Good Governance
Sebagaimana kita tahu bahwa banyak sekali perusahaan-perusahaan yang sudah berkembang pesat tetapi tidak dapat mempertahankan keberadaan/operasinya. Hal tersebut diakibatkan oleh banyak faktor, antara lain faktor ekonomi dan industri, serta yang lebih penting lagi oleh system tata kelola perusahanan itu sendiri. Terminologi good governance dalarn bahasa dan pemahaman masyarakat termasuk di sebagian elite politik, sering rancu. Setidaknya ada tiga terminologi yang sering rancu yaitu good governance (tata pemerintahan yang baik), good goverment (pemerintahan yang baik), dan clean governance (pemerintahan yang bersih). Pengertian good governance menurut Bank Dunia adalah suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien. Karakteristik pelaksanaan good governance antara lain:
- Partisipasi, yaitu keterlibatan masyarakat dalam pembuatan keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang dapat menyalurkan aspirasinya. Rule of law yaitu kerangka hukum yang adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu.
- Transparansi, umumnya dibangun atas dasar kebebasan memperoleh informasi. Informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik secara langsung dapat diperoleh oleh mereka yang membutuhkan.
- Responsif, yaitu lembaga-lembaga publik harus cepat dan tanggap dalam melayani stakeholder.
- Consensus orientation, yaitu berorientasi pada kepentingan masyarakat yang lebih luas.
- Equity, yaitu setiap masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh kesejahteraan dan keadilan.
- Efficiency dan effectiveness, yaitu pengelolaan sumber daya publik dilakukan secara berdaya guna (efisien) dan berhasil guna (efektif) .
- Accountability, adalah pertanggungjawaban kepada publik atas setiap aktivitas yang dilakukan.
- Strategic vision, yaitu penyelenggaraan pemerintah dan masyarakat harus memiliki visi jauh kedepan.
Good Corporate Governance
Latar belakang munculnya good corporate governance atau dikenal dengan nama tata kelola perusahaan yang baik (selanjutnya disebut “GCG”) muncul tidak semata-mata karena adanya kesadaran akan pentingnya konsep GCG namun dilatarbelakangi oleh maraknya skandal perusahaan yang menimpa perusahaan-perusahaan besar. Joel Balkan (2002) mengatakan bahwa perusahaan (korporasi) saat ini telah berkembang dari sesuatu yang relatif tidak jelas menjadi institusi ekonomi dunia yang amat dominan.
Kekuatan tersebut terkadang mampu mendikte hingga ke dalam pemerintahan suatu negara, sehingga mejadi tidak berdaya dalam menghadapi penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh para pelaku bisnis yang berpengaruh tersebut. Sebagai akibat adanya tata kelola perusahaan yang buruk oleh perusahan-perusahaan besar yang mana mengakibatkan terjadinya krisis ekonomi dan krisis kepercayaan para investor, seperti yang terjadi di Amerika pada awal tahun 2000 dan tahun 2008 yang mengakibatkan runtuhnya beberapa perusahan besar dan ternama dunia, disamping juga menyebabkan krisis global di beberapa belahan negara dunia. Sebagai contoh, untuk mengatasi krisis tersebut, pemerintah Amerika mengeluarkan Sarbanes Oxley Act tahun 2002 yang berisikan penataan kembali akuntansi perusahaan publik, tata kelola perusahaan dan perlindungan terhadap investor.
Oleh karena itu, undang-undang ini menjadi acuan awal dalam penjabaran dan penciptaan GCG di berbagai negara. Konsep GCG belakangan ini makin mendapat perhatian masyarakat dikarenakan GCG memperjelas dan mempertegas mekanisme hubungan antar para pemangku kepentingan di dalam suatu organisasi yang mencakup (a) hak-hak para pemegang saham (shareholders) dan perlindungannya, (b) peran para karyawan dan pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) lainnya, (c) pengungkapan (disclosure) yang akurat dan tepat waktu, (d) transparansi terkait dengan struktur dan operasi perusahaan, (e) tanggung jawab dewan komisaris dan direksi terhadap perusahaan itu sendiri, kepada para pemegang saham dan pihak lain yang berkrpentingan.
Pengertian Good Corporate Governance (GCG)
Pada awalnya, istilah “Corporate Governance” pertama kali dikenalkan oleh Cadbury Committee di Inggris tahun 1922 yang menggunakan istilah dimaksud dalam laporannya yang dikenal dengan Cadbury Report. Berikut disajikan beberapa definisi “Corporate Governance” dari beberapa sumber, diantaranya:
- Menurut Cadbury Committee of United Kingdom
“A set of rules that define the relationship between shareholders, managers, creditors, the goverment, employees, and other internal and external stakeholders in respect to their right and responsibilities, or the system by which companies are directed and controlled”.
- Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI-2006)
FCGI tidak membuat definisi sendiri, namun mengadopsi definisi Cadbury Committee of United Kingdom dan menerjemahkan “Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antar pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan”.
- Menurut Sukrisno Agoes
Tata kelola perusahaan yang baik sebagai suatu sistem yang mengatur hubungan peran dewan komisaris, para direksi, pemegang saham, dan pemangku kepentingan lainnya. Tata kelola perusahaan yang baik juga disebut sebagai suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaiannya, dan penilaian kinerjanya.
- Menurut Organization for Econimocs Cooperation and Development (OECD)
“The structure through which shareholders, directors, managers, set of the board objectives of the company, the means of attaining thoseobjectives and monitoring performance”. (Suatu struktur yang terdiriatas para pemegang saham, direktur, manager, seperangkat tujuan yang ingin dicapai perusahaan, dan alat-alat yang akan digunakandalam mencapai tujuan dan memantau kinerja).
- Menurut Wahyudi Prakarsa
Mekanisme adninistratif yang mengatur hubungan-hubungan antara manajemen perusahaan, komisaris, direksi, pemegang saham, dan kelompok-kelompok kepentingan (stakeholders) yang lain. Hubungan-hubungan ini dimanifestasikan dalam bentuk berbagai aturan (prosedur) dan sistem insentif sebagai kerangka kerja (framework) yang diperlukan untuk mencapai tujuan perusahaan dan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut, serta pemantauan atas kinerja yang dihasilkan.
Berdasarkan beberapa definisi tersebut, pada intinya konsep GCG mengandung pengertian yang berintikan 4 poin, yaitu:
- Wadah Organisasi (perusahaan, sosial, pemerintahan)
- Model Suatu sistem, proses, dan seperangkat peraturan, termasuk prinsip-prinsip, serta nilai-nilai yang meladasi praktik bisnis yang sehat
- Tujuan:
· Meningkatkan kinerja organisasi.
· Menciptakan nilai tambah bagi semua pemangku kepentingan.
· Mencegah dan mengurangi manipulasi serta kesalahan yang signifikan dalam pengelolaan organisasi.
· Meningkatkan upaya agar para pemangku kepentingan tidak dirugikan.
- Mekanisme Mengatur dan mempertegas kembali hubungan, peran, wewenang, dan tanggung jawab:
· Dalam arti sempit: antar pemilik atau pemegang saham, dewan komisaris dan direksi.
· Dalam arti luas: antar seluruh pemangku kepentingan.
Prinsip-prinsip dasar yang melandasi konsep Good Corporate Governance merupakan gabungan prinsip-prinsip dasar dalam membangun suatu tatanan etika kerja dan kerjasama agar tercapai rasa kebersamaan, keadilan, optimasi dan harmonisasi hubungan sehingga dapat menuju kepada tingkat perkembangan yang penuh dalam suatu organisasi atau badan usaha. Prinsip-prinsip dasar tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut:
- Vision
Pengembangan suatu organisasi atau badan usaha harus didasarkan pada adanya visi dan strategi yang jelas dan didukung oleh adanya partisipasi dari seluruh anggota dalam proses pengambilan keputusan, pelaksanaan dan pengembangan supaya semua pihak akan merasa memiliki dan tanggung jawab dalam kemajuan organisasi atau usahanya.
- Participation
Dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan hasil keputusan suatu organisasi atau badan usaha sedapat-dapatnya melibatkan pihak-pihak terkait dan relevan melalui sistem yang terbuka dan dengan jaminan adanya hak berasosiasi dan penyampaian pendapat.
- Equality
Suatu badan usaha atau organisasi yang baik selalu akan memberi dan menyediakan peluang yang sama bagi semua anggota atau pihak terkait bagi peningkatan kesejahteraan melalui usaha bersama di dalam etika usaha yang baik.
- Professional
Dalam bahasa sehari-hari professional diartikan “One who engaged ina learned vocation” (Seseorang yang terikat dalam suatu lapangan pekerjaan). Dalam konteks ini professional lebih dikaitkan dengan peningkatan kapasitas kompetensi dan juga moral sehingga pelayanan dapat dilakukan dengan mudah, cepat dan akurat.
- Supervision
Meningkatkan usaha-usaha supervisi terhadap semua aktivitas usahaatau organisasi sehingga tujuan bersama dapat dicapai secara optimal,efektif dan efisien, serta untuk meminimalkan potensi kesalahan atau penyimpangan yang mungkin timbul.
- Effective & Efficient
Effective berarti “do the things right”, lebih berorientasi pada hasil, sedangkan efficient berarti “do the right things”, lebih berorientasi pada proses. Apapun yang direncanakan dan dijalankan oleh suatu organisasi atau badan usaha harus bersifat efektif dan efisien.
- Transparent
Dalam konteks good governance, transparency lebih diartikan membangun kepercayaan yang saling menguntungkan antara pemerintah atau pengelola dengan masyarakat atau anggotanya melalui ketersediaan informasi yang mudah diakses, lengkap dan up to date.
- Accountability/Accountable
Dalam konteks pembicaraan ini accountability lebih difokuskan dalam meningkatkan tanggung jawab dari pembuat keputusan yang lebih diarahkan dalam menjawab kepentingan publik atau anggota.
- Fairness
Dalam konteks good governance maka fairness lebih diartikan sebagai aturan hukum harus ditegakan secara adil dan tidak memihak bagi apapun, untuk siapapun dan oleh pihak manapun.
- Honest
Policy, strategi, program, aktivitas dan pelaporan suatu organisasi atau badan usaha harus dapat dijalankan secara jujur. Segala jenis ketidakjujuran pada akhirnya akan selalu terbongkar dan merusak tatanan usaha dan kemitraan yang telah dan sedang dibangun. Tanpa kejujuran mustahil dapat dibangun trust dan long term partnership.
- Responsibility dan Social Responsibility
Institusi dan proses pelayanan bagi kepentingan semua pihak terkait harus dijalankan dalam kerangka waktu yang jelas dan sistematis. Sebagai warga suatu organisasi, badan usaha dan/atau masyarakat, semua pihak terkait mempunyai tanggung jawab masing-masing dalam menjalankan tugasnya dan juga harus memberi pertanggungjawaban kepada publik, sehingga di dalam suatu tatanan atau komunitas dapat terjadi saling mempercayai, membantu, membangun dan mengingat kanagar terjalin hubungan yang harmonis dan sinergis.
Sedangkan lebih sempit lagi, menurut OECD, prinsip dasar GCG yang dikembangkan adalah (a) perlakuan yang setara antar pemangku kepentingan (fairness), (b) transparansi, (c) akuntabilitas, dan (d) responsibilitas.
Ekspektasi Baru – Kerangka Baru
- Stakeholdermengetahui bahwa mereka bisa memiliki pengaruh yang signifikan pada pasar konsumsi perusahaan, pasar modal, dan pada dukungan yang ditawarkan perusahaan oleh kelompok stakeholder lain seperti pekerja dan kreditur.
- Reputasi korporasi bisa secara signifikan dipengaruhi oleh emosi stakeholder.
- Komisaris dan eksekutif melihat boikot, menurunkan pendapatan dan laba, juga menemukan bahwa dukungan stakeholder penting untuk pencapaian optimal atas tujuan jangka menengah dan panjang perusahaan.
- Beberapa komisaris dan eksekutif menginginkan dukungan dan dengan bantuan dari akademisi dan lainnya, pedoman baru dan rerangka akuntabilitas dibangun, menyempurnakan dengan peralatan dan teknik baru.
Akuntabilitas untuk Shareholder atau Stakeholder?
- Kapasitas pertumbuhan dari stakeholder nonpemegang saham untuk mempengaruhi pencapaian tujuan korporasi dan peningkatan sensitivitas mereka membuatnya atraktif untuk korporasi untuk mendorong dukungan stakeholder.
- Skandal Enron, Arthur Andersen, dan Worlcom memperlihatkan bahwa aktivitas korporasi membuat pola untuk menghadiahi eksekutif, komisaris dan beberapa pemegang saham saat ini tidak secara penting pada kepentingan akan masa depan atau pemegang saham saat ini yang diharapkan untuk kesuksesan jangka panjang seperti investor penerima pensiun, pekerja dan pemberi pinjaman.
- Eksekutif, komisaris, dan investor yang terfokus pada jangka pendek membahayakan kredibilitas seluruh tata kelola korporasi dan proses akuntabilitas.
- Berdasarkan pada kenyataan adanya tekanan stakeholder dan keinginan untuk mendorong dukungan stakeholder, perusahaan menyadari bahwa mereka bertanggungjawab pada stakeholder dan menatakelola diri mereka untuk meminimalisasi risiko dan memaksimalisasi kesempatan tak terpisahkan dengan rerangka akuntabilitas stakeholder.
Pengembangan Program Etika
Code of Conduct Perusahaan
Kebutuhan tata kelola etis tidak hanya baik bagi bisnis perusahaan. Perubahan-perubahan terkini pada regulasi pemerintahan merubah ekspektasi secara signifikan. Dalam era meningkatkan pengawasan, dimana perilaku tidak etis dapat mempengaruhi pencapaian tujuan perusahaan secara keseluruhan, sangat dibutuhkan sistem tata kelola perusahaan yang menyediakan aturan serta akuntabilitas yang tepat untuk kepentingan shareholders, direktur, dan eksekutif.
Direktur harus cermat dalam mengatur risiko bisnis dan etika perusahaannya. Mereka harus memastikan bahwa budaya etis telah berjalan dengan efektif dalam perusahaan. Hal ini membutuhkan pengembangan code of conduct, dan cara yang paling fundamental dalam menciptakan pemahaman mengenai perilaku yang tepat, memperkuat perilaku tersebut, dan meyakinkan bahwa nilai yang mendasarinya dilekatkan pada strategi dan operasi perusahaan. Konflik kepentingan dalam perusahaan, kekerasan seksual, dan topik–topik serupa perlu diatasi segera dengan pengawasan yang memadai untuk menjaga agar budaya perusahaan sejalan dengan ekspektasi saat ini.
Pendedikasian Kembali Peran Akuntan Profesional
Peristiwa Enron, Arthur Andersen, dan WorldCom mengubah fokus akuntan profesional terhadap perannya sebagai orang yang dipercaya oleh publik. Reputasi dan eksistensi profesi akuntan di masa depan telah menurun di mata publik, sehingga perbaikan serta kesuksesannya kembali tergantung pada perubahan yang akan dilakukan. Profesi akuntan harus mengembangkan pertimbangan, nilai, dan sifat karakter yang mencakup kepentingan publik, dimana pertimbangan tersebut inheren dengan munculnya akuntabilitas berorientasi stakeholder dan kerangka tata kelola (governance framework).
Standar code of conduct yang baru muncul untuk menuntun profesi akuntan serta memastikan bahwa self-interest, bias, dan kesalahpahaman tidak menutupi independensinya. Globalisasi mulai mempengaruhi perkembangan aturan dan harmonisasi standar akuntan profesional, dan hal ini akan terus berkelanjutan. Sama seperti mekanisme tata kelola untuk korporasi yang menghasilkan batasan dan yurisdiksi domestik, stakeholder di seluruh dunia akan lebih mengutamakan dalam menentukan standar kinerja bagi profesi akuntan. Pekerjaan mereka akan melayani pasar modal dan korporasi global, dan kesuksesannya membutuhkan respek dari karyawan dan partner yang lebih banyak dibandingkan dahulu. Dengan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki, akan menarik apabila akuntan profesional dapat menggunakan kesempatan yang menunjukkan perannya yang lebih luas. Mereka secara khusus harus menempatkan diri untuk membantu perkembangan mekanisme ke depan yang menyediakan dan memastikan panduan etika yang lebih baik bagi organisasi.
Ekspektasi Publik pada Semua Profesional
Seorang profesional bekerja dengan sesuatu yang bernilai, akibat kepercayaan dan kompetensinya mereka bekerja serta bertanggungjawab. Jika sebuah profesi kehilangan kredibilitas di mata publik, maka konsekuensinya cukup parah. Dalam analisis terakhir menyebutkan bahwa sebuah profesi merupakan kombinasi dari keistimewaan, tugas, dan hak yang semuanya terbingkai dalam sekumpulan nilai profesional yang umum, nilai yang menentukan bagaimana keputusan dibuat dan tindakan diambil.
Ekspektasi Publik pada Akuntan Profesional
Akuntan profesional diharapkan mempunyai keahlian khusus berhubungan dengan akuntansi dan pemahaman yang lebih baik dari orang awam mengenai hal-hal terkait seperti kontrol manajemen, perpajakan, atau sistem informasi. Sebagai tambahan, mereka juga diharapkan untuk menganut nilai dan tugas profesional umum serta menganut standar spesifik yang dikeluarkan oleh badan profesional dimana mereka bernaung.
Yang Dominan antara Nilai Etis dan Teknik Audit atau Akuntansi
Nilai etis harus dipertimbangkan agar sejajar dengan kemampuan teknik. Namun demikian, yang dominan mungkin ditujukan pada nilai etis, ketika seorang profesional menemukan masalah yang melebihi kemampuan yang dimilikinya saat itu, nilai etislah yang akan mendorongnya untuk mengenali dan mengungkapkan fakta tersebut. Tanpa nilai etis, kepercayaan yang diperlukan dalam hubungan fidusial tidak dapat dipertahankan, dan hak-hak yang dimiliki oleh profesi akuntansi akan dibatasi, sehingga mengurangi efektivitas yang dapat diberikan oleh profesi independen pada masyarakat.
Prioritas Kewajiban, Loyalitas, dan Kepercayaan pada Fidusial
Salah satu peran utama dari akuntan profesional adalah menawarkan jasa fidusial untuk masyarakat, maka kinerja dari jasa-jasa tersebut seringkali melibatkan pilihan yang dapat memihak kepentingan salah satu pihak dari orang yang membayar fee, pemilik perusahaan/pemegang saham saat ini, pemegang saham potensial di masa depan, dan stakeholder lainnya termasuk pekerja, pemerintah dan kreditur. Oleh karena itu, sebagai auditor, loyalitas pada publik tidak boleh lebih kecil dari loyalitas pada pemegang saham/pemilik perusahaan saat ini, dan tidak boleh mengutamakan manajemen perusahaan.
Aturan Independensi SEC Baru
Komite khusus tidak mengantisipasi ketidakmampuan anggotanya dalam mengelola konflik bawaan dari situasi berkepentingan yang muncul saat audit dan jasa lainnya ditawarkan pada klien yang sama. Pembatasan diperkenalkan oleh SOX dan dibentuk oleh SEC yang membatasi auditor dari perusahaan yang terdaftar di SEC untuk mengaudit pekerjaanya sendiri, atau bertindak sebagai pembela untuk klien.
Nilai Tambah Kritis oleh Akuntan Profesional
Kredibilitas adalah nilai tambah dari akuntan profesional dalam jasa assurance yang lebih baru. Kredibilitas untuk klien/pekerja dan pada masyarakat luas, bergantung pada reputasi dari seluruh profesi. Reputasi berasal dari nilai profesional yang dianut dan ekspektasi yang dibentuk dari pihak-pihak yang dilayani. Secara khusus, nilai tambah kritis oleh akuntan profesional berada pada ekspektasi bahwa apapun jasa yang ditawarkan akan didasarkan pada integritas dan objektivitas, dan nilai-nilai ini sebagai tambahan untuk menjamin standar minimum kompetensi, kredibilitas atau keyakinan pada laporan atau aktivitas.
Standar yang Diharapkan untuk Perilaku
Publik, khususnya klien mengharapkan bahwa akuntan profesional akan melakukan jasa fidusial dengan kompetensi, integritas, dan objektivitas. Integritas, kejujuran dan objektivitas sangat penting dalam pelaksanaan yang tepat dari tugas fidusial.
0 komentar:
Posting Komentar