10 April 2013

[7] Barang tanggungan (borg) itu diadakan bila satu sama lain tidak percaya mempercayai

[8] QS: R-Rum ayat 39. dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah pada harta manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).

[9] QS: al Baqarah ayat 275. orang-orang yang Makan (mengambil) riba[174] tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila[175]. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu[176] (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.

[174] Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. Riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya. Riba yang dimaksud dalam ayat ini Riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman jahiliyah.

[175] Maksudnya: orang yang mengambil Riba tidak tenteram jiwanya seperti orang kemasukan syaitan.

[176] Riba yang sudah diambil (dipungut) sebelum turun ayat ini, boleh tidak dikembalikan.

[10]QS: al-Baqarah ayat 278. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa Riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.

0 komentar:

Posting Komentar

Posting Kami