ASURANSI SYARIAH
Disusun oleh :
Eko Nur Cahyo (11510119)
Chusnul Wava Al-Chumeid (11510120)
Ahmad David Darissalam (11510121)
Mudita Yulia Pranata (11510123)
Nur Wahyuni (11510124)
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asuransi menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 tentang usaha perasuransian Bab 1, Pasal 1 : "Asuransi atau Pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”
Dari pengertian asuransi tersebut diketahui adanya tiga unsur pokok dalam asuransi yaitu bahaya yang dipertanggungkan, premi pertanggungan dan sejumlah uang ganti rugi pertanggungan. Bahaya yang dipertanggungkan sifatnya tidak pasti terjadi. Premi pertanggungan pun tidak mesti sesuai dengan yang tertera dalam polis. Jumlah uang santunan atau ganti rugi sering atau bahkan pada umumnya jauh lebih besar daripada premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi.
Hal-hal demikian itulah yang oleh para ilmu hukum islam dipermasalahkan. Unsur ketidakpastian dalam perjanjian asuransi dipandang tidak sejalla syarat sahnya suatu perjanjian menurut hukum islam. Akan terjadi bahaya yang dipertanggungkan resikonya terdapat ketidaktentuan demikian pula premi yang tidak seimbang
Unsur-unsur ketidakpastian atau untung-untungan, ketidakseimbangan atau untung-untungan. Ketidakseimbanagan antara premi dan ganti rugi serta investasi denagna jalan riba itulah yang oleh banyak ahli hukum islam menjadikan alasan tidak dapat membenarkan perjanjian asuransi yang berlaku hingga sekarang ditinjau dari hukum islam.
Yang merasakan keberatan terhadap perjanjian asuransi, perjanjian itu dilakukan secara perorangan anatara tertanggung dan perusahaan asuransi, sedangkan yang tidak merasa keberatan memandang perjanjian untuk terjadi antara sejumlah tertangggung yang saling membantu. Kerjasama atau gotong royong dan perusahaan asuransi. Namun, dalam hal yang hampir menjadi kesepakatan dalam memandang perusahaan asuransi yanng berlaku hingga sekarang perusahaan yang mencari keuntnagn besar dari premi yang dibayarkan oleh para tertanggung dan dari keuntungan investasi denagn jalan membungakan uang.
Untuk mencari jalan keluar dari berbagai macam unsur yang dipandang tidak sejalan dengan syariah, telah diusahakan dengan adanya perusahaan asuransi yang menekankan sifat saling menanggung, saling menolong diantara para tertanggungyang bernilai kebajikan menurut ajaraan islam.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi Asuransi Syariah itu sendiri?
2. Bagaimana Sejarah Asuransi Syariah?
3. Apa saja prinsip syariah?
4. Bagaimana Ketentuan Operasi Asuransi Syariah?
5. Apa saja Perbedaan Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensiol?
6. Bagaimana Perkembangan dan Pertumbuhan Asuransi Syariah di Indonesia?
7. Bagaimana Dampak Perkembangan Asuransi Syariah?
8. Apa saja Kendala dan Strategi Perkembangan Asuransi Syariah?
9. Apa Landasan hukum Asuransi Syariah?
10. Apa saja produk Asuransi syariah?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Asuransi Syariah
Istilah asuransi di Indonesia berasal dari kata Belanda assurantie yang kemudian menjadi “asuransi” dalam bahasa Indonesia. Sebenarnya bukanlah istilah asli bahasa Belanda akan tetapi berasal dari bahasa latin, yaitu assecurare yang berarti “meyakinkan orang[1]. Menurut etimologi bahasa Arab istilah Asuransi Syariah atau Takaful berasal dari akar kata kafala. Dalam ilmu tashrif atau sharaf, tafakul termasuk dalam barisan bina muta’aadi. Yaitu tafaa’ala, artinya saling menanggung. Dan ada juga yang meterjemahkannya dengan makna saling menjamin. Asuransi Syariah atau takaful menurut Juhaya S. Praja adalah “Saling memikul risiko di antara sesame orang sehingga antara satu dengan lainnya menjadi penanggung atas risiko yang lainnya. Saling pikul risiko itu dilakukan atas dasar saling tolong-menolong dalam kebaikan dengan cara masingmasing mengeluarkan dana ibadah (tabarru) yang ditunjukkan untuk menanggung risiko tersebut.”
Menurut Undang-undang (UU) Hukum Dagang pasal 246 memberikan pengertian asuransi sebagai berikut. Asuransi adalah suatu perjanjian, dengan nama seorang penanggung mengikat diri kepada seseorang tertanggung, dengan menerima premi, untk memeberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungn yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa tertentu.
Definisi asuransi syariah menurut Dewan Syariah Nasional adalah usaha untuk saling melindungi dan tolong-menolong diantara sejumlah orang melalui investasi dalam bentuk aset dan / atau tabarru' yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko / bahaya tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah.
Asuransi Syariah adalah sebuah sistem dimana para partisipan / anggota / peserta mendonasikan / menghibahkan sebagian atau seluruh kontribusi yang akan digunakan untuk membayar klaim, jika terjadi musibah yang dialami oleh sebagian partisipan / anggota / peserta. Peranan perusahaan disini hanya sebatas pengelolaan operasional perusahaan asuransi serta investasi dari danadana / kontribusi yang diterima / dilimpahkan kepada perusahaan.
Asuransi syariah disebut juga dengan asuransi ta'awun yang artinya tolong menolong
atau saling membantu. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa Asuransi ta'awun prinsip dasarnya adalah dasar syariat yang saling toleran terhadap sesama manusia untuk menjalin kebersamaan dalam meringankan bencana yang dialami peserta. Prinsip ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al Maidah ayat 2, yang artinya :
(#qçRur$yès?ur…… ’n?tã ÎhŽÉ9ø9$# 3“uqø)G9$#ur ( Ÿwur (#qçRur$yès? ’n?tã ÉOøOM}$# Èbºurô‰ãèø9$#ur 4 ……
"Dan saling tolong-menolonglah dalam kebaikan dan ketaqwaan dan jangan saling tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan".
Asuransi yang selama ini digunakan oleh mayoritas masyarakat (non syariah) bukan merupakan asuransi yang dikenal oleh para pendahulu dari kalangan ahli fiqh, karena tidak termasuk transaksi yang dikenal oleh fiqh Islam, dan tidak pula dari kalangan para sahabat yang membahas hukumnya.
Perbedaan pendapat tentang asuransi tersebut disebabkan oleh
perbedaan ilmu dan ijtihad mereka. Alasannya antara lain[2]:
1. Pada transaksi asuransi tersebut terdapat jahalah (ketidaktahuan) dan ghoror (ketidakpastian), dimana tidak diketahui siapa yang akan mendapatkan keuntungan atau kerugian pada saat berakhirnya periode asuransi.
2. Di dalamnya terdapat riba atau syubhat riba. Hal ini akan lebih jelasdalam asuransi jiwa, dimana seseorang yang memberi polis asuransimembayar sejumlah kecil dana / premi dengan harapan mendapatkan uang yang lebih banyak di masa yang akan datang, namun bisa saja dia tidak mendapatkannya. Jadi pada hakekatnya transaksi ini adalah tukar menukar uang, dan dengan adanya tambahan dari uang yang dibayarkan, maka ini jelas mengandung unsur riba, baik riba fadl dan riba nasi'ah.
3. Transaksi ini bisa mengantarkan kedua belah pihak pada permusuhan dan perselisihan ketika terjadinya musibah. Dimana masing-masing pihak berusaha melimpahkan kerugian kepada pihak lain. Perselisihan tersebut bisa berujung ke pengadilan.
4. Asuransi ini termasuk jenis perjudian, karena salah satu pihak membayar sedikit harta untuk mendapatkan harta yang lebih banyak dengan cara untung-untungan atau tanpa pekerjaan. Jika terjadi kecelakaan ia berhak mendapatkan semua harta yang dijanjikan, tapi jika tidak maka ia tidak akan mendapatkan apapun.
2.2 Sejarah Asuransi Syariah
Sejarah terbentuknya asuransi syariah dimulai sejak 1979 ketika sebuah perusahaan asuransi jiwa di Sudan, yaitu Sudanese Islamic Insurance pertama kali memperkenalkan asuransi syariah. Kemudian pada tahun yang sama sebuah perusahaan asuransi jiwa di Uni Emirat Arab juga memperkenalkan asuransi syariah di wilayah Arab.
Setelah itu pada tahun 1981 sebuah perusahaan asuransi jiwa Swiss, bernama Dar Al-Maal Al-Islami memperkenalkan asuransi syariah di Jenewa. Diiringi oleh penerbitan asuransi syariah kedua di Eropa yang diperkenalkan oleh Islamic Takafol Company (ITC) di
Luksemburg pada tahun 1983. Bersamaan dengan itu, sebuah perusahaan asuransi syariah bernama Islamic Takafol & Re-Takafol Company juga didirikan di Kepulauan Bahamas pada 1983. Demikian juga halnya dengan Bahrain, sebuah perusahaan asuransi jiwa berbasis syariah, yaitu Syarikat Al-Takafol Al-Islamiah Bahrain didirikan tahun 1983.
Luksemburg pada tahun 1983. Bersamaan dengan itu, sebuah perusahaan asuransi syariah bernama Islamic Takafol & Re-Takafol Company juga didirikan di Kepulauan Bahamas pada 1983. Demikian juga halnya dengan Bahrain, sebuah perusahaan asuransi jiwa berbasis syariah, yaitu Syarikat Al-Takafol Al-Islamiah Bahrain didirikan tahun 1983.
Di Asia sendiri, asuransi syariah pertama kali diperkenalkan di Malaysia pada tahun 1985 melalui sebuah perusahaan asuransi jiwa bernama Takaful Malaysia.
Sedangkan di Indonesia, asuransi syariah merupakan sebuah cita-cita yang telah dibangun sejak lama, dan telah menjadi sebuah lembaga asuransi modern yang siap melayani umat Islam Indonesia dan bersaing denngan lembaga asuransi konvensional. Adapun perkembangan asuransi syariah di Indonesia baru ada pada akhir tahun 1994, yaitu berdirinya Asuransi Takaful Indonesia pada tanggal 25 Agustus 1994, dengan diresmikannya PT Asuransi Takaful Keluarga. Hingga saat ini asuransi syariah semakin dikenal luas dan diminati oleh masyarakat dan negara-negara baik muslim maupun non-muslim.
Menkeu No. Kep-385/KMK.017/1994. Melalui berbagai seminar nasional dan setelah mengadakan studi banding dengan Takaful Malaysia, akhirnya berdirilah PT Syarikat Takaful Indonesia (PT STI) sebagai Holding Company pada tanggal 24 Februari 1994. Kemudian PT STI mendirikan 2 anak perusahaan, yakni PT Asuransi Takaful Keluarga (Life Insurance) dan PT Asuransi Takaful Umum(General Insurance). PT Asuransi Takaful Keluarga diresmikan lebih awal pada tanggal 25 Agustus 1994 oleh Bapak Mar’ie Muhammad selaku Menteri Keuangan saat itu. Setelah keluarnya izin operasional perusahaan pada tanggal 4 Agustus 1994[3].
Setelah itu, beberapa perusahaan asuransi syariah yang lain lahir, seperti PT asuransi syariah “Mubarakah”(1997) dan beberapa unit asuransi syariah dari asuransi konvensioanal seperti MAA Assurance (2000), Asuransi Great Eastern (2001), Asuransi Bumi Putra (2003), Asuransi Sinar Mas Syariah (2004), Asuransi Tokio Marine Syariah (2004). Sampai dengan Mei 2008, sudah terlahir 41 Perusahaan asuransi syariah di Indonesia.
2.3 Prinsip-Prinsip Syariah
Pertama, dibangun atas dasar kerjasama (ta’awun). Seseorang muslim akan berlaku bijak dalam kehidupan, ia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem kehidupan masyarakat. Oleh karena itu seorang muslim dituntut mampu merasakan dan memikirkan apa yang dirasakan dan dipikirkan saudaranya. Keadaan ini akan menimbulkan sikap saling membutuhkan antara sesama muslim dalam menyelesaikan masalah.
Kedua, asuransi syariat tidak bersifat mu’awadhoh, tetapi tabarru’ atau mudhorobah.
Ketiga, sumbangan (tabarru’) sama dengan hibah (pemberian) oleh karena itu haram hukumnya ditarik kembali. Kalau terjadi peritiwa, maka diselesaikan menurut syariat.
Keempat, setiap anggota yang menyetor uangnya menurut jumlah yang telah ditentukan harus disertai dengan niat membantu demi menegakkan prinsip ukhuwah.
Kelima, tidak dibenarkan seseorang menyetorkan sejumlah kecil uangnya dengan tujuan supaya ia mendapat imbalan yang berlipat bila terkena suatu musibah. Akan tetapi ia diberi uang jamaah sebagai ganti atas kerugian itu menurut ijin yang diberikan oleh jamaah.
Keenam, sesama muslim saling bertanggung jawab. Kehidupan di antara sesama muslim terikat dalam suatu kaidah yang sma dlam menegakkan nilai-nilai islam. Oleh karena itu kesulitan seseorang muslim dalam kehidupan menjadi tanggung jawab sesama muslim
2.4 Ketentuan Operasi Asuransi Syariah
Dalam menjalankan operasinya, asuransi syariah berpegang pada ketentuan-ketentuan berikut[4]:
1. Akad
a. Kejelasan akad dalam praktek muamalah merupakan prinsip karena akan menentukan sah atau tidaknya secara syari’ah. Demikian halnya dengan asuransi, Akad antara perusahaan dengan peserta harus jelas. apakahnAkad-nya jual beli (tadabuli) atau tolong menolong (takaful)
b. Syarat dalam transaksi jual beli adalah penjual. Pembeli terdapatnya harga, dan barang yang diperjualbelikan. Pada asuransi biasa, penjual dan pembeli, barang yang diperoleh, ynag dipersoalkan adala berapa premi yang harus dibayar kepada perusahaan asuransi. Padahal hanya Allah yang tahu kapan kita meninggal. Jadi pertangungan yang diperoleh sesuai denagn perjanjian, akan tetapi jumlah yang akan disetorkan tidak jelas tergantungt usia kita, dan hanya Allah yang tahu kapan kita meninggal.
c. Dengan demikian akad jual beli dalam asuransi biasa terjadi cacat secara asuransi syariah karena tidak jelas (gharar). Yaitu berapa besar yang akan dibayarkan kepada pemegang polis ( pada Product Saving) atau berapa besar yang diterima pemegang polis.
2. Gharar
a. Definisi Gharar menurut madzhab syafi’ih adalah apa-apa yang akibatnya tersembunyi dalam pandangan kita dan akibat paling ditakuti. Apabila tidak lengkap rukun ari akad maka akan terjadi gharar. Oleh karena itu ulama berpendapat bahwa akad jual beli atau akad pertukaran harta benda dalam hal ini adalah cacat secara hukum.
b. Pada asuransi konvensional, terjadi karena tidak ada kejelasan mas’ud alih (sesuatu yang diakadkan) yaitu meliputibeberapa sesuatu akan diperoleh (ada atau tidak, besar atau kecil). Tidak diketahui berapa lama kita harus membaayar. Karena tidak lengkapnya rukun dari akad maka akan terjadi gharar. Ooleh karena itu, para ulama berpendapat bahwa akad jul beli atau akad pertukaran hart benda dalam hal ini adalah cacaat secara hukum.
c. Dalam asuransi yang menggunakan prinsip syariah mengganti akad tadi enagn niat tabarru’. Yaitu suatu niat tolong-menolong pada sesama peserta apabila ada yang ditakdirkan mendapat musibahy. Pertolonngan tersebut tentunya tidak tertutup kemungkinan untuk kita atau keluarga apabila Allah mentakdirkan kita lebih dahulu mendapat musibah.
3. Tabarru’
a. Tabarru’ berasal dari kata tabarru yatabarraa tabarrauan. Yang artinya sumbangan. Orang yang menyumbang disebut mutabarri (dermawan). Niat tabru merupakan alternatif uang yang sah diperkenankan. Tabarru’ bermaksud memberikan dana kebajikn secara ikhlas untuk tujuan saling membantu satu sama lain sesama peserta tafakku, ketika mereka ada yang mendapat musibah.
b. Tabarru’ disimpan dalam rekening khusus. Apabila ada yang tertimpa musibah, dana klaim yang diberikan adalah rekening tabarru’ yang sudah diniatkan oleh sesama tafakkul untuk saling menolong.
4. Masyir
a. Islam menghindari adanya ketidakjelasan informasi dalam melakukan transaksi. Masyir pada hakekatnyamuncul karena tidak diketahuinyainformasi oleh peserta tentang berbagai hal yang berhubungan dengan produk yang dikonsumsinya.
b. Dalam mekanisme asuransi syariah keterbukaan merupakan akselerasi dari realisasi prinsip-prinsip syariah. Karena tidak ada kepercayaan jika tidak ada keterbukaaan dalam informasi. Dalam mekanisme asuransi konvensional, masyir sebagai akibat dari status kepemilikan dana dan gharar.
5. Riba
a. Keberadaan asuransi syariah yang paling substansial disebabkan adanya ketidakadilan dalam asuransi konvensional, misalnya upaya untuk melipatkan gandakan keuntungan dari praktek yang ingin dilakukan dengan cara yang tidak adil. Semua asuransi ynag konvensional menginvestasikan dananya denagn bunga.
b. Dengan demikian asuransi konvensional selalu melibatkan diri dalam riba. Demikian juga dengan perhitunagn peserta, dilakukan denagn menghitung keuntungan didepan. Sedangkan tafakkul menytimpan dananya di bank berdasarkan syariah dengan sistem mudharabah.
6. Dana Hangus
a. Dalam asuransi konvensionalo adanya dana hangus, dimana peserta yang tidak dapat melanjutkan pembayaran premi dan ingin mengundurkan diri sebelum masa reversing periode, maka dana peserta ityu hangus. Demikian pula, asuransi non tabungan atau asuransi kerugian jika habis masa kontrak dan tidak dapat terjadi klaim . maka premi yang dibayarkan akan hangus sekaligus menjadik milik pihak asuransi.
2.5 Perbedaan Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional [5].
No. | Dari Segi | Konvensional | Syariah | |
1. | Konsep | Perjanjian antara dua pihak atau lebih, pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan pergantian kepada tertanggung. | Sekumpulan orang yang saling membantu, saling menjamin, dan bekerja sama, dengan cara masing-masing mengeluarkan dana tabarru’. | |
2. | DPS (Dewan Pengawas Syariah) | Tidak ada, sehingga dalam prakteknya bertentangan dengan kaidah-kaidah syara’ | Ada, yang berfungsi mengawasi pelaksanaan operasional perusahaan agar terbebas dari praktek-praktek muamalah yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. | |
3. | Akad | Akad jual beli (akad gharar) | Akad tabarru’ dan akad tijarah (mudharabah, wakalah, wadiah, syirkah) | |
4. | Jaminan/Risk (Resiko) | Transfer of risk, dimana terjadi transfer dari tertanggung kepada penanggung | Sharing of risk, dimana terjadi proses saling menanggu antara satu peserta dan peserta lainnya (ta’awun) | |
5. | Pengelolaan Dana | Tidak ada pemisahan dana, yang berakibat pada terjadinya dana hangus (untuk produk saving life) | Pada produk-produk saving (life) terjadi pemisahan dana, yaitu dana tabarru’ , sehingga tidak mengenal dana hangus. Sedangkan untuk term insurance (life) dan general insurance semuanya bersifat tabarru’. | |
6. | Kemilikan Dana | Dana yang terkumpul dari premi peserta seluruhnya menjadi milik perusahaan. Perusahaan bebas menggunakan dan menginvestasikan kemna saja. | Dana yang terkumpul dari peserta dalam bentuk iuran atau kontribusi. Merupakan milik peserta atau (shahibul maal), asuransi syariah hanya sebagai pemegang amanah (mudarib) dalam mengelola dana tersebut. | |
7. | Sumber pembayaran Klaim | Sumber biaya klaim adalah dari rekening perusahaan, sebagai konsekuensi penangung terhadap tertanggung. Murni bisnis dan tidak ada nuansa syariah. | Sumber pembayaran klaim diperoleh dari rekening tabarru’ dimana peserta saling menanggung. Jika salah satu peserta mendapat musibah maka peserta lainnya ikut menanggung bersama resiko tersebut. | |
8. | Keuntungan (profit Share) | Keuntungan diperoleh surplus underwrinting, komisi reasuransi, dan hasil investasi seluruhnya adalah keuntungan perusahaan. | Profit yang diperoleh dari surplus underwrinting,komisi re asuransi, dan hasil investasi bukan seluruhnya menjadi milik perusahaan tetapi dilakukan bagi hasil (mudharabah) | |
9. | Investasi | Bebas melakukan investasi dalam batas ketentuan perundang-undangan, dan tidak terbatas dalam halal dan haramnya objek atau sistem investasi yang digunakan | Dapat melakukan investasi sesuai ketentuan perundang-undangan, sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.bebas dari riba dan tempat-tempat investasi yang terlarang | |
10. | Sistem Akuntansi | Menganut konsep akuntansi acrual basis, yaitu proses akuntansi yang mengakui terjadinya peristiwa atau keadaan nonkas. Dan mengakui pendapatan, peningkatan aset, expenses, liablites dalam jumlah tertentu yang baru akan diterima dalam waktu yang akan datang | Menganut konsep cash basis, mengakui apa yang benar-benar telah ada, sedangkan acrual basis dianggap bertentanagn dengan syariah karena mengakui adanya pendapatan, harta, beban atau utang yang akan terjadi dimasa mendatang. Sementara apakah itu benar-benar dapat terjadihanya Allah yang tahu. | |
11. | Misi dan Visi | Secara garis besar misi utama dari asuransi konvensional adalah misi ekonomi dan misi sosial | Misi yang diemban dalam asuransi syariah adalah misi aqidah, misi ibadah (ta’awun), misi ekonomi dan misi pemberdayaan ummat | |
2.6 Perkembangan dan Pertumbuhan Asuransi Syariah di Indonesia
Pada saat ini perkembangan ekonomi yang berbasis syariah sedang diminati oleh masyarakat karena banyak keuntungan yang didapat, maka dari itu didirikanlah asuransi-asuransi syariah sebagai bentuk partisipasi dalam membangun perkembangan ekonomi syariah.
Sampai saat ini asuransi syariah berkembang sangat pesat. Banyak asuransi konvensioanal yang melahirkan unit atau cabang yang berbasis syariah dan beberapa perusahaan yan sedang dalam persiapan untuk mendirikan asuransi islam baru[6].
Beriringan dengan perkembangan tersebut, perusahaan syariah yang telah ada saat ini pada tanggal 14 Agustus 2003 yang lalu kemudian membentuk suatu wadah perkumpulan atau asosiasi yaitu Asosiasi Asuransi Islam Indonesia ( AASI). AASi dibentuk selain sebagai media komunikasi sesama anggota, juga secara eksternal sebagai wadah resmi untuk mewakili asuransi islam baik kepada pemerintah, legislatif, maupun keluar negeri[7].
2.7 Dampak Perkembangan Asuransi Syariah
Menurut sebagian pengamat ekonomi, khususnya ekonomi muslim saat ini masyarakat dunia telah mengalami kejenuhan dengan sistem ekonomi kapitalis dan sistem ekonomi sosialis . Selain itu, dengan mengembangkan kedua sistem itu dunia semakin hari semakin tidak teratur yang pada gilirannya melahirkan negara – negara yang semakin hari semakin kaya disisi lain melahirkan negara – negara yang semakin miskin. Dengan kata lain dengan menjalankan kedua sistem ekonomi tersebut akan melahirkan ketidak seimbangan dalam perkembangan ekonomi.
Asuransi syariah dan lembaga-lembaga ekonomi syariah lainnya muncul sebagai bukan hanya untuk meningkatkan ekonomi umatnya saja. Tetapi sekaligus menjadi solusi bagi bangsa yang sedang terpuruk ini untuk bisa bangkit kembali menjadi bangsa yang bermartabat, tidak diperhamba bangsa-bangsa lain.
Berdirinya Asuransi Syariah jelas akan meningkatkan kesadaran berasuransi, sehingga disamping ikut membangun untuk memperkuat sumber daya keuangan dalam negeri, juga akan memberikan dampak kontraksi moneter untuk menahan laju inflasi. Dengan optimalnya investasi yang dilakukan sesuai dengan prinsip syariah islam, maka akan dapat membantu pertumbuhan ekonomi secara maksimal.
2.8 Kendala dan Strategi Perkembangan Asuransi Syariah
Dalam perkembangannya, asuransi syariah menghadpi beberpa kendala, diantaranya[8] :
1. Rendahnya tingkat perhatian masyarakat terhadap keberadaan asuransi syariah yang relative baru dibandingkan dengan asuransi konvebsional yang telah lama mereka kenal, baik nama dan operasinya.
2. Asuransi bukanlah bank yang banyak berpeluang untuk bisa berhubungan dengan masyarakat dalam hal pendanaan atau pembiayaan. Artinya, dengan produknya bank lebih lebih banyak berpeluang untuk bisa selalu berhubungan dengan masyarakat.
3. Asuransi syariah, sebagaimana bank dan lembaga keuangan syariah lain, masih dalam proses mencari bentuk. Oleh karenanya, diperlukan langkah – langkah sosialisasi, baik untuk mendapatkan perhatian masyarakat maupun sebagai upaya mencari masukan demi perbaikan system yang ada
4. Rendahnya profesialisme sumber daya manusia ( SDM) menghambat laju pertumbnuhan asuransi syariah. Penyediaan sumber daya manusia dapat dilakukan dengan kerjasama dengan berbagai pihak terutama lembaga – lembaga pendidikan untuk membuka atau memperkenalkan pendidikan asuransi syariah
Adapun strategi yang diperlukan untuk pengembangan asuransi syariah diantaranya sebagai berikut :
1. Perlu strategi pemasaran yang lebih terfokus kepada upaya untuk memenuhi pemahaman masyarakat tentang asuransi syariah. Maka asuransi syariah perlu meningkatkan kualitas pelayanan kepada pemenuhan pemahaman masyarakat ini, misalnya mengenai apa asuransi syariah, bagaimana operasi asuransi syariah, keuntungan apa yang di dapat dari asuransi syariah, dan sebagainya
2. Sebagai lembaga keuangan yang menggunakan system syariah tentunya aspek syiar islam merupakan bagian dari operasi asuransi tersebut. Syiar islam tidak hanya dalam bentuk normative kajian kitab misalnya, tetapi juga hubungan antara perusahaan asuransi dengan masyarakat. Dalam hal ini asuransi syariah sebagai perusahaan yang berhubungan denganm masalah kemanusiaan (kematian, kecelakaan, kerusakan dll), setidaknya dalam masalah yang berhubungan dengan klaim nasabah asuransi syariah bias memberikan pelayanan yang lebih baik dibandingkan dengan asuransi konvensional
3. Dukungan dari berbagai pihak teruitama pemerinyah, ulama, akademis, dan masyarakat diperlukan untuk memberikan masukan dalam penyelenggaraan operasi asuransi syariah. Hal ini diperlukan selain memberikan control bagi asuransi syariah untuk berjalan pada system yang berlaku, juga meningkatkan kemampuan asuransi syariah dalam menangkapa kebutuhan dan keinginan masyarakat
2.9 Landasan hukum Asuransi Syariah
1. Al-Qur’an
Apabila dilihat dari sepintas keseluruhan ayat Al-Qur’an tidak terdapat satu ayatpun yang menyebutkan istilah asuransi seperti yang kita kenal sekarang, baik istilah “al-ta’min” ataupun “tafakkul”. Namun demikian, walaupun tidak menyebutkan secara tegas, terdapat ayat yang menjelaskan tentang konsep asuransi dan yang mempunyai muatan-muatan nilai-nilai dasar yang ada dalam praktik asuransi. Diantaranya ayat-ayat AlQur’an tersebut antara lain:
a. Perintah Allah Mempersiapkan hari depan
Ø Surat Yusuf : 47-49
tA$s% tbqããu‘÷“s? yìö7y™ tûüÏZÅ™ $\/r&yŠ $yJsù ôM›?‰|Áym çnrâ‘x‹sù ’Îû ÿ¾Ï&Î#ç7.^ß™ žwÎ) Wx‹Î=s% $£JÏiB tbqè=ä.ù's? ÇÍÐÈ §NèO ’ÎAù'tƒ .`ÏB ω÷èt/ y7Ï9ºsŒ Óìö7y™ ׊#y‰Ï© z`ù=ä.ù'tƒ $tB ÷LäêøB£‰s% £`çlm; žwÎ) Wx‹Î=s% $£JÏiB tbqãYÅÁøtéB ÇÍÑÈ §NèO ’ÎAù'tƒ .`ÏB ω÷èt/ y7Ï9ºsŒ ×P%tæ ÏmŠÏù ß^$tóムâ¨$¨Z9$# ÏmŠÏùur tbrçŽÅÇ÷ètƒ ÇÍÒÈ
“Yusuf berkata: ‘Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa; Maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan. Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang Amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang kamu simpan. Kemudian setelah itu akan datang tahun yang padanya manusia diberi hujan (dengan cukup) dan dimasa itu mereka memeras anggur.’”
Ø Al Hasyr : 18
$pkš‰r'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# öÝàZtFø9ur Ó§øÿtR $¨B ôMtB£‰s% 7‰tóÏ9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 ¨bÎ) ©!$# 7ŽÎ7yz $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÇÊÑÈ
“Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Alloh dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuat untuk hari esok (masa depan) dan bertaqwalah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang engkau kerjakan”.
b. Perintah Allah untuk saling menolong dan bekerja sama
ü QS. Al-Maidah : 2
(#qçRur$yès?ur….. ’n?tã ÎhŽÉ9ø9$# 3“uqø)G9$#ur ( Ÿwur (#qçRur$yès? ’n?tã ÉOøOM}$# Èbºurô‰ãèø9$#ur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ߉ƒÏ‰x© É>$s)Ïèø9$# ÇËÈ
“tolong menolong kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa. Dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan, bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”
ü QS. Al-Baqarah : 185
߉ƒÌヅ……… ª!$# ãNà6Î/ tó¡ãŠø9$# Ÿwur ߉ƒÌムãNà6Î/ uŽô£ãèø9$# (#qè=ÏJò6çGÏ9ur no£‰Ïèø9$# (#rçŽÉi9x6çGÏ9ur ©!$# 4†n?tã $tB öNä31y‰yd öNà6¯=yès9ur šcrãä3ô±n@ ÇÊÑÎÈ
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghindari kesukaran bagimu”
c. Perintah Allah untuk saling melindungi dalam keadaan susah.
· QS. Quraisy : 4
ü”Ï%©!$# OßgyJyèôÛr& `ÏiB 8íqã_ NßgoYtB#uäur ô`ÏiB ¤$öqyz ÇÍÈ
“yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan”
· QS. Al-Baqarah : 126
“dan ingatlah ketika ibrahim berdo’a. “ Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negara yang aman sentosa (selamat)………….
d. Perintah Allah untuk bertawakal dan optimis berusaha
§ QS. Al-Taghaabun : 11
“Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
§ QS. Lukman : 34
“Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah penegtahuan tentang hari kiamat: dan Dialah ang menurunkan hujan, dan menegtahui apa yang ada dalam rahim. Dan tidak seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok: dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok: dan tiada seorangpun yang dapat menegetahui di bumi mana ia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Lagi maha Mengenal.”
2. Sunnah Nabi Muhammad SAW
a. Hadist tentang Aqilah
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra., dia berkata: Berselisih dua orang wanita dari suku Huzail, kemudian salah satu wanita melempar batu ke wanita yang lain, sehingga mengakibatkan kematian wanita tersebut beserta janin yang dikandungnya. Maka, ahli waris dari wanita yang meninggal tersebut mengadukan peristiwa tersebut kepada Rasulullah SAW. Memutuskan ganti rugi dari pembunuhan janin tersebut denagn pemebebasan seseorang budak laki-laki atau perempuan, dan memutuskan ganti rugi kematian wanita tersebut denagn uang darah(diyat) yang dibayarkan oleh aqilahnya (kerabat dari orang tua laki-laki). (HR. Bukhari)
b. Hadist tentang anjuran meninggalkan ahli waris yang kaya
Diriwayatkan dari Amir bin Sa’ad bin Abi waqasy, telah bersabda Rasulullah SAW.: “ Lebih Baik Jika Engkau meninggalkan anak-anak kamu (ahli waris) dalam keadaan kaya raya, dari pada meninggalkan mereka dalam keadaan miskin (kelaparan) yang meminta-minta kepada manusia lainnya.” (HR. Bukhari)
c. Hadis tentang menghindari resiko
Diriwayatkan dari Anas bin Maliki ra., bertanya seseorang kepada Rasulullah SAW. Tentang untanya: “ apa (unta) ini saya ikat saja atau langsung saya bertawakkal pada (Allah SWT)?” Bersabda Rasulullah SAW., “ Pertama ikatlah unta itu kemudian bertawaklah kepada Allah SWT.” ( HR. At-Turmudzi)
2.10 Produk- Produk Asuransi Syariah
a. Produk Takaful Individu
a.1. Produk-produk Tabungan
- Takaful Dana Investasi
- Takaful Dana Haji
- Takaful Dana Siswa
- Takaful Jabatan
a.2 Produk-produk Non Tabungan
- Takaful Al-Khoirot Individu
- Takaful Kecelakaan Diri Individu
- Takaful Kesehatan Individu
b. Produk Takaful Grup
b.1 Takaful Al-Khoiraat dan Tabungan Haji
b.2 Takaful Kecelakaan Siswa
b.3 Takaful Wisata dan Perjalanan
b.4 Takaful Kecelakaan Diri Kumpulan
b.5 Takaful Majelis Taklim
b.6 Takaful Pembiyaan
c. Produk Takaful Umum
c.1 Takaful Kebakaran
c.2 Takaful Kendaraan Bermotor
c.3 Takaful Rekayasa
c.4 Takaful Pengangkutan
c.5 Takaful Rangka Kapal
c.6 Asuransi Takaful Aneka
BAB III
KESIMPULAN
Asal mula asuransi berawal dari ketakutan dan kekhawatiran sebuah perusahaan dalam menanggung resiko atau ancaman kerugian yang tak terduga. Sehingga muncul sebuah layanan yang bersedia menangggung resiko atau ancaman kerugian, dengan imbalan tertentu. Dan layanan ini sangat disukai masyarakat hingga berkembang pesat dan tidak hanya berkutat pada perusahaan saja.
Akan tetapi, banyak pihak yang merasa dirugikan setelah bergabung dengan asuransi. Lalu karena masyarakat sudah mulai sadar akan agama -khususnya Islam- meragukan status kebolehan (kehalalan) dari layanan asuransi. Ada sebagian pihak yang mengharamkan karena ada unsur riba, ada yang membolehkan karena menyangkut dengan keselamatan, ada yang menghukuminya syubhat. Hal ini memunculkan banyak kajian tentang asuransi syariah dan skemanya agar tidak terjadi keadaan saling merugikan dan kesesuaian dengan koridor-koridor syariah.
Kemudian munculah gagasan tentang asuransi syariah yang skemanya sesuai dan tidak menyalahi koridor-koridor syariah, dan tidak ada unsur riba, penipuan,dan saling menjatuhkan. Dalam istilah syariah, lebih dikenal dengan takaful atau pertolongan. Dan tentunya ada beberapa perbedaan diantara asuransi konvensional dan aqod takaful yang membatasinya dari hal-hal yang dilarang. Dan sistem ini sangat diminati dan perkembangannya sangat pesat. Akan tetapi, sistem ini baru dikenal di Indonesia baru-baru ini, dan tampaknya mulai banyak yang tertarik untuk mencobanya.
DAFTAR PUSTAKA
Muthahari, Murtadha. 1995. Asuransi dan Riba. Bandung: Pustaka Hidayah
Soemtra Andri.2010 Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana.
Sudarsono Hardi.2007. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Edisi Kedua. Yogyakarta: Ekonista
Wirdyaningsih, SH., MH. 2005. Bank dan Asuransi Islam di Indonesia. Jakarta: Prenada Media
[1] Andri Soemtra. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana. 2010. Hal.243
[2] Wirdyaningsih, SH., MH, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia hlm 243-245
[3] file:///D:/profil_syariah_konsep.php.htm
[4] Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah hlm 116-118
[5] Ibid hlm 233-234
[6] Wirdianingsih, et all. 2005. Bank dan Asuransi Islam di Indonesia. Jakarta:Kencana. Hal.220
[7] file:///D:/Makalah%20Asuransi%20Syariah%20@%20hendrakholid.net.htm
[8] Ibid hlm 120-121
[9] Ibid hlm 236-238
0 komentar:
Posting Komentar