Sekarang ini kita sebagai warga kota Malang menyaksikan dan mengalami sendiri kemacetan manakala kita keluar rumah untuk beraktivitas entah itu ke kantor, sekolah atau pun ke pasar. Pergerakan kendaraan bermotor luar biasa banyaknya di jalan-jalan kota Malang dan di jalan-jalan tertentu kendaraan tersebut tumplek blek tak bergerak dan jika pun bergerak bak siput berjalan, sangat lamban. Inilah realita bahwa kota Malang mulai terjangkiti virus Ibukota Jakarta yang kepadatan lalu lintasnya di jalan raya nomor wahid di Indonesia bahkan masuk dalam kategori kota berpolusi di seantero jagad raya ini akibat bejibunnnya kendaraan bermotor. Kenapa kepadatan lalu lintas sampai seperti ini? Apa dan siapa yang salah?
Kepadatan terjadi karena tidak ada antisipasi dari pihak berkepentingan di bidang ini mulai dari level bawah hingga atas. Daya analisis dalam memprediksi situasi kota Malang kedepannya tidak pernah terejawanthkan dalam bentuk kongkrit. Mereka alpa asyik masyuk dalam situasi kekinian tidak melihat jauh kedepan apa yang bakal terjadi di jalan-jalan kota ini bila tidak diamati dan diantisipasi seksama.
Pimpinan wilayah ini boleh bergonta-ganti tetapi tidak satu pun mereka mampu bekerja anstispatif dan meletakkan dasar-dasar penyelesaian masalah kota. Begitu enaknya saat menjabat hingga terlena, mereka (pemimpin) itu mengira jabatan amanah sebagai pimpinan dianggap prestise, keunggulan dan prestasi yang serba menyenangkan bukan melihat dan memahaminya sebagai musibah kepemimpinan karena pertanggungjawaban amat berat dan pemimpin itu sangat dekat jaraknya antara "surga dan neraka". Betapa banyak pemimpin di negeri ini yang terbuai dengan singgasana kekuasaan sehingga lupa daratan. Alih-alih pemimpim macam ini dapat memecahkan masalah bahkan ia pun merupakan bagian dari masalah yang mesti diselesaikan. Runyamnya kepemimpinan bangsa ini!
Kembali ke persoalan kemacetan. Sejak dulu belum ada konsep pemecahan masalah perkotaan yang terintegrasi dengan baik dan disosialisasikan ke masyarakat. Malah yang kita dengar dan lihat sendiri betapa banyak lahan hijau dan publik menjadi perumahan. Rencana tata ruang tata wilayah (RTRW) hanya diatas kertas yang dibuat untuk dilanggar. Oleh karena itu tidak ada konsep jelas dalam pemecahan masalah kemacetan di kota Malang. Cara berpikir pemangku kebijakan kota mesti dirubah dari yang bersifat individualis liberal dengan membiarkan orang memiliki sendiri kendaraan pribadi menjadi berisfat kolektif kebersamaan yang memecahkan masalah kemacetan dengan menciptakan transporatsi massal nyaman, aman dan memadai.
Paradigma penguasa kota yang membiarkan masyarakat warga Malang bergerak lalu lalang dan berseliweran memadati jalan-jalan kota mesti diakhiri dengan membuat angkutan umum massal atau mass rapid transport (MRT) terintegrasi dan hanya MRT itulah yang leluasa bermobilitas melayani kepentingan warga masyarakat Malang. Sistem MRT yang terintegrasi itu sudah layak mulai sekarang dipikir-terapkan untuk mengatasi kemacetan dan kepadatan lalu lintas di Malang Raya ini, jangan terlambat karena nanti kondisi kemacetan akan tambah runyam dan jika kondisi semakin berat maka lebih sulit lagi menyelesaikan masalahnya seperti yang terjadi di Jakarta. Mereka disana terlambat mengantisipasi persoalan kemacetan meski Gubernur silih berganti tetapi tidak ada yang betul-betul mampu memiliki konsep dan langkah kongkrit mengatasi kemacetan hingga kini.
MRT terintegrasi juga bisa dibuat dengan mengemas MRT dalam bentuk kendaraan wisata karena kita tahun Malang sejak dulu merupakan kota favorit untuk kunjungan wisata terutama juga turis Jepang, Belanda dan Eropa yang bernostalgia di wilayah ini. Sudah saatnya dibuatkan kendaraan wisata kota Malang yang mengelilingi Malang Raya tempat obyek wisata. Tentunya, publikasi dan promosi mesti gencar dan dilakukan secara profesional sehingga sistem MRT untuk umum dan wisata ini merupakan kekuatan paraiwisata di Malang Raya.
Pemimpin Malang mesti bangun dari tidurnya, pemimpin memberi teladan, masyarakat itu tidak neko-neko, sebagai warga kota Malang mereka amat mudah mengikuti kebijakan pimpinannya asal kebijakan yang dikeluarkan benar-benar untuk kepentingan khalayak ramai yang dapat dinkmati bersama, bukan untuk kepentiingan golongan apalagi untuk kenyamanan dan kenikmatan sang pejabat semata. Zaman reformasi ini rakyat kian cerdas dan kritis. Saatnya sistem transportasi umum dibenahi oleh pihak yang bertanggungjawab dan memiliki otoritas untuk itu, jangan menunda-nunda agar tidak makin sulit mengatasinya.
0 komentar:
Posting Komentar